Ephemeral #6 – Let’s be Honest

Ephemeral chapter 6 honey dee

Bagi Ivy, kehadiran Ben menjadi satu-satunya tempat ia mencurahkan isi hatinya di negeri dan orang-orang yang asing ini. Bagi Ben, kehadiran Ivy dan Delilah menjadi pemicu ingatan tentang masa lalunya sendiri yang tak kalah menyedihkan.
***

“Apa tinggal di tempat baru yang membuatmu menangis terus atau ada hal lain?” tanya Ben saat Ivy membukakan pintu untuknya pagi itu. 

“Tidak. Aku … hanya … terkena serangan panik. Masuklah,” kata Ivy, membukakan pintu untuk pemilik apartemen itu. “Delilah masih tidur. Semalam dia kelihatannya terlalu lelah untuk bangun. Setelah mandi, dia—astaga! Apa yang kamu bawa? Banyak sekali!”

“Aku memikirkan kalian semalam. Kalian hanya membawa sangat sedikit pakaian. Aku tidak yakin kalian—hei, aku salah. Kamu sudah masak? Aromanya enak sekali.” Ben meletakkan tas besar dan plastik besar berisi barang belanjaan di meja makan. 

“Aku membeli apel dan membuat pie. Delilah suka pie apel. Kalau … kamu tidak keberatan … kita … bisa makan bersama.” Ivy meremas celemek yang dia dapat dari laci dapur. 

Ben melihat Ivy sambil tersenyum kecil. Bibir merahnya menyunggingkan senyum yang terlihat manis di antara berewoknya. 

“Kenapa?” tanya Ivy bingung. Dia menyelipkan rambut ke belakang telinganya dan tiba-tiba merasa tidak enak. Ben melihatnya dengan cara yang berbeda. Dia sampai berpikir mungkin saja ada yang salah dari dirinya. 

Ben menggeleng. “Tidak.”

“Tolong, katakannya sesuatu dengan jujur. Apa aku melakukan kesalahan? Aku … merasa kamu mentertawakanku.”

Lelaki itu menarik napas dalam-dalam. Ivy berpikir dia ingin mengatakan sesuatu, tapi ternyata malah mengembuskan napas sambil berkata, “Tidak ada. Sungguh.”

Dia mengangguk, berusaha menelan jawaban yang tidak menjelaskan apa pun itu. Ekspresi Ben mengatakan kalau bukannya “tidak ada”, tapi memang dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Ini membuat Ivy jadi gelisah. Dia merasa yang dilakukannya salah, tapi Ben tidak ingin mengatakannya. Dia sampai melihat ke cermin untuk memeriksa apakah ada noda di wajah dan bajunya. Ternyata tidak. Rambutnya masih tergelung rapi dengan ikat rambut yang selalu dipakainya. Wajahnya juga polos biasa saja. Dia memang terlihat lebih pucat, tapi dia yakin ini hanya karena kurang istirahat.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis yang telah menghasilkan lebih dari 30 judul karya ini masih berusaha menjadi orang baik. Kalau bertemu dengannya di media sosial, jangan lupa tepuk bahunya dan ingatkan kalau dia juga butuh pelukan.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi