Mulai Soekarno Hingga Jarot, Ini Sejarah Panjang Simpang Susun Semanggi. Ternyata Punya Makna Besar!

Kemacetan Ibukota Jakarta memang sudah tidak dapat dihindari lagi. Seakan telah menjadi santapan sehari-hari, kesemrawutan kendaraan terus memenuhi jalan-jalan dengan segala macam bentuknya. Satu masalah yang sudah ada sejak dulu ini pun terus dicari solusinya dari zaman ke zaman. Pemerintah DKI yang tak pernah henti mencari gagasan demi mengurangi kemacetan terus melakukan pembangunan, salah satunya ialah Simpang Susun Semanggi.

Advertisement

Jembatan lengkung terpanjang di Indonesia ini, memang memiliki sejarahnya tersendiri. Banyak cerita di balik pembangunannya dari dulu hingga kini. Tapi satu hal yang pasti, tujuannya tetap sama, yakni ingin mengurangi kemacetan di Ibu Kota. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah ini memang patut diapresiasi. Tak hanya bisa mengurangi hampir 30% kemacetan di sepanjang ruas Jalan Semanggi, JLNT (Jalan Layang Non Tol) ini juga akan menjadi wajah baru Jakarta. Lalu seperti apa sih kisah yang ada di balik pembangunannya itu?

Dibangun sejak lama dari tahun 1961 atas inisiasi Bung Karno, lalu kenapa baru disempurnakan sekarang?

Menata sebuah ibukota memang bukanlah sebuah perkara mudah. Butuh pemikiran yang dalam serta keberanian untuk mengambil sebuah keputusan demi jalannya pembangunan. Banyak problematika yang harus dihadapi oleh pemerintah untuk bisa mewujudkan visi misi penataan negara. Hal ini juga terjadi ketika Presiden RI pertama, Soekarno telah memantapkan idenya untuk membangun stadion olahraga megah di bilangan Senayan pada tahun 1961.

Ir Sutami yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum (PU), mengusulkan kepada Bung Karno untuk membangun jembatan guna mengatasi kemungkinan munculnya persoalan kemacetan. Pembangunan Glora Bung Karno dan Jembatan Semanggi pun menjadi proyek prestise Soekarno saat menyambut Asian Games tahun 1962.

Advertisement

Proyek ini juga sempat mendapat penolakan keras dari warga Jakarta karena saat itu kondisi keuangan negara sedang krisis. Tapi atas keberanian Soekarno, pembangunan Jembatan Semanggi tetap dilanjutkan. Hingga pada era Soeharto, ruas jalan ini semakin dikembangkan dengan adanya tol dalam kota. Baru ketika zaman pemerintahan Jokowi dan Ahok, jalanan ini disempurnakan dengan dibangunnya Simpang Susun Semanggi. Perjalanan panjang dengan segala macam pertimbangan dan polemik harus dihadapi oleh 3 generasi pemerintahan demi mencapai satu tujuan, yakni mengurangi macet serta memperindah ibukota ini.

Tidak sama sekali menggunakan dana APBD, Pemprov DKI justru meminta pihak swasta untuk membiayainya

Sebuah gagasan dan keputusan berani dari Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dipanggil Ahok ini memang patut diacungi jempol. Pada tahun 2016 lalu, Ahok yang kala itu masih menjabat menggunakan Peraturan Gubernur DKI Jakarta, yang memberi syarat kepada sebuah perusahaan swasta untuk membiayai proyek Simpang Susun Semanggi sebagai kompensasi kenaikan koefisien luas bangunan (KLB) atas pembangunan konstruksi mereka di Ibu Kota.

Pembangunan yang memiliki anggaran hingga Rp 500 miliar lebih ini sama sekali tidak mengganggu dana APBD. Langkah Ahok untuk menggunakan dana CSR dari perusahaan swasta pun diapresiasi oleh Jokowi. Belum lama ini, Djarot Syaiful Hidayat pun secara transparan mengungkapkan bahwa masih ada sisa uang Rp 200 miliar dari total anggaran yang akan digunakan untuk membuat trotoar dan ducting di sekitar Simpang Susun Semanggi. Wuah, kerja nyata pemerintah kita ini memang sudah seharusnya kita dukung dan apresiasi.

Advertisement

Jalan melengkung yang memiliki bentuk seperti bunga Semanggi ini ternyata memiliki arti sendiri. Beginilah filosofinya…

Desain cantik yang menghiasi Jalan Layang Non Tol (JLNT) Semanggi ini memang sangat indah jika dilihat dari atas. Bentuknya yang mirip dengan tanaman merambat berjenis Marsileaceae ini juga memiliki filosofinya tersendiri. Menurut Soekarno, susunan daun semanggi memiliki nilai filosofi yang dalam, yakni simbol persatuan bangsa.

Jika ditelaah lebih jauh lagi, Simpang Susun Semanggi ini didesain oleh Jodi Frimasyah, ahli jembatan dari ITB yang pernah merancang Jembatan Barelang, ikon Pulau Batam. Jalanan melengkung ini juga akan menjadi ikon kedua setelah Monas. Tak hanya menggunakan teknologi canggih, jalan melengkung sepanjang 1,6 km ini juga akan dihiasi oleh pencahayaan lampu yang indah.

Lampu warna-warni yang digunakan pun nantinya juga bisa dioperasikan dari Balai Kota. Adapun pagar flyover yang memiliki motif daun semanggi di sisi luarnya, sedangkan sisi dalam akan bermotif gigi balang seperti rumah adat Betawi. Keren!

Hadiah terindah dari Pemprov DKI untuk kemerdekaan Indonesia

Proyek yang dimulai pada 2016 lalu ini memang merupakan gagasan dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama saat itu. Pada 28 Juli 2017 kemarin, Simpang Susun Semanggi juga telah diuji coba hingga 5 Agustus mendatang.

Pembangunan yang hanya membutuhkan waktu pengerjaan 1.5 tahun ini dianggap sebagai hadiah terindah dari Ahok untuk Jakarta. Dan sesuai rencana awal, Simpang Susun Semanggi baru akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 17 Agustus nanti ketika bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia. Untuk sementara waktu, JLNT ini hanya digunakan untuk kendaraan roda empat. Pertimbangannya, Simpang Susun Semanggi lumayan tinggi untuk dilalui kendaraan roda dua.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Biarkan hasil yang berbicara bukan cuma omongan semata.

CLOSE