Kekerasan Hewan Kembali Terjadi. Cuma Demi Selfie, Lumba-lumba Sampai Dipaksa Naik ke Daratan!

Lumba-lumba dipaksa naik ke daratan untuk selfie

Pertunjukan sirkus yang melibatkan hewan kembali jadi sorotan, kali ini lumba-lumba yang jadi fokusnya. Sirkus lumba-lumba masih sering dijumpai di daerah-daerah Indonesia, walaupun para aktivis hewan sudah sejak lama mengimbau agar pertunjukkan macam itu dihentikan. Bukan hanya soal bagaimana hewan itu harus hidup di luar habitat aslinya dan dilatih paksa melakukan berbagai atraksi, tetapi juga perilaku pengunjung yang tampaknya tidak sadar bahwa hiburan yang mereka nikmati itu bentuk penyiksaan hewan.

Di Tangerang, sebagaimana dilansir dari National Geographic , sebuah sirkus lumba-lumba dikritik pecinta binatang lantaran memaksa mamalia itu naik ke daratan cuma demi memuaskan nafsu selfie penontonnya. Padahal aktivitas itu bisa membuat si lumba-lumba menderita. Walaupun tidak bisa bicara, tapi bukan berarti mereka tidak memberontak! Bagaimana sih informasi lengkapnya? Mari simak ulasan Hipwee News & Feature kali ini.

Belum lama ini, sebuah foto yang melukai hati pecinta binatang, beredar luas di dunia maya. Terlihat lumba-lumba dipaksa naik ke daratan cuma buat diajak selfie!

Foto ini merupakan potongan video yang pertama kali diunggah oleh Movement to End Animal Circuses in Indonesia –sebuah gerakan yang menentang adanya sirkus-sirkus hewan di Indonesia– di Facebook. Dalam foto yang langsung viral itu, terlihat dua ekor lumba-lumba ‘bertengger’ di daratan dengan dikelilingi penonton yang mau mengajaknya selfie. Dalam video yang dijelaskan terjadi di Tangerang pada tanggal 9 Desember 2018 yang lalu, hewan-hewan malang ini juga tampaknya disentuh dengan bebas oleh penonton yang kebanyakan anak-anak itu. Kabarnya peristiwa ini terjadi dalam sirkus yang diadakan Wersut Seguni Indonesia.

Di setiap pertunjukan sirkus, aktivitas ini mungkin terlihat biasa dilakukan. Padahal ini bisa melukai lumba-lumba lo. Bayangkan mereka dipaksa keluar dari air dalam waktu lama

Dolphins are forced to “kiss” visitors so they can take pictures

Dolphins are forced to “kiss” visitors so they can take pictures. The exploitation and abuse of these animals cannot be justified. These dolphins are often out of the water for long periods of time. This harms dolphins physically and psychologically.The video footage taken on December 9 in TangerangPlease stand with us in protesting against animal performances in Indonesia. There is still a lot of work to do. But we cannot afford to ignore what is going on around us. Change starts with small steps. We will never give up on animals. You can write politely to the Ministry of Environment and Forestry to ask it to put an end to animal circuses in Indonesia:You may use this email draft below if you wish:Dear Minister of Environment & Forestry Republic of IndonesiaSiti Nurbaya BakarGedung Manggala Wanabakti Blok I Lt. 3Jalan Gatot Subroto – SenayanJakarta 10270IndonesiaSitinurbaya_bakar@yahoo.co.id sitinurbaya.bakar@gmail.comCc: secretariat@waza.org, datakonservasi@gmail.com, ditkkh@gmail.com, pkbsi@izaa.orgYour Excellence,Re: Calls to End Animal Performances at Zoos and Safari ParksI am writing to you to express my deep concerns with regards to the use of animals in performances in zoos and safari parks in Indonesia. We stand against wildlife attractions for the sake of entertainment rather than education. These attractions are a form of animal abuse and exploitation.Animal trainers and showmen frequently engage in negative reinforcement, whipping and striking animals, forcing them to carry out unnatural tricks and demonstrating that the animals can only be “controlled” by pain and fear.Performance in the presence of spectators are likely to cause severe stress to captive wild animals. Loud noise is a well-known stressor; acoustical stress within and outside the human hearing range can cause critical alteration in physiological parameters for captive animals.Animals are often housed in small, barren enclosures and released from their confinement only for a few minutes during their performance and for training sessions. Stress caused by such conditions can cause severe behavioural and physiological problems for captive wild animals.Even worse, society, in particular, children, become desensitised to animal suffering. Minister, all this leads to a negative international image of Indonesia, with tourists returning to their home countries reporting cases of animal abuse rather than highlighting the natural beauty and the rich cultural experiences which Indonesia is so famous for.I am appealing to you, Minister, to join the international movement against the use and abuse of animals in performances, and to pass and enforce laws ending animal shows in captive wildlife facilities. Please take action on behalf of animals, who cannot fend for themselves. Thank you

Posted by Movement to End Animal Circuses in Indonesia on Friday, 28 December 2018

Dalam setiap sirkus lumba-lumba, “adegan” lumba-lumba naik ke daratan dan mencium penontonnya memang terlihat umum dilakukan. Tapi ternyata, aktivitas itu bisa melukai lumba-lumba lo. Bayangkan ketika kulitnya yang lembut itu harus bersentuhan dengan permukaan lantai kolam yang kasar, atau bergesekan dengan pagar pembatas. Belum lagi sentuhan-sentuhan anak kecil yang mungkin juga melukainya. Terlalu lama keluar dari air juga bisa menyiksa lumba-lumba baik secara fisik maupun psikologis lo! Duh, ini sih namanya eksploitasi.

Kolam tempat lumba-lumba melakukan atraksi juga jadi tempat “pesakitan” bagi hewan mamalia itu. Siapa sih yang betah berlama-lama di dalam air mengandung klorin? Kita aja ogah!

Ditempatkan di kolam penuh klorin via www.pojokjatim.net2017

Kelamaan berenang di kolam penuh klorin, biasanya akan membuat mata kita pedih. Lumba-lumba pun demikian. Selama atraksi berlangsung, mereka akan ditempatkan di kolam berklorin. Kata Femke Den Haas, aktivis pembela hak-hak binatang dari Jakarta Animal Aid Network, seperti dilansir NatGeo , kondisi ini jika terjadi terus menerus bisa membuat mata mereka buta. Klorin juga bisa memicu penyakit kulit bagi lumba-lumba yang secara alamiah memang harusnya hidup di lautan, bukan di kolam berklorin.

Belum lagi waktu lagi “off”, kebanyakan lumba-lumba ini tidak diletakkan di tempat yang nyaman, dianiaya, dan dipaksa nurut sama pelatihnya. Asli, kasihan banget!

Ditempatkan di boks sempit via www.inikabarku.com

Kita aja sebagai manusia mungkin bakal stress kalau dikurung di kamar terus dalam waktu yang lama. Apalagi lumba-lumba, yang harusnya hidup di lautan dan hidup berkelompok. Mereka ditempatkan di boks tidak layak saat berpindah dari satu lokasi sirkus ke lokasi yang lain. Saat mencoba memberontak, mereka akan langsung menerima perlakuan kasar dari pelatihnya. Dikutip dari Mpora , kebanyakan lumba-lumba di penangkaran hanya mampu hidup 2-8 tahun saja, padahal lumba-lumba di laut lepas bisa hidup sampai 40 tahun! Miris banget, ‘kan…

Banyak pertunjukan lumba-lumba berkedok sebagai sarana belajar bagi anak-anak. Padahal di dalamnya banyak tersimpan fakta pahit yang sebetulnya menyiksa hewan-hewan tak berdosa itu. Jadi, masih maukah kalian menonton sirkus binatang? Semoga saja tidak~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.