Cuma Anak 90-an yang Paham sama 7 Langkah Jatuh Bangun Ngejar Gebetan Ini. Senyum-Senyum Sendiri Deh

Dari zaman Patih Gajah Mada hingga sekarang, lagu cinta tetap menjadi lagu yang selalu eksis. Hanya nada dan melodinya saja yang berubah. Begitu pula dengan cinta itu sendiri. Dari era sebelum sejarah sampai masa-masa milenial, cinta nggak pernah berubah. Ada yang dipendam, ada yang diungkapkan, ada yang berbalas, ada yang bertepuk sebelah tangan. Yang berbeda hanyalah cara pengungkapannya saja.

Sebagai anak generasi 90-an pasti kamu paham, bahwa kisah cinta anak sekarang (yang bisa kamu lihat di layar kaca setiap harinya) terasa kurang seru. Ya memang, generasi 90-an memang terkenal sebagai penganut chauvistis terhadap eranya sendiri. Mau bagaimana dong? Masa-masa 90-an itu memang nggak mudah dilupakan dan selalu menjebak kita dalam nostalgia.

Sejenak mari kita lupakan percintaan di sinetron remaja masa kini. Yuk, nostalgia lagi di era-era kamu memendam rasa masa remaja!

1. Nggak bisa langsung main ke rumah karena malu. Paling banter main ke rumah teman yang rumahnya sebelahan dengan rumah gebetan

Dibandingkan dengan anak zaman sekarang, keberanian dan rasa percaya dirimu yang remaja pastinya minus satu. Kalau anak zaman sekarang rasanya bebas saja main ke rumah pacar ataupun gebetan, kamu dulu nggak begitu. Kamu terlalu malu untuk menemui dia di rumah. Tapi karena penasaran, akhirnya kamu punya cara jitu. Kalau kebetulan kamu punya teman yang rumahnya dekat dengan rumah gebetan, kamu akan sering-sering main ke sana. Tentunya sambil curi-curi pandang ke rumah sebelah dong. Siapa tahu bisa melihat dia (dari jauh). Hehe.

2. Dulu nggak ada media sosial. Kalau mau kepo, harus nanya ke temannya. Ujung-ujungnya semua orang tahu kamu naksir si dia

Sama seperti orang jatuh cinta pada umumnya, kamu juga selalu pengen tahu tentang gebetan. Mulai dari makanan dan minuman favoritnya, band kesukaan, hingga apa cita-citanya di masa depan. Bedanya, anak masa kini bisa stalking gebetan dengan mudah. Tinggal buka media sosial, mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, hingga LinkedIn. Dalam sekejap kamu akan tahu kegiatannya sehari-hari, apa hobinya, artis favoritnya, sekarang sedang di mana, bangun dan tidur jam berapa. Kalau dulu, kamu harus kepo lewat teman-temannya. Tanya ini-itu, yang ujungnya semua orang jadi tahu kamu lagi naksir padanya. Malu dong! Eh tapi senang juga sih.

3. Pura-pura minjam catatan, niatnya nanti menyelipkan surat saat mengembalikan. Ternyata, oh, ternyata, kamu nggak berani melakukannya

Buku catatan semasa sekolah adalah saksi bisu kisah cintamu yang terpendam. Untuk bahan pembicaraan, kamu akan pura-pura ketinggalan pelajaran sehingga harus meminjam buku catatan. Dalam hatimu kamu berniat menyelipkan amplop merah jambu, seperti yang dibahas di lagu-lagu Vina Panduwinata dan Iwan Fals. Rasanya romantis nggak terkira. Sayangnya, lagi-lagi keberanianmu menciut dengan sendirinya. Pada akhirnya, kamu hanya terus melakukan aksi pinjam meminjam buku, tanpa pernah bernyali mengungkapkan perasaanmu.

4. PDKT zaman sekarang tinggal chat atau kirim WA. Dulu? Mendapatkan nomor teleponnya saja susah minta ampun, sudah begitu pas ditelepon yang ngangkat bapaknya

PDKT zaman sekarang identik dengan berbalas chat sepanjang waktu. Saling memberi perhatian sekaligus lempar kode-kodean, sampai kamu menemukan momen yang pas untuk melanjutkan aksi naksir-naksiran ke tahap pacaran. Tapi zamanmu dulu nggak begitu. Selain berbagai aplikasi chat memang belum tercipta, kamu pun belum punya HP. Adanya telepon rumah. Untuk mendapatkan nomer telepon gebetan kamu butuh perjuangan keras. Dan ketika akhirnya kamu nekat meneleponnya, kamu justru ketemu bapaknya. Duh. Siapa yang dulu hobi telepon tapi langsung ditutup saat diangkat, hayoo?

5. Masa-masa remajamu memang khas dengan radio. Menjadi secret admirer pun nggak lengkap tanpa aksi kirim-kirim salam lewat radio

Anak 90-an memang nggak lepas dari radio. Radio menjadi faktor yang menentukan termasuk tentang kisah cintamu yang lumayan pelik itu. Karena kamu nggak berani ngomong langsung, nitip salam ke teman juga sudah sering, akhirnya kamu mulai nitip salam di radio untuk menyempurnakan aksi secret admirer-mu. Kalau kamu punya nyali, kamu akan pakai nama asli. Tapi kalau kamu nggak punya nyali, apa boleh buat, nama palsu pun jadi. Lalu kamu akan mengirimkan lagu yang mengungkapkan isi hatimu. Esok harinya saat bertemu di sekolah, jantungmu dag dig dug nggak keruan. Kira-kira dia dengar nggak, ya?

6. Dulu duduk berdua sama dia sudah bikin deg-degan banget. Takut dicengin~

Kisah cintamu di era remaja didominasi aksi malu0malu kucing setiap harinya. Duduk berdua dengan gebetan sudah bisa membuat jantungmu bekerja lebih keras. Pertama, karena kamu salah tingkah, dan nervous habis berdekatan dengannya. Kedua, kamu juga ngeri dicengin temanmu. Maklum, zaman dulu asmara begitu sederhana. Jalan bareng berdua dari kantin ke kelas, atau terpergok duduk berdua di depan kelas sudah dianggap naksir-naksiran.

7. Belajar mati-matian buat main gitar. Supaya jadi keren bisa nyanyi di hadapan gebetan

Ingat nggak waktu dulu kamu berusaha keras belajar main gitar? Biasanya cowok-cowok yang melakukan ini. Tapi cewek-cewek pun nggak sedikit. Masalahnya, dulu remaja yang jago olahraga dan piawai memainkan alat musik itu pesonanya bertambah hingga 100%. Dengan mudah kamu akan dianggap spesies cool yang layak dijadikan idaman. Karena itulah, kamu berusaha keras untuk menjadi keren dan bisa menarik perhatian gebetan.

Sekarang kamu sudah besar. Sudah dikejar-kejar pertanyaan ‘kapan nikah?’ atau minimal ‘mana calonnya?’. Ya, namanya juga kehidupan. Masa-masamu memendam rasa di bangku sekolah, kirim-kirim salam lewat teman atau radio, sudah lewat. Dulu saat naksir seseorang kamu hanya berpikir ‘Duh, malu kalau sampai ketahuan’ atau bisa juga, ‘Kira-kira dia punya perasaan yang sama nggak, ya?’. Kalau sekarang, kamu hanya memikirkan ‘Ini anak serius nggak, ya? Bisa diajak nikah nggak, ya?’. Haha. Lucu, ya. 🙂

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi

Editor

Kadang menulis, kadang bercocok tanam