Kultur Dangdutan di Indonesia Harus Diubah. Please, Jangan Ada Lagi Cewek Disawer-sawer Begini

Kultur dangdutan di Indonesia

Sedih sekali hati ini melihat video pedangdut perempuan yang unjuk gigi dengan memakai baju minim, sambil dikelilingi laki-laki, tak lupa dengan saweran yang tak henti-henti. Sesekali tangan para lelaki mencoba menjelajahi tubuh perempuan ini. Walau tidak ikut memiliki tubuhnya, tapi rasanya kok nyesek sekali ya..

Advertisement

Pemandangan biduan menyanyi di atas panggung dengan baju seksi seperti di atas mungkin bukan pemandangan aneh lagi bagi sebagian orang, terlebih bagi mereka yang tinggal di desa atau wilayah pinggiran

Dangdut lekat dengan masyarakat kelas menengah ke bawah via www.merdeka.com

Di sejumlah daerah, musik dangdut sudah jadi semacam budaya yang sulit dihilangkan. Dangdut yang lekat dengan biduan seksi dan bapak-bapak horny, kerap ditemukan mewarnai pagelaran panggung hiburan di sana. Perempuan “dinikmati” bersama di depan khalayak ramai tak terkecuali anak-anak kecil. Duh, sungguh miris. Tampaknya kultur dangdutan semacam ini memang harus segera diakhiri!

Jangan berani teriak emansipasi kalau kamu masih menikmati dangdut dengan cara ini. Please, perempuan juga layak dihargai, tapi bukan dengan cara disawer seperti ini!

Ini namanya merendahkan perempuan! via infodangdut.com

Bukan salah dangdutnya, tapi salahkan kultur ngawur yang berkembang di dalamnya. Kalau merunut awal mulanya, di tahun 70-an, dangdut justru sangat jauh dari kesan seksi, apalagi sampai mengobjektifikasi perempuan. Dangdut saat itu malah dijadikan medium berdakwah. Kalau nggak percaya, coba tanya Bang Rhoma Irama.

Advertisement

Barulah sekitar tahun 2000-an, Inul Daratista menggebrak dunia musik dangdut tanah air dengan goyangan khasnya, goyang ngebor. Semenjak saat itu mulai bermunculan biduan wanita dengan ‘gaya’ masing-masing, yang sekarang membuat dangdut jadi identik dengan pakaian seksi dan goyangan memancing birahi. Nggak heran jika para lelaki datang ke pertunjukkan dangdut bukan lagi untuk musiknya, tapi justru untuk menikmati tubuh biduannya. Tak lupa dengan saweran yang menyiratkan, seolah perempuan bisa dibeli dengan uang.

Dangdut tetap bisa asyik walau tidak melibatkan biduan seksi. Zaman di mana emansipasi dijunjung tinggi seperti saat ini, melibatkan tubuh perempuan dalam panggung hiburan seperti itu sama sekali tidak etis

Via Vallen menawarkan cara baru menikmati dangdut via www.fimela.com

Susah payah R.A Kartini koar-koar soal emansipasi, kesetaraan, dan keadilan bagi kaum perempuan, tapi kultur objektifikasi perempuan dalam musik dangdut masih tumbuh begitu subur. Andai saja semua lapisan masyarakat menyadari bahwa kaum perempuan itu begitu berharga, tentu tidak akan ada kultur dangdutan yang menyawer biduannya. Tentu tidak akan ada perempuan dengan baju minim, menyanyi lagu dangdut sembari dikelilingi laki-laki dan di-grepe sana-sini.

Advertisement

Lagipula, musik dangdut masih tetap bisa asyik walau tidak melibatkan gadis seksi kok. Coba saja tengok penyanyi Via Vallen, yang konsisten dengan gaya berpakaiannya yang sopan namun tetap eye-catching meski genre musik yang dibawakan adalah dangdut. Atau Didi Kempot yang menjawab keresahan hati para jomblo lewat tembang-tembang campursarinya.

Dan teruntuk semua biduan dangdut di luar sana, berkarya boleh-boleh saja, membawakan lagu dangdut juga sah-sah saja. Tapi, yuk, sembunyikan lekuk tubuh indahmu, tak perlu bergerak dan bergoyang hanya agar pria-pria jadi nafsu. Kamu terlalu berharga untuk melakukan itu <3

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

Editor

An amateur writer.

CLOSE