A Trip Down Memory Lane – Chapter 2: Reminiscing The Old Memory

A Trip Down Memory Lane - Chapter 2 Reminiscing The Old Memory

But if you loved me
Why’d you leave me?

(All I Want – Kodaline)

***

Entah cara apa yang dimaksud Thomas. Semalam pun aku enggak memberikan persetujuan apa-apa. Namun pagi ini, dia muncul di pintu indekosku dengan senyum lebar, seolah enggak terjadi apa-apa di antara kami.

Car free day, kamu enggak lupa, kan?” Dengan santai Thomas melenggang memasuki kamarku dan memandang berkeliling. Sejenak raut mukanya berubah saat menyadari perbedaan di kamarku.

Kamar ini tampak berbeda dibanding terakhir kali dia menginjakkan kaki di sini. Enggak ada lagi buku yang biasanya memenuhi meja belajarku, yang sebagian terpaksa diungsikan ke lantai karena rak dan meja sudah enggak sanggup menampungnya. Buku-buku itu kini sudah tersimpan di dalam kardus yang siap kukirim ke rumah temanku, Dinda, untuk dititipkan selama dua tahun ke depan karena enggak mungkin membawa semua buku itu ke Edinburgh. Aku juga enggak mau buang-buang uang untuk mempertahankan kamar indekos ini selama enggak tinggal di Jakarta.

Di lantai, ada koper yang terbuka. Aku sudah mulai memilah pakaian yang akan kubawa, dan sebagian pakaianku sudah tersimpan di koper besar yang sekarang bersandar ke dinding.

Thomas memutar tubuhnya untuk menatapku. Secepat kilat, dia mengubah air mukanya seolah dia enggak menangkap perubahan di kamar ini.

“Kamu siap-siap, gih. Nanti kesiangan, keburu ramai.”

Alih-alih mengikuti ucapannya, aku bergeming di tempat. Benakku masih mencerna apa tujuan Thomas mengunjungiku pagi-pagi begini. Bahkan di luar saja masih gelap.

This is just like the old time. Ketika Thomas selalu datang setiap Minggu pagi dan mengajakku car free day setiap kali dia berada di Jakarta.

Aku menggeleng. “Aku ngantuk.”

Thomas tertawa. “Kalau udah bangun, kamu enggak bakalan bisa tidur lagi.”

Menjalin hubungan selama lima tahun dengannya membuat Thomas sangat mengenalku. Termasuk kebiasaan kecil yang enggak diketahui semua orang.

Pagi ini, ketika menatap Thomas, aku kembali melongok ke dalam hatiku untuk mencari perasaan familiar dan akrab yang dulu selalu kurasakan setiap kali bersamanya. Namun, entah di mana perasaan itu sekarang. Rasanya seperti menatap orang asing.

“Sasha.”

Panggilan itu lagi.

Aku menelan ludah. Setelah mengangguk pelan, aku menuju lemari dan mengeluarkan pakaian olahraga, lalu mengunci diri di kamar mandi.

Entah permainan apa yang dilakukan Thomas sekarang, sekalipun aku sudah tahu hasil akhirnya seperti apa.

Aku mendapati Thomas tengah berbaring di tempat tidurku ketika aku keluar dari kamar mandi. Langkahku terhenti saat melihatnya.

Dia terlihat familiar, sekaligus asing.

Thomas membuka mata dan beradu pandang denganku. Tangannya terulur untuk meraihku. Sebelum aku sempat mencerna apa yang akan dilakukannya, Thomas menarikku hingga terjerembap di atas tubuhnya.

Tangannya melingkari pinggangku dengan erat, mempersempit jarak di antara kami. Aku bahkan bisa merasakan embusan napasnya di wajahku.

Thomas menarik Sasha dalam pelukan | ilustrasi: hipwee via www.hipwee.com

“I miss you,” bisiknya. Thomas menarik wajahku mendekat dan mendaratkan ciuman di bibirku.

Ciuman yang terasa akrab, tapi juga canggung di saat bersamaan.

Thomas mengecup bibirku erat, melesakkan lidahnya untuk saling berpagut dengan milikku. Ada dorongan dari dalam diriku yang membuatku akhirnya membalas ciuman itu. Aku melingkarkan tangan di lehernya ketika cumbuan Thomas terasa kian dalam.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Eks jurnalis dan sekarang menjadi content development di salah satu aplikasi. Mulai menulis di Wattpad sejak 2017 dan beberapa karya bisa dibaca di platform menulis online atau buku. Hubungi di @revelrebel_ (instagram) dan www.revelrebel.id

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi