Review Dilan 1990: Jangan Menilai Film dari Trailernya. Buktinya Film Ini Cukup Menghibur Kok

Review film Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

7/10

Dilan telah membuktikan kalau nggak sanggup bikin puisi mending bikin rayuan romantis, niscaya para perempuan akan tersenyum manis

Dalam timeline media sosial saat ini, kamu tentu pernah menjumpai dalam unggahan kenalan, teman, atau bahkan mantan yang meninggalkanmu saat masih sayang, berisi tentang kutipan-kutipan dari para tokoh. Meski terkadang nggak nyambung antara foto dengan caption, tapi barangkali sekarang mengunggah konten media sosial tanpa menyertakan kutipan tokoh kondang rasanya kurang lengkap laiknya Hotman Paris tanpa kontroversi. Eh, iya, nggak sih?

Advertisement

Sayangnya—supaya dianggap berwawasan luas atau apa—biasanya tokoh yang dikutip adalah tokoh-tokoh barat. Padahal, kan, kokoh tionghoa dalam iklan Maspion saja sudah menganjurkan untuk mencintai ploduk-ploduk Endonesia, tapi nyatanya masih saja ada yang merasa malu mengidolai tokoh dalam negeri. Untungnya semuanya berubah semenjak film Dilan rilis di bioskop 25 Januari lalu. Seketika semua orang percaya diri mengunggah kutipan-kutipan magis nan romantis tokoh fiksi rekaan Pidi Baiq ini.

“Jangan rindu, berat. Kau nggak akan kuat. Biar aku saja”

Meski banyak yang pesimis akibat trailernya yang katanya wagu, namun mbok ya jangan skeptis dulu. Don’t judge a film by its trailer. Tapi kalau masih ragu untuk menonton, nih ada baiknya kamu simak dulu ulasan dari Hipwee.

Advertisement

(SPOILER ALERT)

Sebagai orang yang telah membaca novelnya, saya cukup terhibur dengan filmnya. Boleh dibilang film Dilan ini nggak seburuk yang disuguhkan dalam trailer

Vanesha dan Iqbal via twitter.com

Sama seperti novelnya, film dibuka oleh Milea (Vanesha Priscilla) menceritakan kisah asmaranya dengan seorang laki-laki. Bermula  ketika Ia berjalan menuju sekolah, tiba-tiba ada orang asing berkendara motor di sebelahnya; sok akrab dengan meramal akan bertemu di kantin. Ya, orang itu adalah Dilan. Setelah itu keseharian Milea di sekolah barunya dipenuhi dengan kejutan-kejutan aneh tapi berkesan dari lelaki peramal itu.

Cerita Dilan dalam novel yang menarik cukup apik dialihwahanakan oleh Fajar Bustomi bersama Pidi Baiq selaku sutradara. Plot cerita, penataan adegan, serta pengambilan gambar yang lumayan terbukti sanggup membuat penonton menikmati jalannya cerita. Selain rayuan gombal Dilan (Iqbaal Dhiafakhri) yang membuat cewek-cewek di studio mesam-mesem sendiri, beberapa selipan unsur komedi mampu membuat para cowok-cowok cekikikan. Rupanya sang sutradara paham betul bahwa cerita Dilan ini nggak menarik jika hanya mengeksploitasi karakter ikonik Dilan yang romantis atau Milea yang manis.

Penataan adegan dan pengambilan gambar yang sangat mewakili imajinasi saya sebagai pembaca novel. Namun karena itu juga saya merasa bosan di tengah cerita

Banyak adegan keren via www.youtube.com

Advertisement

Saya akui pengambilan gambar dan pemilihan adegan film Dilan boleh dibilang cukup baik, terlebih dengan kejutan adegan baku hantam dan tawuran yang digambarkan secara matang. Imajinasi saya ketika membaca novel sedikit terbawa ketika di awal film. Namun entah mengapa lama-kelamaan saya merasa jemu dengan ceritanya, barangkali hal ini disebabkan oleh keengganan sang sutradara untuk sedikit ‘liar’ dari cerita aslinya.

Dilan memang film adaptasi dari novel, tapi sejatinya nggak harus sama persis juga. Bagaimana pun juga dengan medium (novel ke film) yang berbeda, mengutak-atik cerita, karakter, adegan, dan sebagainya, sah-sah saja dilakukan dengan dalih membuat cerita lebih menarik. Contohnya film adaptasi dari novel seperti 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010) atau Perahu Kertas (2012), banyak pembaruan yang disesuaikan pada kedua film tersebut—utamanya terkait plot cerita. Dalam kasus Dilan, baik cerita, plot adegan, karakter tokohnya sama plek dengan novelnya. Hal tersebut diperparah dengan alurnya yang juga ikut dibuat linier, alhasil di tengah film saya sudah merasa bosan karena minim kejutan.

Iqbal yang terlihat percaya diri memerankan Dilan hingga menuai banyak pujian. Tapi saya memiliki pandangan lain, terutama terkait para pemeran

para cast umumnya pendatang baru di dunia akting via www.hipwee.com

Banyak pujian yang disematkan kepada Iqbaal Dhiafakhri berkat aktingnya yang di luar ekpektasi penonton yang terlanjur meremehkan. Saya akui bahwa Iqbaal eks CJR yang memerankan Dilan ini terlihat sangat percaya diri dan totalitas meski nggak bisa dimungkiri wajah dan pembawaannya masih kurang rebel. Namun untungnya masih Iqbal, coba kalau Bastian? Terus Milea-nya Chelsea Islan. Ah ngaco, jangan sampai!

Meski begitu sejatinya film Dilan ini masih memiliki pekerjaan rumah, utamanya untuk akting dari tiap cast film Dilan yang belum cukup memuaskan. Bicara soal seni peran, kecantikan Vanesha atau kepercayaan diri dan totalitas Iqbaal rasanya belum cukup jika dimainkan tanpa kewajaran atau akting yang natural. Boleh jadi karena Iqbal dan cast lainnya adalah aktor pendatang baru dan masih muda. Pembaca budiman yang sudah menonton tentu sepaham dengan saya. Bukannya merendahkan, tapi saya mesti jujur karena itu bagian dari telaah saya.

Terlepas dari kekurangan yang ada, film ini layak ditonton untuk kids zaman now sebagai acuan bagaimana cara memperlakukan perempuan seharusnya

Minimal bisa merayu lah via wangihujan.blogspot.co.id

Kisah cinta SMA versi Dilan digambarkan secara unik dan fun, rasanya akan banyak remaja yang suka film ini. Pemain yang ganteng, cantik, serta kece tentu menyenangkan untuk dilihat. Namun bicara ihwal film sebagai karya seni, mestinya harus lebih dari sekadar manisnya kisah cinta saja. Jangan salah tafsir, saya nggak membenci film ini—justru saya suka karena menghibur. Tapi terus terang memang masih banyak aspek nggak tergarap seperti make up dan tone gambar yang kurang merepresentasikan tahun 90-an, dialog yang teramat tekstual, klimaksnya yang kurang dapet, dan sebagainya.

Di luar itu, meski tokoh Dilan ini adalah fiksi, namun sikapnya wajib diteladani laki-laki. Dilan wujud nyata dari kombinasi antara slogannakal boleh, bego jangan‘ dan ‘laki-laki sejati adalah yang menghormati perempuan‘ yang akan bisa membuat kaum hawa lumer berada dekatnya. Untung dulu Awkarin belum lahir, jadi Dilan selamat dari slogan ‘nakal tapi masih batas wajar karena tidak pakai narkoba.

Nah, buat kamu yang bermimpi menaklukan perempuan idamanmu, semoga berhasil dengan meniru Dilan. Kalau anak 90-an, sosok keren, macho, dan diidolai banyak cewek (badboy), tentu Mas Boy jawabannya. Sementara anak 2000-an rujukan model lelaki kerennya adalah Rangga yang jago bikin puisi. Sekarang relatif lebih mudah, Dilan telah membuktikan kalau nggak sanggup bikin puisi mending bikin rayuan romantis, niscaya para perempuan akan tersenyum manis. Dan jangan bersedih kalau masih gagal, kutipan cintamu  bisa dijadikan caption Instagram, lumayan nambah konten, nambah like, nambah follower.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Fiksionis senin-kamis. Pembaca di kamar mandi.

CLOSE