Teganya WHO Menetapkan Jomblo Masuk Kategori Disabilitas. Perih Sih, Tapi Ada Keuntungannya Nggak Ya?

Nasib jomblo memang selalu menarik untuk dibahas. Setelah menjadi korban bully setiap malam minggu, sekarang kaum jomblo harus menghadapi cobaan baru, yakni rencana aturan anyar WHO (World Health Organization): bahwa ketidakmampuan mencari pasangan dikategorikan sebagai disabilitas.

Wah, kok bisa?

Keputusan ini muncul bulan Oktober lalu, seperti yang dilansir dari sebuah media Inggris yaitu Telegraph . Berita ini segera menjadi viral dan hangat dibicarakan. Bagaimana bisa status ‘tak punya pasangan’ mu yang hanya karena belum ketemu jodoh saja dikategorikan sebagai ‘kecacatan’?

Jangan emosi dulu, guys. Ini penjelasannya!

1. Jelas organisasi sekelas WHO nggak cuma iseng dan niat mem-bully kaum jomblo saja. Keputusan ini adalah imbas dari definisi baru atas kesuburan

derita jomblo

derita jomblo via www.arrajol.com

Meski sekilas pernyataan ini terlihat iseng seperti candaan di media sosial yang kadang kelewatan, WHO punya alasan lho. Pernyataan ini merupakan dampak lebih lanjut dari redefinisi kata infertifitily (ketidaksuburan). Sebelumnya, kategori infertile diperuntukkan untuk pasangan yang gagal mendapatkan keturunan setelah 12 bulan menikah. Namun, standar baru yang sedang diwacanakan ini memasukan ketidakmampuan untuk menemukan pasangan yang cocok, alias jodohnya nggak ketemu-ketemu, dalam kategori disabilitas.

Menurut WHO, infertility bukan cuma karena masalah medis saja, tapi harus meliputi problematika sosial juga. Laki-laki atau perempuan yang tak punya anak tapi ingin jadi orangtua juga termasuk kategori infertile. Selanjutnya, WHO akan memasukkan infertility dalam International Classification of Diseases (ICD), yang berisi klasifikasi penyakit.

2. Intinya, menurut WHO, semua orang punya hak untuk bereproduksi. Termasuk kaum tuna asmara yang sulit menemukan cinta

yang single juga boleh punya anak

yang single juga boleh punya anak via www.tumblr.com

Selama ini memiliki keturunan identik dengan mereka yang sudah menemukan pasangan dan menikah. Apalagi di Indonesia, punya anak tanpa punya pasangan sudah pasti membuatmu dicap ‘bukan orang baik-baik’. Tapi bila aturan baru ini jadi diterapkan, baik yang sudah punya pasangan atau belum, keduanya punya hak yang sama untuk memiliki keturunan. Menurut WHO, ini adalah sebuah kesempatan besar, yang memberikan hak kepada setiap orang untuk membentuk keluarga dengan atau tanpa adanya pasangan.

“Dengan definisi infertility yang baru tersebut meliputi juga hak bagi setiap individu untuk punya keluarga, termasuk juga pria lajang, perempuan lajang, dan pria ataupun wanita homoseksual.” Kata Dr. David Adamson, salah satu inisiator definisi baru ini seperti yang dilansir dari Telegraph.

3. Pada akhirnya, keputusan ini memberikan peluang untuk punya keturunan tanpa pasangan dengan akses teknologi kesehatan

akhirnya semua boleh mengajukan bayi tabung

akhirnya semua boleh mengajukan bayi tabung via hellosehat.com

Bila aturan baru ini benar-benar diresmikan, artinya kamu yang belum punya pasangan, apalagi menikah juga punya akses secara legal untuk memiliki keturunan dengan teknologi reproduksi seperti bayi tabung. Selama ini, teknologi bayi tabung atau in vitro fertilisation hanya boleh diakses oleh pasangan resmi yang terbukti infertile secara medis. Lebih lanjut lagi, aturan ini juga memberikan kesempatan bagi LGBT untuk memiliki keturunan.

Lebih jelasnya, nantinya untuk punya anak nggak perlu pasangan lagi, guys. Asal punya uang untuk menempuh teknologi yang pastinya nggak murah itu dan niat untuk benar-benar jadi orangtua yang baik, kamu sudah bisa punya anak.

4. Mungkin WHO memikirkan kenyataan bahwa jodoh nggak bisa ditebak kapan datangnya. Kasihan ‘kan dia yang baru bertemu jodoh di usia senja dan berbahaya?

nyari jodoh memang susah

nyari jodoh memang susah via www.patheos.com

Kalau dicocok-cocokkan, pernyataan WHO ini mungkin memang cocok dengan konsep jodoh. Selama ini kita selalu dicekoki bahwa jodoh itu misteri Tuhan. Kita nggak pernah tahu kapan dia datang. Kita juga nggak tahu apakah dia akan benar datang atau tersesat terlalu jauh sampai lupa jalan yang benar. Padahal mungkin banyak orang yang ingin memiliki anak agar tidak kesepian dan punya keturunan namun terhalang karena susah cari pasangan. Sekadar menebak, mungkin WHO memikirkan nasib orang yang jodohnya susah. Ketika akhirnya ketemu, usia sudah nggak memungkinkan untuk punya keturunan. Karena untuk sebagian orang, yah, mencari pasangan memang jauh lebih susah daripada nyari pekerjaan.

5. Sebagian bilang ini keputusan yang jenius, sebagian yang lainnya bilang ini ‘absurd dan nonsense

kritik pun berdatangan

kritik pun berdatangan via winewitandwisdomswe.com

Aturan ini rencananya baru akan diumumkan awal tahun depan. Selanjutnya, WHO akan mengirimkan pemberitahuan kepada Menteri Kesehatan masing-masing negara untuk merevisi kebijakan kesehatannya. Tapi ternyata rencana aturan baru ini menimbulkan banyak kritik. Banyak yang protes mengenai keputusan dimasukkannya infertility sebagai penyakit, dan bahkan disabilitas. Banyak juga yang bilang bahwa keputusan ini nggak masuk akal karena berpotensi menciptakan ledakan populasi yang tak bisa dikendalikan. Sebagian yang lain berpendapat bahwa aturan baru ini justru merugikan pasangan yang benar-benar infertile (secara medis), karena harus bersaing dalam akses teknologi IVF dengan dia yang infertile (secara sosial).

Begitulah wacana WHO untuk memasukkan ‘kesendirian’mu dalam kategori disabilitas. Tapi karena belum resmi, santai saja guys. Masih banyak yang bisa terjadi kok sampai awal tahun depan. Eh, menurutmu ini kabar buruk atau kabar baik sih?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi