Kewajiban Berpuasa Selama 20 Jam Sehari Tak Lantas Bikin Mereka yang di Eropa Melupakan Ramadhan

Rata-rata, kamu yang saat ini berada di Indonesia, menjalani ibadah puasa kurang lebih empat belas jam setiap hari. Dari sekitar pukul empat pagi, kamu mulai berpuasa sampai sekitar pukul enam sore kamu sudah boleh berbuka puasa. Rutinitas puasa seperti ini, bagi sebagian orang, mungkin sudah cukup berat.

Sekarang bayangkan jika kamu puasa di Eropa yang tahun 2015 ini bertepatan dengan musim panas, sehingga waktu berpuasanya sekitar 19-20 jam setiap hari! Yap, kamu nggak salah dengar. Teman-teman kita yang saat ini berada di negara-negara Eropa harus berpuasa dari jam tiga pagi sampai jam sepuluh malam. Lalu, apakah itu bikin muslim yang ada di sana nggak puasa? Nope! Dengan waktu puasa yang lebih panjang itu, mereka tetap rajin berpuasa.

Lama waktu berpuasa di setiap negara berbeda, tergantung terbit dan tenggelamnya matahari.

Lamanya puasa di tiap daerah berbeda-beda

Lamanya puasa di tiap daerah berbeda-beda via www.voa-islam.com

Kamu yang muslim pasti paham, perhitungan waktu puasa mengacu pada matahari terbit dan tenggelam. Oleh karena itu, perhitungan puasa tiap negara beda-beda. Ada yang lebih panjang dari Indonesia, ada pula yang lebih pendek dari Indonesia. Seperti Australia, misalnya, teman-teman muslim yang berada di sana hanya puasa selama sepuluh jam karena mereka sedang menikmati musim dingin, jadi siangnya lebih pendek.

Nah, pada saat ini di Eropa sedang summer di mana matahari bersinar lebih lama dari musim-musim lainnya. Makanya waktu puasanya lebih panjang. Pada beberapa bagian di Rusia, kaum muslim di sana harus berpuasa selama 22 jam!

Mereka yang tinggal di Eropa, tahun ini berpuasa selama 19-20 jam sehari! Meskipun begitu perintah agama wajib tetap dijalankan.

Matahari tenggelam jam 12 malam

Matahari tenggelam jam 12 malam via ramadan.metrotvnews.com

ā€œDi sini imsak jam 3.02 terus bukanya 21.36. Awalnya aku ragu mauĀ puasa tapi karena disemangati sama teman-teman Indonesia lainnya jadi niat puasa deh,ā€ ujar Laras, mahasiswi asal Indonesia yang sedang mengikuti program studi di Jerman.

Beruntung Laras akrab dengan perkumpulan mahasiwa Indonesia yang ada di Jerman. Di tempat tinggalnya pun banyak mahasiswa asal Tunisia yang mengajak dia untuk tetap berpuasa meski cukup berat.

Habis buka puasa, sholat maghrib lanjut sholat isya, tarawih terus langsung sahur lagi.

Baru aja buka udah sahur

Baru aja buka udah sahur lagi via www.worldbulletin.net

Dengan waktu makan yang sangat singkat, tentunya mereka yang berpuasa di Eropa memanfaatkan malam hari yang pendek itu dengan tidak tidur. Pukul setengah sepuluh, mereka baru berbuka puasa, sehingga sholat tarawih baru bisa dilakukan di atas jam dua belas malam. Setelah terawih, mereka langsung melanjutkan dengan makan sahur. Kebayangkan bagaimana pendeknya waktu makan mereka yang berpuasa di Eropa?

Buka puasa jam 10 malam, mereka pun susah untuk buka puasa di restoran seperti kebiasaan kita yang ada Indonesia.

Bukan cuma buka bareng, tapi juga masak bareng!

Bukan cuma buka bareng, tapi juga masak bareng! via www.nytimes.com

Kalau kita di Indonesia, menjelang buka puasa sudah sibuk mau buka di mana, beli makanan apa. Mereka yang berpuasa di Eropa justru tak bisa merasakan berbuka puasa luar rumah. Rata-rata tempat makan sudah tutup pukul sepuluh malam. Untuk itu, mau tak mau mereka harus makan di rumah. Kalau mau makanan restauran ya harus beli sebelumnya untuk dimakan malam hari. Kebanyakan dari mereka yang berpuasa di Eropa adalah memasak sendiri makanan buka puasanya.

ā€œDi asramaku sih jam delapan malam, kita yang puasa sudah masak bareng-bareng untuk berbuka puasa,ā€ ujar Laras.

Wah, seru juga ya!

Selama puasa pun kegiatan mereka tak berkurang. Jam kerja tetap ketat, tugas terus menumpuk dan tempat makan tetap buka seperti biasa.

Mas Ozil pemain timnas Jerman juga puasa lho!

Mas Ozil pemain timnas Jerman juga puasa lho! via beritaakang.blogspot.com

Suasana Ramadhan pun hampir tak nampak di Eropa. Kalau pun ada, mungkin hanya di daerah-daerah tertentu yang dekat masjid atau memang kawasan muslim. Di Indonesia, saat bulan Ramadhan tempat makan ditutup dengan kain dengan tujuan menghormati yang berpuasa, beberapa tempat makan pun tutup total ketika siang hari. Tidak demikian dengan di Eropa, semua kegiatan berlangsung seperti biasa. Mereka yang berpuasa di Eropa pun harus menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Yang bekerja tetap bekerja seperti hari biasa, yang kuliah tetap kuliah. Wah, gimana ya rasanya puasa, nggak makan dan nggak minum, selama sembilan belas jam di antara lingkungan yang nggak berpuasa dan masih tetap berkegiatan seperti biasa. Pasti mereka yang menjalaninya sangat luar biasa.

Untungnya, musim panas jadi cuacanya nggak terlalu dingin.

Udaranya pas

Udaranya pas via news.detik.com

Di antara berbagai cobaan yang dihadapi saat berpuasa di Eropa kalaĀ summer,Ā tentu juga ada kenikmatannya. Pada saatĀ summer cuaca di Eropa tidak dingin menusuk tulang. Meski demikian, udaranya pun tak panas terik seperti di negara tropis. Bisa dibilang cuaca di sana cukup hangat, tidak dingin menggigil, juga tidak panas membara. Pas lah pokoknya. Sehingga, mereka yang berpuasa di Eropa pada saatĀ summerĀ seperti sekarang ini tak terlalu kelaparan karena dingin, juga tak terlalu kehausan karena panas.

Lalu bagaimana dengan teman-teman yang tinggal di Lingkar Artik, dimana matahari tak pernah terbenam pada puncak musim panas?

Tengah malam di Norwegia pada musim panas

Tengah malam di Norwegia pada musim panas via www.theatlantic.com

Tantangan muslim yang tinggal di region Lingkar Artik, seperti Norwegia atau Finlandia, jauh lebih berat dibanding daerah lainnya. Karena pada puncak musim panas, matahari tak benar-benar terbenam di sana. Ya, mereka merasakan 24 jam terang benderang tanpa malam yang gelap. Lalu bagaimana mereka mengatasi tantangan tersebut?

Untungnya cendikiawan muslim setempat telah mengeluarkan fatwa untuk menyamakan durasi puasa mereka dengan Mekah . Itu artinya, jika imsak di Mekah jatuh pada pukul 5 pagi maka penganut agama Islam di region Artik juga turut mematuhi imsak pukul 5 pagi setempat. Begitu pula pada saat berbuka.

Seberat apapun tantangannya, salut untuk kamu yang tetap menjalani puasa dalam waktu pajang.

Kalau mereka aja semangat, kamu juga dong!

Kalau mereka aja semangat, kamu juga dong! via www.grazia.co.id

Waktu puasa yang lebih lama, tak menghalangi niat tulus mereka untuk tetap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini. Untuk orang-orang Indonesia yang kebetulan sedang memiliki urusan di Eropa, mungkin ini menjadi sensasi yang baru dan berbeda. Berpuasa di Eropa saat musimĀ summer juga membuat umat muslim yang ada di Eropa semakin kompak.

Nah, kalau saudara-saudara kita yang di Eropa saja semangat berpuasa meski waktunya lebih lama dari di Indonesia, masa kamu yang cuma puasa empat belas jam malas-malasan? Semangat dong!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini