Pengakuan 5 Wanita yang Mengalami KDLP (Kekerasan Dalam Lingkup Pacaran), Perih Nggak Cuma di Tubuh

Hubungan percintaan memang menimbulkan berbagai ekspresi dari pelakunya. Ada yang merasakan kegembiraan, ketegangan, bingung, kadang sedih, juga kesakitan. Masing-masing dari mereka pernah punya kisah percintaan yang orang lain nggak pernah tahu, karena hanya mereka sendiri yang bisa merasakannya.

Advertisement

Seperti halnya roda kehidupan yang nggak pernah berjalan mulus, begitupun soal kisah percintaan. Beberapa cewek mengaku bahwa dirinya kerap mendapatkan tindak kekerasan dari pasangannya. Kalau dalam konteks rumah tangga, kita biasa menyebutnya KDRT (Kekerasan Dalam rumah Tangga). Namun dalam hal ini, bolehlah kita menyebutnya dengan KDLP (Kekerasan Dalam Lingkup Pacaran).

Sayangnya, hubungan asmara yang disertai tindak kekerasan seringkali nggak terlihat, karena biasanya nggak langsung melibatkan kekerasan fisik. Karenanya, para korban sering nggak menyadarinya. Beberapa pengakuan dari para korban KDLP ini semoga bisa membuka mata kita, bahwa hubungan yang disertai dengan tindak kekerasan nggak layak untuk dipertahankan.

“Nggak tahu kenapa aku jadi sangat sensitif, terutama ketika disentuh. Bahkan aku menjadi ketakutan setengah mati saat nggak sengaja melakukan kesalahan” – Helena

sensitif untuk disentuh

sensitif untuk disentuh via blogs.jpmsonline.com

Helena, yang menjadi korban kekerasan mengalami trauma berkepanjangan. Salah satunya adalah merasa terintimidasi ketika disentuh secara fisik. Perlakuan kasar yang kerap ia dapatkan dari pasangannya membuat psikologisnya terganggu. Ia akan menyimpan memori di mana tubuhnya mengalami siksaan. Sehingga ketika disentuh secara fisik, tubuhnya akan berontak karena terbiasa menerima kesakitan yang nggak mereka inginkan.

Advertisement

Begitu pun ketika ia nggak sengaja melakukan kesalahan. Sekecil apapun kesalahan itu, akan dianggap sebagai pemicu kekerasan. Sama seperti yang ia alami dalam hubungan asmaranya.

“Penting untuk mendahulukannya daripada siapapun juga, termasuk keluarga dan teman dekat. Sedih sebetulnya menjauh dari orang-orang kesayangan, tapi aku bingung apa yang harus dilakukan” – Lulu

menjauh dari orang terdekat

menjauh dari orang terdekat via www.huffingtonpost.com

Pelaku kekerasan terkadang menuntut pasangannya untuk lebih mementingkan dirinya daripada siapapun. Nggak jarang, si korban akan menjauh dari orang-orang terdekatnya termasuk keluarga. Hal ini dialami juga oleh Lulu, ia seringkali berada pada posisi harus memilih antara pasangannya, sahabat, saudara, bahkan keluarga. Secara nggak sadar, ia dipisahkan dari keluarga dan orang-orang terdekat karena harus mendahulukan pasangannya. Menjauhi orang-orang terdekat juga dilakukan untuk menutupi apa yang ia alami selama ini.

“Aku nggak nyangka, kenapa orang yang aku sayang begitu tega memperlakukanku seperti itu. Aku hanya percaya suatu saat ia akan membaik” – Nissa

Advertisement
berharap yang terbaik

berharap yang terbaik via upstreamdownstream.org

Nissa hanya bisa pasrah mendapati orang yang ia kasihi sebegitu teganya menyakitinya. Korban kekerasan seperti Nissa ini termasuk orang-orang yang naif dalam menjalani hubungan percintaan. Mereka sadar bahwa mereka disakiti secara fisik namun mereka sama sekali nggak berpikir untuk menyudahi hubungannya. Keyakinan akan perubahan sikap setiap orang menjadi alasan baginya untuk tetap mempertahankan hubungan yang nggak lagi manusiawi.

Padahal semakin cewek pasrah mendapatkan perlakuan nggak menyenangkan dari pasangannya, semakin berkuasalah pasangannya itu. Maka jika saat pacaran sudah menjadi korban kekerasan dan tetap bertahan karena berbagai alasan, lama kelamaan cewek menjadi nggak berdaya.

“Kadang aku berpikir, apakah memang aku yang salah dan cacat, sehingga keadaan dan semua siksa ini begitu berat untuk dijalani?” – Flora

menyalahkan diri sendiri

menyalahkan diri sendiri via www.theodysseyonline.com

Mereka yang putus asa dan tertekan cenderung akan menyalahkan diri sendiri. Keberlangsungan hubungannya yang entah kemana juntrungannya, dijadikan pemicu untuk bertindak bodoh, mulai dari mencari kesalahan hingga menyiksa diri sendiri. Bukankah ini sebuah fakta yang konyol? Barangkali efek karena kerap ditoyor kepalanya oleh pasangan, hingga otak depan berpindah ke belakang. Hal semacam ini sungguh sangat disayangkan, bukan?

“Berhubung aku sering dimaki dan dipukuli, sekarang aku hampir nggak punya perasaan lagi. Bagiku adalah hal biasa untuk bertindak kasar terhadap orang lain” – Karina

terbiasa diperlakukan kasar

terbiasa diperlakukan kasar via nydivorcefirm.com

Mirisnya, mereka yang sudah terbiasa menerima perlakuan kasar dari pasangannya akan berubah menjadi orang yang kasar juga. Keadaan yang dialaminya ini dianggap sebagai suatu kebiasaan yang normal. Atau bisa jadi mereka menaruh dendam yang amat sangat dan melampiaskannya pada orang lain.

Ini adalah bukti bahwa kekerasan pun bisa menular. Banyak cara yang dilakukan korban untuk melampiaskan kekecewaannya terhadap keadaan yang dialami. Termasuk juga menyakiti orang lain. Kekerasan yang terjadi selama masa pacaran hendaknya disadari dan dihindari sedini mungkin. Kekerasan yang berlarut-larut kadang justru terjadi karena korban nggak berbuat apa-apa lantaran faktor rasa cinta. Ini salah kaprah.

Jangan membudayakan rasa malu, takut, salah atau hal lain yang sifatnya melemahkan diri. Penting bagi cewek untuk berani mengatakan ‘stop‘ dan ‘tidak’ ketika pertama kali mendapatkan perlakuan kasar dari pasangannya. Bukan hanya ucapan, tapi juga tindakan dengan cara berani meninggalkannya.

Suka artikel ini? Yuk follow Hipwee di mig.me!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

salt of the earth, light of the world

CLOSE