Mengenang Kembali Kejayaan Distro, Industri Fashion yang Jadi Parameter Gaul Remaja Tahun 2000-an

Mengenang kejayaan distro

Nama distro mungkin sudah nggak asing lagi di telinga kita, terlebih buat kita yang lahirnya tahun 1980-1990an. Distro yang sempat jadi primadona sekitar awal 2000-an ini menjual berbagai macam barang fashion, mulai dari kaos, kemeja, celana, sampai dompet, topi, atau tas. Saking nge-trennya, distro sampai jadi parameter gaul remaja pada masanya. Mereka akan dianggap branded kalau barang-barang yang ia punya belinya di distro.

Advertisement

Belakangan, nama distro mulai meredup. Banyak toko yang terpaksa ditutup karena sepinya minat masyarakat terhadap barang-barang distro. Ada juga yang banting stir dengan mengubah konsep hingga menggabungkannya dengan bisnis lain seperti barbershop. Hmm.. padahal pasti banyak dari kalian yang menyimpan kenangan manis pada distro ini, entah jadi tempat langganan beli baju lebaran, atau saat ingin cari kado buat pacar. Ah, sedih juga ternyata ya kalau suatu hari nanti distro bakal beneran nggak ada lagi…

Kalau ngomongin industri fashion anak muda rasanya belum afdal kalau belum ngomongin distro. Distro pertama diyakini “lahir” di Bandung pada tahun 1996, namanya unkl347

Pelopor distro via wowkeren.com

Distro: distribution outlet atau tempat titip jual produksi barang

Perusahaan distro pertama di Indonesia lahir di Bandung pada tahun 1996. Pendirinya adalah Dendy Darman. Bisnis miliknya diberi nama 347 boadrider.co atau yang lebih dikenal dengan unkl347. Setahun setelahnya, mulai banyak clothing line lain seperti Ouval Research, Airplane, Harder, dan brand-brand lainnya. Distro-distro pertama yang berdiri di Bandung itu mulanya menjual produk-produk band luar negeri, band lokal underground, dan perlengkapan skateboard. Mungkin ini juga yang bikin distro lebih lekat dengan anak band dan skate.

Advertisement

Distro banyak disukai karena menyediakan produk-produk yang eksklusif. Lebih dari itu, distro juga kerap jadi tempat berkumpulnya anak-anak muda

Sering jadi tempat kumpul juga via www.pijarnews.com

Seiring berjalannya waktu, produk yang dijual di distro mulai beragam. Nggak cuma pernak-pernik band atau skate aja, tapi distro juga menerima produk-produk dari clothing line lain, sehingga komoditinya lebih variatif. Selain kaos, kemeja, atau celana, distro juga menyediakan kebutuhan sekunder seperti topi, ikat pinggang, dompet, tas, dan lain-lain. Meskipun menyediakan produk beragam, barang distro masih dianggap eksklusif, unik, dan punya desain menarik. Yang makin bikin distro ramai, anak-anak muda kerap menjadikan distro sebagai tempat nongkrong alias basecamp. Distro pun jadi semakin diminati.

Masuk tahun 2016, bisnis distro mulai mengalami penurunan. Ini dipicu oleh maraknya bisnis fashion online yang memudahkan konsumen membeli barang. Transaksinya pun juga lebih mudah

Mulai mengalami penurunan tahun 2016 via economy.okezone.com

Perubahan dan perkembangan teknologi jadi faktor utama yang jadi penyebab bisnis distro mengalami penurunan. Menurut Adrian Hermawan , pemilik distro di Bogor, sepinya arus pembeli mulai terasa sekitar akhir tahun 2015. Namun puncaknya terjadi di tahun 2016. Penjualan di distronya mengalami penurunan hingga 40%. Ini terjadi karena di tahun tersebut toko-toko online mulai menjamur. Orang jadi lebih mudah berjualan. Berbagai platform media sosial dan e-commerce semakin mendukung kemudahan itu.

Kondisi di atas juga turut mengubah perilaku membeli masyarakat. Yang tadinya kalau mau beli baju harus ke toko, kini nggak perlu lagi. Cuma lewat ponsel pintar, mereka sudah bisa mendapatkan barang yang diinginkan. Ditambah adanya kemudahan transaksi yang tinggal klik-klik-klik itu, membuat orang jadi makin ogah buat belanja di distro lagi.

Advertisement

Sebenarnya distro belum sepenuhnya hilang. Di kota-kota besar masih bisa ditemui beberapa distro yang tetap berdiri walau perkembangan zaman terus berjalan

Ada yang menggabungkannya dengan bisnis lain seperti barbershop, kafe, atau tempat makan via bandung.merdeka.com

Kalian yang tinggal di kota besar, mungkin masih bisa menemui beberapa outlet distro yang bertahan. Cuma memang jumlahnya nggak sebanyak dulu. Bisa jadi karena mereka termasuk sebagian distro yang berhasil beradaptasi. Mungkin dengan mencoba peluang lain seperti menjual produknya di e-commerce, atau lewat media sosial seperti Instagram. Ada juga yang mungkin memanfaatkan reseller demi meningkatkan ekspansi bisnis.

Sebenarnya, distro masih bisa bertahan dan menjawab kebutuhan orang-orang yang lebih suka belanja langsung daripada online. Kan ada tuh sebagian orang yang rasanya lebih puas kalau bisa memegang dan melihat sendiri barang yang pengin dibeli. Tapi ya mungkin jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding mereka yang lebih pilih order via online. Ya, seperti bisnis pada umumnya, pemilik distro harus rajin putar otak agar penjualan tetap bisa berjalan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

Editor

An amateur writer.

CLOSE