Penghuni Sisi Lain Sekolah #5 – Nini Thowok

Penghuni Sisi Lain Sekolah chapter 5

Berawal dari kesurupan massal di kelas 10, Arum menemukan boneka Nini Thowok dan perangkat ritual di sebuah ruangan terbengkalai yang ada di sekolah. Apa benar, ada seseorang yang sengaja mengusik penghuni sisi lain sekolah ini? Jika benar, untuk apa?
***

“Pagi, Mbak Arum! Hmm … kayaknya lagi seneng, nih?”

Pak Darno menyambutku tepat setelah selesai membukakan gerbang sekolah.

“Iya, Pak. Bentar lagi kan mau ada acara seru, promnite-nya anak kelas 12 mau digabung sama acara pentas seni. Pasti seru, ‘kan?” ceritaku pada Pak Darno tentang kabar yang akhir-akhir ini santer kudengar.

“Wah, iya … iya … pasti seru. Nanti Bapak pasti kebanjiran makanan lagi,” ucapnya dengan nada yang senang.

“Kalau itu nggak usah nunggu promnite. Nih Arum bawain gorengan khas desa buat Pak Darno. Dimakan ya, Pak. Ibu yang bikin,” ucapku sambil menyerahkan gorengan hangat yang sengaja dibuatkan oleh ibu.

“Wah, aromanya ada pisang gorengnya nih. Makasih ya, Mbak Arum. Titip salam buat ibu.”

Aku mengiakan dan segera berpamitan pada Pak Darno untuk masuk ke kelas.

***

“Eh, Rum, jadi update kabar Nia gimana?” ucap Rindi yang baru saja sampai dan duduk di sebelahku.

“Nia sudah mulai pulih, Rin. Tenang aja, katanya dua atau tiga hari lagi dia sudah masuk,” jawabku.

Kabar baiknya, setelah kejadian hilangnya Nia yang ditemukan di kelas 11 D yang tersembunyi itu, kepala sekolah memutuskan untuk menutup total akses menuju ruangan mengerikan tersebut. 

Bel tanda pelajaran dimulai pun berbunyi. Semenjak kejadian Nia beberapa hari yang lalu, aktivitas belajar mengajar berlangsung seperti biasa tanpa ada hal-hal keanehan. Yah … aku berharap semoga saja ketenangan ini berlangsung untuk seterusnya.

Tetapi sepertinya aku terlalu banyak berharap. Sekali lagi, dugaanku salah.

Brakk!!!

Terdengar suara pintu yang didobrak berasal dari lantai bawah, tepatnya salah satu ruangan dari kelas 10. Awalnya seluruh siswa tidak memedulikan suara itu dan kembali melanjutkan pelajaran. Namun, tak lama kemudian suara itu kembali terdengar dengan lebih keras. Seolah-olah ada sesuatu yang terjadi di sana.

Tak lama, suara langkah kaki seseorang berlari menuju ruangan kelasku dan dengan tergesa-gesa membuka pintu.

“Kak Arum! Tolong, Kak! Anak-anak  kelas 10A …,” ucap salah seorang siswi yang sepertinya adik kelasku. Napasnya terengah-engah.  “Anak-anak kelas 10A kesurupan, Kak!”

“Hah? Lagi??” 

Spontan aku berdiri mendengar ucapannya, tapi kemudian aku teringat bahwa ini masih dalam jam pelajaran. Aku menoleh pada Bu Ranti yang sedang mengajar. Untung saja beliau hanya mengangguk, memberiku izin untuk membantu.

“Yang lain tetap di kelas, jangan ada yang keluar,” perintah Bu Ranti.

Aku sedikit menunduk mengucapkan terima kasih pada Bu Ranti yang sudah mengizinkanku dan segera menghampiri siswi itu.

“Tunjukin di mana kelasnya,” pintaku padanya.

Kami segera berlari menuju kelas 10A dan tepat saat mencapai lorong kelas sepuluh, suasana sama sekali berbeda dengan di atas. Hampir semua guru yang tidak bertugas berusaha menahan murid-murid kelas 10 A yang kesurupan.

“Pak! Pak Darno, kenapa bisa begini?” tanyaku pada Pak Darno yang sudah sampai di kelas itu terlebih dahulu.

“Bapak Juga nggak tahu, tiba-tiba Bu Rini yang sedang mengajar kelas 10A teriak minta tolong,” jelas pak Darno.

Tak lama terdengar suara langkah kaki seseorang yang berlari mendekat. Sepertinya dia juga dimintai tolong untuk membantu di tempat ini.

“Gimana kondisinya, Rum?” tanya Guntur yang baru saja sampai.

“Aku juga baru saja sampai, kita cek dengan hati-hati,” jelasku.

Kami memasuki ruang kelas 10A, dan seketika tercengang dengan keanehan yang terjadi. Ternyata beberapa siswa yang berusaha ditahan oleh guru di lorong tadi hanyalah sebagian dari keseluruhan siswa yang kesurupan.

“Ini gila …” ucap Guntur terdengar ngeri saat melihat pemandangan di kelas itu.

Tidak ada kericuhan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penulis kisah horor yang hobi traveling.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi