6 Alasan Ilmiah Wabah Zombie Bisa Beneran Terjadi di Dunia Nyata, Bukan Cuma Cerita Fiksi Belaka

Sudah nonton film Train to Busan? Cerita zombie yang biasanya jadi favorit film atau serial TV Hollywood, kini sudah mulai menyebar popularitasnya ke seluruh dunia. Termasuk salah satunya adalah Korea. Kisah teror mayat hidup yang nggak bisa mikir tapi terus berjalan mencari mangsa. Satu gigitan sudah bisa mengubah manusia menjadi sebangsanya. Membayangkan zombie-zombie berkeliaran di dunia nyata jelas semakin membuat ngeri.

Tapi percaya atau tidak, bagi sebagian ilmuwan ternyata fenomena Zombie itu bukan sekadar fiksi belaka lho. Bahkan lembaga resmi pengendalian penyakit menular Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC ) punya laman sendiri untuk mengatasi wabah Zombie. Beberapa ilmuwan pun berpikiran bahwa wabah zombie memang bisa saja terjadi di dunia nyata. Nah sebelum kamu memutuskan untuk percaya atau tidak, inilah beberapa alasan ‘ilmiah’ yang patut membuat kita waspada.

1. Di film-film, Zombie adalah makhluk agresif yang jadi mesin pembunuh. Di dunia nyata, kita punya daftar neurotoxin yang ternyata efeknya sama. Salah satunya adalah rabies

Penularan rabies via thesciencepost.com

Seperti yang kita lihat di film, Zombie adalah jasad yang sudah tidak bisa berpikir lagi. Zombie selalu kelaparan alias agresif sehingga bisa menjadi mesin pembunuh massal yang efektif. Di dunia nyata, kita punya penyakit rabies yang kondisinya mirip-mirip. Rabies disebabkan oleh virus lyssaviruses yang ditularkan oleh hewan terinfeksi melalui gigitan. Rabies umumnya ditularkan oleh anjing, kucing, kera, dan kelinci. Jadi kalau kamu memelihara hewan, jangan lupa untuk diberi vaksin ya, guys.

Manusia yang terinfeksi akan mengalami gangguan otak dan syaraf sehingga membuatnya bertingkah agresif seperti orang gila. Tidak jarang juga kemudian mereka memiliki fobia yang aneh seperti fobia air. Selain ditularkan dari hewan ke manusia, penularan juga bisa dari manusia ke manusia yaitu melalui gigitan ataupun pencangkokan organ. Bedanya dengan zombie adalah, penderita rabies terancam risiko kematian. Sementara zombie secara konsep cerita memang sudah mati.

2. Bila rabies belum cukup mengkhawatirkan, ada juga penyakit sapi gila. Manusia yang tertular akan mengalami gangguan mental luar biasa akibat kerusakan otak

Hewan yang paling sering dikonsumsi manusia via www.cbc.ca

Dibandingkan rabies, mad-cow disease atau Creutzfeldt-Jacob disease yang dikenal sebagai penyakit sapi gila tergolong langka dan jarang terjadi. Setiap tahunnya, hanya ditemukan 1 dari satu juta orang. Tapi jangan lengah, karena CJD ini tidak bisa disembuhkan. Gejala-gejalanya meliputi gangguan jiwa seperti cemas, depresi, agerisf, lupa ingatan, sekaligus menarik diri dari lingkungan. Sementara itu gangguan fisik yang terjadi meliputi kejang, konstipasi, gangguan keseimbangan, dan lain-lain.

CJD adalah penyakit mematikan yang bisa mengubah otak penderitanya menjadi spons alias berlubang-lubang. Sejauh ini, hampir 80% CJD pada manusia belum diketahui penyebabnya dan tidak selalu berhubungan dengan sapi. Ya walaupun penyakit CJD ini tidak berada di level warning, tapi apa sih yang nggak mungkin di dunia ini? Amit-amit deh jangan.

3. Kemajuan teknologi melahirkan Neurogenesis. Dengan cara ini orang mati bisa dihidupkan lagi melalui otaknya. Terus apa bedanya dengan zombie?

Stem cells bisa menghidupkan orang mati via www.mediangaji.com

Di dunia nyata, kita kenal teknologi Stem Cells  yang digunakan untuk mengobati penyakit gawat seperti jantung, stroke, hingga untuk urusan kecantikan. Prinsipnya sederhana, stem cells meregenerasi sel-sel yang sudah mati. Nah menurut perkembangan terbaru, stem cells juga bisa meregenerasi sel-sel di otak. Artinya orang mati pun kemungkinan bisa dihidupkan kembali jika fungsi otaknya kembali. Apalagi sekarang lagi marak-maraknya jasad yang diawetkan supaya bisa dihidupkan di masa depan seperti ini.

