[Review] DOA: Cari Jodoh, Sisipan Realitas yang “Bener Banget” di Tengah Komedi yang Lucunya Sedikit

Ulasan film DOA - Doyok Otoy Ali Oncom: Cari Jodoh

6/10

Guyonan receh justru mengundang gelak tawa dibanding adegan yang disengajakan untuk mengocok perut. Bukan soal komedinya, realitas kehidupan yang disisipkan dirasa lebih menarik, meski bukan sebuah film yang berat dan butuh mikir. Seperti di penggalan lagu temanya, "Doyok, Otoy, Ali Oncom, contoh realitas negeri ini."

Film berjudul DOA-Doyok Otoy Ali Oncom: Cari Jodoh karya Anggy Umbara ini menceritakan tentang tiga sekawan bernama Doyok, Otoy, dan Ali Oncom. Tiga pria yang berasal dari golongan menengah ke bawah ini berusaha mencari jodoh untuk Doyok, si bujang lapuk yang masih belum menikah, bahkan sampai dihantui oleh mendiang ibunya. Pencarian cinta untuk Doyok ini tentu saja nggak mulus. Selalu ada rintangan dan halangan yang membuatnya gagal mendapatkan cinta dan pasangan sehidup semati.

[Spoiler alert!]

Film ini sukses menghadirkan sosok karakter yang jauh berbeda dengan pemeran aslinya. Pangling deh!

sosok karakter yang berbeda via www.youtube.com

Advertisement

Penampilan bintang utama di film ini memang patut diapresiasi. Selain Otoy (Pandji Pragiwaksono) yang tampilannya hanya mengubah ukuran tubuh (lebih gembul), sosok Doyok dan Ali Oncom memang jauh berbeda dari penampilan sang aktor di dunia nyata. Mungkin ketika kamu melihat trailer-nya tanpa melihat siapa pemeran di balik karakter tersebut, maka kamu bakal cukup kaget ketika tahu bahwa Doyok, si orang Yogya yang medok dengan “gigi kelincinya”, adalah Fedi Nuril. Sedangkan Ali Oncom, playboy berkepala pitak dan gigi megar adalah Dwi Sasono. Penampilan mereka yang biasanya memerankan sosok kalem, pintar, dan tampan, bisa jadi selucu ini di film DOA.

Layaknya pertunjukan komedi lama, penampilan ketiganya sengaja dibuat selucu mungkin. Sosok “kampung” yang medok dan polos, gigi mekar, kepala pitak, hingga tubuh gembul, tetap jadi penunjang agar film ini bisa hadir mengocok perut. Tapi apa benar tampilan mereka bisa membuat film bisa terlihat semakin jenaka? Nyatanya nggak. Inti komedi atau humor yang ditunggu penonton tetaplah dari dialog.

Namun kehadiran adegan bernyanyi di tengah-tengah film justru gagal bikin film jadi lucu dan kocak

jadi nggak lucu via www.youtube.com

Namun, dialog atau adegan jenaka yang sudah disiapkan sekalipun kadang nggak bisa memancing gelak tawa. Seperti beberapa adegan di dalam film DOA. Sebut saja adegan Doyok yang menyanyikan lagu “Cari Jodoh”-nya Wali duet dengan ibunya yang sudah jadi pocong plus penari latar yang juga berasal dari kaum astral. Bisa dibilang adegan ini sungguh garing dan bikin penonton terdiam dengan muka lempeng (di dalam studio tempat saya nonton nggak ada yang ketawa sama sekali).

Advertisement

Dikira cuma satu, adegan seperti ini ternyata juga muncul beberapa saat kemudian. Tepatnya, ketika kopi darat (kopdar) antara Doyok dengan Ayu (Laura Basuki) di sebuah kafe. Setelah bercakap-cakap sebentar, mereka pun menyanyikan lagu “Inikah Cinta”-nya ME. Ada perasaan awkward saat menonton hal yang sama tapi nggak lucu untuk kedua kalinya. Beruntung, adegan menyanyi yang ketiga langsung dihentikan oleh Doyok seakan tahu kalau hal ini nggak lucu-lucu amat bagi penonton. 🙂

Bagian kocaknya justru muncul ketika Doyok membahas film lain. Semacam antitesis cuplikan film populer gitu~

