Lagi-lagi, Kekerasan yang Menimpa Cleaning Service Kemarin Berakhir Damai. Padahal Buktinya Jelas Lo

Kasus cleaning service berakhir damai

Masih ingat, ‘kan, kasus penganiayaan petugas cleaning service di sebuah SMP di Sulawesi Selatan kemarin? Dalam foto yang beredar, kepala si cleaning service ini sampai berdarah-darah karena dipukul sapu bergagang besi oleh sejumlah siswa dan orangtua salah satu murid. Sempat viral dan bikin geleng-geleng kepala, kabarnya kasus miris ini berakhir damai setelah kedua pihak bersangkutan dipertemukan di Polsek setempat.

Advertisement

Kalau dipikir-pikir, belakangan ini memang banyak lo kasus kekerasan yang berakhir damai. Sebelum kasus cleaning service, ada juga kejadian siswa yang menantang dan mem-bully gurunya di Gresik, Jawa Timur. Kasus ini juga sama-sama berujung damai. Kira-kira, kenapa ya kok kejadian yang harusnya bisa diperjuangkan di ranah hukum, malah “cuma” berakhir damai? Kali ini Hipwee News & Feature sudah merangkum infonya buat kamu.

Sempat jadi perbincangan, kasus kekerasan yang menimpa cleaning service di SMPN 2 Galesong kemarin berujung damai. Kata Kapolres karena pelaku masih di bawah umur

Kasus cleaning service berakhir damai via jateng.tribunnews.com

Dunia pendidikan kembali tercoreng karena kasus penganiayaan cleaning service di SMPN 2 Galesong, Takalar, Sulsel, pada Sabtu 9 Februari lalu. Mirisnya, pengeroyokan ini juga melibatkan sejumlah siswa dan salah satu wali murid! Sempat viral dan akan melapor ke polisi, korban yang bernama Faisal Pole akhirnya sepakat berdamai dengan murid-murid beserta orangtuanya, seperti dikutip dari Sulsel Satu .

Oleh polsek Galesong Selatan, kedua pihak bersangkutan beserta kepala sekolah, kepala dusun, dan kepala desa setempat, dipertemukan di Mapolsek Galesong. Di sana mereka sepakat untuk berdamai. Kalau kata Kapolres Takalar AKBP Gany Alamsyah, pihaknya sudah berupaya mencari jalan tengah, mengingat para pelakunya juga masih di bawah umur. Hmm…

Advertisement

Ending kasus kekerasan di atas mengingatkan kita sama kejadian guru di-bully muridnya kemarin, yang juga berakhir damai. Si guru nggak tega mengusut tuntas karena siswanya mau ujian nasional

Guru dibully di Gresik juga berakhir damai via news.detik.com

Belum lama ini juga ada peristiwa dimana murid SMP PGRI Wringinanom Gresik, menantang dan mem-bully gurunya. Kejadian ini viral lewat sebuah video yang berhasil merekamnya. Tak berselang lama, rupanya kasus ini pun juga berakhir damai. Si murid malah sampai memeluk dan bersujud di kaki gurunya, tanda menyesal. Guru yang bernama Nur Kalim itu mengaku ikhlas memaafkan siswanya dan sepakat menempuh jalur damai, mengingat anak didiknya itu akan menempuh ujian nasional, seperti dilansir dari Detik . Yah, lagi-lagi “cuma” damai~

Bukan cuma kasus kekerasan di lingkungan sekolah saja, banyak ‘akhir damai’ dari kasus lain juga mengecewakan banyak pihak. Misalkan seperti kasus Agni

Meski bersepakat tidak melanjutkan kasus ke ranah hukum, pihak Agni menjelaskan akhir ini jauh dari kata ‘damai’ via nasional.tempo.co

Publik juga habis dibikin emosi sesaat gara-gara kasus Agni yang tahun lalu heboh diperjuangkan, malah cuma berakhir damai. Tapi dilansir dari Tempo , Agni keberatan dengan penggunaan kata “damai” yang ramai-ramai dipakai di pemberitaan tentangnya. Karena menurutnya, proses yang ia jalani selama ini nggak semudah dan sesederhana itu. Kata kuasa hukum Agni, jalur “damai” ini ditempuh untuk meminimalisir potensi kriminalisasi oleh pihak kepolisian, yang mana juga bisa merugikan Agni.

Atau bisa jadi pihak yang terlibat itu memang terlalu malas berkutat sama proses hukum. Dari yang tidak percaya akan akan proses hukum, sampai karena khawatir biayanya akan sangat mahal

Keadilan hukum nyatanya sulit tercapai via www.hidayatullah.com

Advertisement

Terlepas dari kasus-kasus yang sudah disebutkan di atas, bisa jadi ada alasan lain kenapa ending damai selalu dipilih, seperti pihak bersangkutan yang terlalu malas berurusan sama birokrasi. Kalau mau menempuh jalur hukum ‘kan memang bakal banyak tahapan yang mesti dilalui si pelapor. Bukan mau mendiskreditkan masyarakat menengah ke bawah, tapi biasanya orang-orang ini juga nggak punya basic pengetahuan soal hukum. Belum lagi biaya menyewa pengacara yang jelas tidak murah.

Jadi daripada ribet, banyak yang akhirnya memilih damai aja sudah…

Tren ini tampaknya justru kontras jika kita ingat betapa banyaknya artis atau public figure yang rajin mengunjungi kantor polisi untuk saling melapor. Biasanya kasus pencemaran nama baik…

Sering lapor polisi via www.tribunnews.com

Belum lagi soal duit. Kalau artis sih enak ya bisa sewa pengacara, makanya kena kasus dikit aja sudah langsung main lapor tanpa ba-bi-bu. Seandainya kasusnya dialami rakyat kecil, mereka jadi semacam nggak punya pilihan lain selain berdamai. Mau dibawa ke ranah hukum, takut, sekalipun dia yang benar. Soalnya kadang uang bisa mengalahkan segalanya. Apalagi kalau “lawannya” orang-orang berduit.

Hmm.. gimana ya, sebenarnya bagus-bagus aja sih berdamai, tapi ‘kan takutnya bikin orang jadi menyepelekan kekerasan gitu. Mungkin aja mereka jadi mikir, “Alah, nggak apa-apa lah ngelakuin kekerasan, toh nanti damai juga, yang penting viral dulu”. Lah…?!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

CLOSE