Tapi dunia medis juga menjelaskan bahwa ada masalah dari terapi ini, yaitu bahwa terapi ini akan merusak otak bagian cortex. Padahal bagian itulah yang mengontrol segala tingkah polah manusia. Kalau tidak berfungsi, jasad hidup hanya ditinggalkan dengan kemampuan bergerak dan insting primitif saja. Kamu nggak perlu mikir, diskusi, ngobrol, dan lain sebagainya. Cukup bergerak dan makan saja untuk tetap hidup. Mirip dengan apa? Yup, zombie. Duh, makin ngeri saja yaa…

4. Lalu jangan lupakan soal penemuan nanobots. Robot canggih yang bisa disisipkan ke otak manusia sehingga mampu membuatnya melakukan apa saja yang diperintahkan

nano cyborg via www.seriouswonder.com

Beberapa waktu lalu ada kabar gembira dari dunia kesehatan, yaitu ditemukannya teknologi nanobot untuk memberantas sel kanker. Dengan robot-robot mikroskopis yang dimasukkan dalam tubuh manusa ini, obat kanker bisa diarahkan tepat di pusatnya. Selain itu robot nano ini juga bisa memperbaiki sel-sel yang rusak. Dalam sebuah penelitian, ilmuwan menemukan bahwa nanobot yang disusupkan dalam sebuah virus bisa bertahan sampai sebulan setelah inangnya mati.

Penemuan tersebut menginspirasi berbagai prediksi pada dekade-dekade mendatang, bahwa nanobot bisa tumbuh dan berkembang di kepala manusia dan mengganti sel-sel yang rusak dengan sel baru. Dengan kata lain, nanobot akan mengambil alih kendali otak di tubuh yang sudah mati. Meski sulit dibayangkan dan butuh waktu bertahun-tahun, tapi ngeri juga sih kalau seluruh manusia dikendalikan oleh nanobot.

5. Emangnya di dunia nyata ada orang mati yang bangkit lagi? Well, percaya atau tidak itu beberapa kali terjadi. Seperti kisah yang terjadi di Haiti ini

Orang yang hidup kembali via cyd.ro

Well, nggak benar-benar mati dan hidup lagi sih. Tapi Clairvius Narcisse yang sudah dinyatakan mati oleh dua dokter dan dikuburkan di tahun 1962, ternyata ‘pulang’ kembali ke desanya 18 tahun kemudian. Menurut penuturan Narcisse, seorang dukun menggali makamnya dan ‘menghidupkannya’ lagi dengan memberikan obat yang mengendalikan otaknya. Narcisse kemudian disuruh untuk bekerja di perkebunan tebu dengan ‘zombie-zombie’ lainnya.

Setelah sang dukun meninggal dan racun berhenti diberikan, Narcisse mendapatkan kembali kesadarannya. Meski sekilas kurang masuk akal, tapi banyak orang percaya akan pengalaman Narcisse yang dijuluki ‘Man who was a zombie’ ini sebagai salah satu hasil dari ritual sihir hitam Voodoo. Apalagi penelitian medis membuktikan bahwa Narcisse memang terkontaminasi racun tetrodotoxin dan bufotoxin yang menyebabkan tubuh seolah-olah mati. Mungkin karena itulah, Narcisse dikuburkan 18 tahun sebelumnya.

6. Sementara ilmuwan lain menyatakan bahwa wabah zombie tidak selalu berupa zombie. Tapi lebih ke situasi panik di mana wabah penyakit menyebar tanpa kendali

Bayangkan kalau depan rumahmu ada barisan zombie via www.playbuzz.com

Dalam setiap film bertema zombie, memiliki latar suasana yang sama. Yaitu virus zombie menyebar dari satu gigitan ke gigitan lainnya dan menyebar teror kepada manusia. Menurut Dr. Tara C. Smith , salah seorang peneliti di Zombie Research Society , wabah zombie merujuk pada situasi ini. Uniknya, di dunia nyata situasi ini sudah sering terjadi. Salah satunya adalah Ebola di Afrika dan virus Flu yang semakin hari semakin bertambah saja variasi hingga bahayanya. Situasi di mana penyakit menyebar dan masyarakat panik inilah yang bisa menjadi wabah zombie sesungguhnya.

Kemajuan zaman memang bagai pisau bermata dua. Di satu sisi teknologi bisa menyelamatkan banyak nyawa. Di sisi lain, teknologi bisa juga menciptakan hal-hal yang dulu belum pernah ada seperti virus-virus baru dan robot yang berbahaya itu. Ya tapi semoga saja wabah zombie yang ditakutkan beberapa orang itu omong kosong semata. Bayangkan ada mayat hidup di sekitarmu. Ngeri! Mending bila zombienya bisa kembali jadi manusia karena jatuh cinta seperti yang di film Warm Bodies. Lha kalau zombienya benar-benar gila seperti film Train to Busan gimana?

Eh tapi kalau menurutmu, wabah zombie itu mungkin atau mustahil?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi