Bagi dia, menyisihkan dua juta untuk tabungan ibarat membalikkan telapak tangan alias mudah sekali tanpa banyak pertimbangan. Sementara itu, bagi sebagian orang, termasuk aku, memangkas uang sebanyak itu dari total gaji untuk tabungan artinya nggak hidup selama sebulan.
Kupikir, perbedaan privilese kami nggak terlalu jomplang. Eh, ternyata keluarganya tergolong orang yang berpunya. Nggak heran kalau dia memiliki cukup banyak pilihan dalam hidup, bahkan cenderung nggak risau dengan risikonya. Ada banyak hal yang bisa mendukungnya untuk kembali bangkit segera semisal pilihannya terlampau riskan.
Sedangkan bagi kita yang nggak punya banyak hak istimewa kayak dia, mengambil keputusan dengan risiko tinggi sudah seperti pertaruhan hidup dan mati. Setuju nggak? Namun, ini bukan ajang untuk membandingkan diri atau sekadar bentuk perasaan iri hati, ya. Diakui atau tidak, privilese memang memengaruhi hidup seseorang, SoHip.
Privilese pun ada banyak bentuknya. Beberapa waktu lalu, Hipwee Premium membuat tes privilese nih, SoHip. Kamu udah ikutan? Coba cek di sini, ya, untuk mengukur seberapa berprivilese kamu selama ini!
Jika sudah tahu hasilnya, temukan jawaban lengkap di bawah ini. Kira-kira kamu termasuk orang berprivilese di aspek hidup mana aja atau malah nggak berprivilese sama sekali nih?
Privilese nggak cuma ngomongin soal kekayaan atau latar belakang keluarga. Ada juga yang namanya privilese umur. Kalau masih tergolong usia muda, kamu mendapatkan beberapa keistimewaan yang dimiliki golongan orang yang berusia tua. Menukil laporan University of Southern California, umur berhubungan erat dengan peran sosial, peluang kerja, tingkat kekuasaan, tingkat pengaruh, dan hak tertentu. Apalagi umur kerap jadi patokan kekuatan fisik seseorang.
Jadi, orang dengan umur di bawah 40 tahun bisa dinyatakan termasuk golongan berprivilese. Mereka punya banyak kesempatan ketimbang orang yang berusia di atas 40 tahun. Ketika memasuki umur 40 tahun berarti kamu kehilangan beberapa keistimewaan. Dalam ranah pekerjaan misalnya, muncul anggapan kalau umur 40 tahun sudah tidak produktif lagi. Sehingga, para pemberi kerja memberikan peluang kerja lebih besar pada orang yang berusia di bawah 40 tahun.
Berasal dari Suku Jawa berarti kamu adalah golongan berprivilese
Sebagai suku bangsa terbesar di Indonesia, suku Jawa memiliki privilese paling tinggi. Apalagi, secara sistem demokrasi, kelompok mayoritas menjadi penentu banyak keputusan. Nah, suku Jawa sebagai mayoritas tentu punya andil besar. Sebenarnya, privilese berdasarkan suku ini jarang disadari, bahkan nggak sedikit orang yang menampik.
Namun, privilese suku Jawa dapat terlihat secara historis, SoHip. Tak bisa dimungkiri, seluruh presiden Indonesia merupakan keturanan suku Jawa. Meski beberapa pejabat berdarah suku Bugis, suku Batak, dan lainnya, tapi orang dengan suku Jawa dianggap lebih mudah naik ke kursi kekuasaan.
Kalau ditilik dari pencatatan sejarah, nggak sulit kok menelusuri peradaban dan budaya suku Jawa. Hal ini pula yang bikin suku Jawa dinilai unggul dan cakap dibandingkan suku lain meski sebenarnya anggapan ini belum tentu benar. Jadi, orang yang berasal dari suku Jawa mendapatkan keistimewaan secara sosial walaupun nggak disadari.
Cara mengukur privilese | Illustration by Hipwee
Sebagai agama mayoritas, kamu yang menganut agama Islam sudah pasti termasuk kelompok berprivilese nih
Sama halnya dengan suku nih, Islam sebagai agama mayoritas juga memiliki privilese tertentu bila dibandingkan agama minoritas seperti Nasrani, Konghucu, Hindu, Buddha, atau penganut aliran kepercayaan. Pernah nggak sih, kamu merasa lebih mudah diterima dalam satu kelompok gara-gara beragama Islam? Atau mungkin, kamu pernah tahu cerita seseorang yang beragama selain Islam, yang dipandang miring padahal belum saling kenal?
Itulah gambaran privilese agama. Biasanya, suara kelompok minoritas rentan terabaikan dengan kata lain ‘kalah’ dengan suara kelompok mayoritas. Stigma negatif juga lebih mudah diarahkan pada mereka yang beragama non-Islam. Privilese ini semacam hak istimewa yang kadang menjebak juga, SoHip. Pasalnya, kelompok mayoritas yang berprivilese rentan merasa superior bila nggak hati-hati. Sikap superior ini bisa memicu konflik sosial.
Terlahir sebagai seorang laki-laki ternyata juga bentuk privilese. Kok bisa, ya?
Kamu mungkin nggak berprivilese secara suku atau agama. Namun, jika kamu adalah laki-laki, kamu bisa dikatakan berprivilese. Di masyarakat yang masih kental dengan budaya patriarki, laki-laki masih menempati kelompok kasta pertama. Sementara itu, perempuan masih menjadi kelompok kelas kedua.
Meskipun semakin berkembangnya zaman kesadaran akan keadilan dan kesetaraan gender semakin meningkat, ketimpangan antara peran perempuan dan laki-laki masih cukup tinggi. Bahkan, dalam banyak kasus kekerasan, perempuan menjadi kelompok jenis kelamin yang paling sering menjadi korban. Fenomena ini bukan tanpa alasan, ya. Kelompok tertentu yang kebanyakan adalah laki-laki merasa berkuasa dan berhak menindas perempuan sebagai pihak lain yang dianggap nggak berdaya. Meskipun tentu saja masih banyak yang waras, tak bisa dimungkiri kasus tersebut masih sering terdengar.
Pendidikan terakhirmu S1, S2 atau S3? Privilese yang kamu miliki makin bertambah~
Kemudahan mengakses pendidikan menggambarkan tingkat privilese seseorang. Kalau tingkat pendidikan terakhirmu adalah S1, S2, atau S3, maka kamu tergolong orang berprivilese. Secara sosial, kamu yang memiliki titel sarjana lebih terpandang dan berpendidikan. Dalam lingkup kerja pun, rata-rata gaji orang yang bergelar sarjana berbeda dengan orang lulusan sekolah menengah.
Dua hal tersebut hanya sedikit contoh aja. Masih banyak keistimewaan yang dimiliki seseorang dengan gelar pendidikan tinggi. Harus diakui, semakin tinggi tingkat pendidikan, kamu akan mendapatkan beberapa kemudahan, dalam meniti karier misalnya.
Walau pendapatan adalah suatu hal yang diusahakan, ternyata bisa juga jadi patokan
Mengutip University of Southern California, orang yang termasuk kelas menengah ke atas dapat disebut orang yang berprivilese. Kategori kelas sosial ini berbeda-beda tiap negara. Di Indonesia sendiri, kelas menengah dikategorikan orang yang berpenghasilan sekitar Rp2.600.000 – Rp6.000.000 per bulan.
Bila memilih jawaban kelas menengah atau kelas atas, maka kamu termasuk orang berprivilese. Menurut itung-itungan nih, kelas menengah dan kelas atas memiliki akses yang lebih mudah pada layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, bahkan hukum. Itulah yang membuat kelompok ini banyak dilimpahi hak istimewa ketimbang kelompok kelas bawah yang under-privilege.
Check your privilege | Illustration by Hipwee
Kondisi fisik yang lengkap juga menunjukkan privilese seseorang
Sadarkah kamu kalau kondisi fisik sangat memengaruhi hidup? Ya, seseorang tanpa cacat fisik satu pun lebih mudah menjalani hampir semua aspek kehidupan. Soalnya, dengan keterbatasan fisik, seseorang akan semakin sulit untuk melakukan beragam aktivitas. Mulai dari menempuh pendidikan, mengakses layanan publik, sampai menjalani pekerjaan. Makanya, kamu yang nggak termasuk kelompok difabel adalah orang yang berprivilese.
Ini kategori kamu punya privilese keluarga atau tidak. Udah tahu?
Privilese keluarga, istilah ini terdengar nggak asing, kan? Berkali-kali privilese keluarga jadi topik diskusi di dunia maya. Meski banyak orang yang membantah, privilese keluarga memang memengaruhi jalan hidup seseorang. Bahkan, menurut penelitian SMERU Institute, anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung berpenghasilan rendah ketika dewasa. Makanya, banyak anak dari keluarga miskin sulit keluar dari jerat kemiskinan jangka panjang.
Meskipun beberapa anak miskin mencapai kesuksesan finansial, persentasenya nggak terlalu besar. Sementara itu, anak yang lahir dari keluarga cukup makan yang berpenghasilan di atas Rp1.990.170 bisa dikatakan berprivilese. Kriteria ini ditentukan oleh Badan Pusat Statistik sesuai data pada tahun 2019. Kriteria keluarga miskin dan kaya berubah setiap tahunnya, maka nggak bisa dijadikan patokan yang saklek.
Sebenarnya, nggak ada yang salah bila kamu termasuk orang yang berprivilese. Pun sebaliknya, nggak salah juga kalau kamu tergolong orang yang tanpa privilese. Apalagi, belum tentu orang yang berprivilese pasti sukses dan hidupnya nggak ada hambatan. Namun, menyadari privilese adalah bentuk kerendahan hati bahwa ada beberapa hal yang kita miliki memang menyumbang banyak kemudahan hidup. Kita juga perlu sadar bahwa apa yang kita miliki sebagai hak istimewa ini belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Hidup tanpa privilese juga bukan berarti pembenaran untuk nggak melakukan apa-apa atau menyalahkan keadaan. Kamu tetap punya tanggung jawab atas hidupmu. Lakukan yang terbaik sesuai yang kamu miliki saat ini, ya. Untuk hasilnya, mari serahkan pada semesta.
Entah berprivilese atau tidak, kita harus berjuang hidup dan saling menghormati, SoHip!