“antitesis” Dilan via www.youtube.com

Meski di beberapa adegan yang diharapkan lucu justru nggak bikin ketawa sama sekali, masih banyak kok adegan-adegan receh lain yang malah mengundang gelak tawa. Misalnya saja, ketika Doyok ngapel ke rumah Ayu, di mana Ayu ingin ngegombal ala Dilan, “Aku belum mencintaimu. Nggak tahu kalau nanti sore.” Bukannya tersipu malu seperti Milea, Doyok justru menunjukkan kalau saat itu udah sore. Jadi gombalan Ayu gagal sama sekali. Atau pas Ayu membahas, “Rindu itu berat”, lagi-lagi Doyok mematahkan gombalan tersebut. “Yang berat itu sama-sama dipikul,” (kalau dari segi peribahasa bener sih). Dialog-dialog receh kayak gini justru yang bikin penonton terpingkal-pingkal. Dalam dialog tersebut, Doyok juga menyisipkan skrip “Jangan nonton Dilan, mending Ayat-Ayat Cinta”, yang langsung bikin penonton mengumpat “anjir, malah promosi” (tentunya dalam nada bercanda alias guyonan).

Adegan lucu lain yang cukup penting dan juga menarik perhatian adalah kehadiran sosok Titi Kamal, yang merupakan salah satu aparat di tingkat kecamatan. Titi Kamal yang biasanya syantik di sini justru terlihat gemay apalagi gaya ngomongnya yang ala cewek-cewek manja dan lunak. Bisa dibilang, setiap adegannya selalu mengundang gelak tawa. Nah, selain Titi Kamal, ada pembuktian lain bahwa komedi bukan tergantung pada penampilan, tapi pada dialog.

Advertisement

Layaknya lembergar (lembar bergambar), film ini tetap menyisipkan kritik dan realitas kehidupan saat ini

realitas kehidupan sekarang via www.youtube.com

Satu lagi nilai plus dari film ini adalah sisipan realitas yang di beberapa segmen, terutama dari bagian tengah hingga akhir film. Seperti dalam lembar bergambar (lembergar) koran Pos Kota, sosok Doyok memang sering “menyentil” pembaca dengan realitas saat ini. Hal itu pun ditunjukkan di film ini. Sebut saja ketika KTP Doyok yang nggak jadi-jadi, ia langsung menyindir bahwa hal ini merupakan dampak langsung dari korupsi, yaitu blanko KTP yang kosong terus alias nggak ada.

Nggak sampai di sana, sindiran terhadap realitas sekarang berlanjut ketika alasan lain pihak Kecamatan soal KTP yang masih belum jadi adalah “mobil yang bawa KTP ditabrak tiang listrik“. Hal-hal berbau sindiran politik lain adalah ketika diadakannya lomba debat calon walikota. Di mana Doyok yang dikalahkan oleh rivalnya yang sama sekali nggak ada apa-apanya (awalnya, lho). Tapi setelah mendengar “ikut dukung ah, biar pulang bawa amplop”, maka semua pendukung Doyok beralih ke rivalnya.

Realitas lain yang juga ditunjukkan meski bukan dalam dialog langsung adalah kehidupan masyarakat menengah saat ini. Yang nggak terlepas dari hutang piutang. Saking nggak ada duitnya, sampai ngasih KTP buat jaminan untuk menambah hutang. Belum lagi soal playboy kampung yang nggak tahan liat janda. Atau tentang istri yang menjadi tulang punggung keluarga sedangkan sang suami hanya santai-santai di rumah.

Meski komedi yang ditawarkan nggak selucu di cuplikan film alias trailer-nya, tapi seenggaknya tetap ada hal yang bisa kamu bawa pulang. Bahwa kita nggak bisa percaya begitu saja dengan penampilan seseorang (Ayu yang ternyata seorang transgender atau Suci yang terlihat polos tapi nyatanya matre juga). Atau soal sosok yang diwakilkan oleh tiga pemeran utama itu sendiri: bujang lapuk, playboy cap kampung yang demen janda, hingga bapak rumah tangga yang kerjaannya ngopi bae!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pemerhati Tanda-Tanda Sesederhana Titik Dua Tutup Kurung

CLOSE