Indonesia Disebut Sebagai Negara Terburuk Soal Penanganan Virus Corona. Inilah Sederet Penyebabnya

Penanganan virus corona Indonesia buruk

Jangan bosan dulu membaca kata ‘virus corona‘. Please, kita mesti tahu banget info yang bakal dibahas dalam artikel ini! Bukan mau nambah-nambahin stres karena udah kenyang sama berita soal corona ya, tapi, informasi yang satu ini bakal berhubungan sama nasib kita sebagai bangsa Indonesia yang sedang terjebak dalam wabah global, Guys. Jadi sudah seyogyanya kita sebagai warga negara terus mengawal kinerja pemerintah terutama saat didera pandemi seperti saat ini.

Advertisement

Ehmm.. kalian tahu nggak sih kalau negara kita lagi disorot banget sama dunia internasional terkait penanganan corona di sini? Indonesia bahkan disebut-sebut sebagai salah satu negara terburuk dalam urusan penanganan wabah corona. Dua negara lain yang juga sama memprihatinkannya adalah India dan Pakistan . Kira-kira, kenapa ya kok kita sampai dilabeli negara terburuk soal per-corona-an ini?

1. Ingat nggak WHO sempat bilang kalau kunci dari menghadapi pandemi ini adalah tes, tes, dan tes. Sayangnya, penerapan tes virus corona di Indonesia masih jauh dari seharusnya

Tes corona via www.kompas.com

Data dari Bloomberg menyebutkan kalau jumlah orang yang telah dites di Indonesia ini masih terlalu sedikit. Per 1 juta penduduk, yang udah dites cuma sekitar 52. Bahkan nggak sampai 100! Padahal jumlah penduduk di negara kita aja ada 270 juta jiwa. Merujuk data referensi statistik Worldometer , per 8 April kemarin, baru 14.354 warga yang sudah dites. Coba kita ngintip ke negara tetangga, Malaysia. Di Malaysia, dengan jumlah penduduk yang hanya 32 juta, mereka sudah melakukan tes ke 58.240 warganya. Artinya setiap 1 juta penduduk, ada 1.799 orang yang telah dites. Sekali lagi, kita cuma 52~~~

Mungkin karena rada risih dibanding-bandingin, Achmad Yurianto, jubir Covid-19 di Indonesia, berdalih kalau pemerintah tuh melakukan tes nggak berdasarkan besarnya populasi, tapi berdasarkan pelacakan kontak kasus postif dan kunjungan ke fasilitas kesehatan oleh orang-orang dengan gejala Covid-19. Hmm.. ya sih, dibanding-bandingin itu memang nggak enak. Tapi soal wabah satu ini, kayaknya membanding-bandingkan justru jadi hal yang perlu dilakukan deh. Soalnya kalau nggak gitu, kita mau belajar dari mana? Toh, negara-negara yang sudah menerapkan tes massal kayak Korsel, Jepang, Singapura, atau Malaysia, terbukti mampu memperlambat persebaran Covid-19 di wilayahnya.

Advertisement

Kalau kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, dirut WHO, “Tanpa pengujian, itu ibarat melangkah dengan mata tertutup.”

2. Pemerintah memang telah melakukan rapid test massal, tapi nyatanya tes jenis itu kurang akurat buat mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Hasilnya seringkali berbeda dengan tes pakai metode lain

Rapid test via koran.tempo.co

Sekitar pertengahan Maret lalu, Pak Presiden memilih untuk menerapkan rapid test massal ketimbang harus mengkarantina wilayah. Rapid test dilakukan dengan mengambil sampel darah kilat. Biaya yang dibutuhkan pun juga terbilang murah. Namun ternyata, metode ini dinilai kurang akurat. Anggapan itu muncul dari kalangan para ahli, termasuk Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo . Metode lain yang dianggap lebih efektif adalah PCR (Polymerase Chain Reaction) yaitu dengan pengambilan sampel lendir hidung dan tenggorokan. PCR juga dipakai Korsel dan banyak negara lainnya dalam tes virus corona ini.

3. Selain itu, alasan lainnya karena tingkat kematian di Indonesia ini tergolong cukup tinggi, sekitar 8,1 persen dari total jumlah kasus positif

Advertisement

Pemakaman pasien corona via www.kompas.com

Kemarin, 8 April, angka rasio kematian pasien Covid-19 di Indonesia ada di angka 8,12 persen. Angka itu masih lebih mendingan kalau dibandingkan data minggu lalu yang rasionya mencapai 9,4 persen (dari 1.677 kasus). Tapi meski menurun, tetap aja rasio di atas jadi salah satu yang tertinggi di dunia.

Ada juga persepsi kalau sebenarnya mungkin angka kematiannya (bukan rasionya lo), lebih tinggi dari yang sudah dilaporkan. Soalnya data yang dikutip dari The Jakarta Post , menyatakan jumlah pemakaman di Jakarta –kota tempat setengah dari kasus nasional berasal– meningkat drastis! Bulan Maret dilaporkan ada 4.377 kuburan baru, jauh di atas rata-rata bulanan Maret tahun lalu: 2.745, dan Maret tahun sebelumnya: 2.774.

Begitulah, Guys, kondisi yang sedang kita semua hadapi sekarang. Meski mungkin rada jauh dari harapan, please, jangan putus asa dan jadi tak acuh ya. Tetap stay positive agar imun tubuh nggak drop! Sibukkan aja dirimu dengan berbagai aktivitas menarik walau masih harus di rumah aja~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

An amateur writer.

Editor

An amateur writer.

CLOSE