Pekerja Swedia Akan Dijatah Waktu Istirahat Untuk Berhubungan Seks. Wow, Apa Sih Pertimbangannya?

Biasanya seorang pekerja akan masuk kantor pukul 08.00 pagi dan akan pulang pukul 16.00. Tentu saja dalam jam kerja ini para pekerja akan diberikan waktu untuk istirahat sekitar satu jam. Lazimnya, waktu istirahat akan digunakan untuk makan siang, beribadah, atau bersantai. Bahkan ada pula beberapa pekerja yang memanfaatkan jam istirahat ini untuk tidur siang di kantor.

Mungkin kalau makan atau tidur sejenak sudah dianggap biasa, seorang anggota dewan dari Swedia justru punya wacana mencengangkan terkait jam istirahat siang. Anggota dewan ini mengajukan rencana undang-undang yang mewajibkan para pekerja untuk berhubungan seks dengan pasangannya di waktu istirahat siang. Bukan cuma kita saja kok yang terheran-heran, anggota dewan lain yang mendengar presentasi tersebut bahkan sampai tertawa terbahak-bahak. Akan tetapi anggota dewan dari kota kecil Overtonernea yang bernama Per-Erik Muskos ini, 100% serius dan yakin bahwa idenya tersebut akan membawa banyak dampak positif bagi Swedia.

 

Sex break di siang hari dinilai perlu untuk meningkatkan level produktivitas dan kesehatan para pekerja

hue

Bisa lebih fokus jika lebih bahagia via tqn.com

Dilansir dari Foxnews , Muskos mengemukakan alasan utama dibalik ide gilanya tersebut adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kondisi kesehatan para karyawan. Swedia adalah salah satu negara paling bahagia di dunia dengan jam kerja terpendek dan banyak kesempatan cuti. Cuti hamil pasangan saja sampai 460 hari. Dengan segala keunggulan yang telah ada tersebut, mungkin Muskos berpikiran bahwa satu-satunya cara meningkatkan kondisi Swedia adalah sex break. 

Pastinya bukanlah hal yang buruk jika warga Swedia bisa meningkatkan kehidupan seksualnya. Manfaat positif hubungan seks yang sehat memang sudah tersohor sepanjang peradaban manusia. Menurut perkiraan ahli, seseorang bisa membakar sampai dengan 5 kalori dalam sekali hubungan seks. Disamping sebagai sebuah bentuk olah raga yang efektif, dampak rileksasinya juga sebagus kegiatan meditasi. Tapi apa iya warga Swedia benar-benar membutuhkan undang-undang yang mengharuskan mereka mengisi waktu istirahat siangnya dengan seks?

Dibandingkan produktivitas atau kesehatan, masalah yang lebih meresahkan sebenarnya adalah rendahnya tingkat pertumbuhan populasi di Swedia. Terutama di kota kecil seperti Overtonernea

Populasi yang terus menua jadi masalah serius

Populasi yang terus menua jadi masalah serius via tmgrup.com.tr

Meski ditertawakan sampai jadi headline dimana-mana, ada persoalan serius yang mungkin memang patut diperhatikan. Ide kontroversial Muskos ini juga berangkat dari kekhawatirannya akan keengganan pasangan masa kini untuk beranak pinak. Ini bukan masalah Swedia saja sih, hampir semua negara maju sekarang juga dipusingkan dengan rendahnya tingkat kelahiran. Berbagai himbauan dan insentif finansial tampaknya belum berhasil mengatasi masalah ini.

Maka dari itu mungkin Muskos berpikiran jika warga Swedia diberi sex break, maka mereka akan lebih terdorong untuk mulai membangun keluarga. Terutama di kota kecil tempatnya tinggal. Disamping sedikitnya angka kelahiran bayi secara nasional, pasangan muda banyak yang pindah ke kota besar sehingga yang tinggal di kota-kota kecil hanyalah kelompok populasi menua.

Meskipun bisa lolos jadi undang-undang, tapi tampaknya bakal susah dijalankan. Siapa juga yang bisa memastikan kalau mereka akan benar-benar berhubungan seks, bukan melakukan hal lain

Susah sih mengeceknya

Susah sih mengeceknya via www.doctornerdlove.com

Terlepas dari pro-kontra atau pertimbangan baik-buruknya, pertanyaan yang lebih penting adalah apakah kebijakan seperti benar-benar bisa dilaksanakan? Masa iya nanti ada seperti buku absen untuk memastikan para pekerja benar-benar berhubungan seks pada jam istirahat siang. Bakal mustahil untuk memonitor hal tersebut.

Bagus sih ada anggota dewan yang memikirkan dan mengkhawatirkan kesejahteraan masyarakatnya sampai sedetail itu. Meski terdengar ‘nyeleneh’ sampai jadi bahan tertawaan, sebenarnya inti sari permasalahannya patut juga diperhatikan. Kalau negara-negara seperti Indonesia masih bermasalah dengan ledakan penduduk, negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Swedia justru sebaliknya. Tiap tahunnya angka kelahiran di negara-negara maju semakin menurun. Apalah artinya negara maju dan sejahtera, kalau tidak ada penerusnya?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Rajin menggalau dan (seolah) terluka. Sebab galau dapat menelurkan karya.