[Review] Kafir: Bersekutu dengan Setan, Film Horor dengan Teror Klasik yang Tetap Mencekam

Review film Kafir: Bersekutu dengan Setan

7/10

Dengan biaya produksi yang nggak murah, kemampuan akting yang mumpuni, ide cerita yang kuat, sinematografi yang piawai, efek suara yang proporsional, wajar rasanya kalau film Kafir: Bersekutu dengan Setan garapan Azhar Kinoi Lubis ini layak dipertimbangkan. Salute!

Bagi sebagian anak generasi 90-an, terlebih bagi mereka yang suka dengan hal-hal mistis, tentu sangat menanti film Kafir: Bersekutu dengan Setan yang sudah rilis sejak awal bulan ini. Selain karena film dengan judul yuang sama sudah pernah terbit pada tahun 2002 lalu, masyarakat kita tentu rindu dengan film horor yang berkualitas, yang judul horornya bukan hanya dikenakan sebagai kedok adegan dewasa yang kentang.

Advertisement

Dan film Kafir: Bersekutu dengan Setan adalah jawaban atas kerinduan yang berlanjut setelah film Pengabdi Setan. Rasanya, nggak salah kalau saya menyebut Pengabdi Setan besutan Joko Anwar itu memberi andil cukup besar dalam produksi film Kafir: Bersekutu dengan Setan garapan Azhar Kinoi Lubis ini.

[Sinopsis]

keluarga bahagia via www.instagram.com

Kisah bermula dari sebuah keluarga kecil yang tampak bahagia. Saat makan malam, mereka mendapat duka kematian sang Bapak (Teddy Syach) yang janggal, muntah darah dengan mengeluarkan beling dari mulutnya. Sebuah teror yang sangat dini.

Setelah kematian sang Bapak, sang Ibu pun mengalami teror gaib yang bikin senam jantung, bahkan Ibu pun sudah mengalami muntah darah yang diikuti oleh pecahan beling dari mulutnya. Andi (Rangga Azof) dan Dina (Nadya Arina), nggak pengen tragedi serupa menimpa Ibunya (Putri Ayudya), maka mereka mencari tahu penyebab kematian janggal sang Bapak. Eits, segini dulu sinopsisnya, ya. :p

Advertisement

Adalah sebuah kesalahpahaman jika menganggap film Kafir: Bersekutu dengan Setan ada kaitannya dengan film Kafir tahun 2002

beda dengan Kafir 2002 via www.instagram.com

Sebelumnya, ada yang perlu kita luruskan. Film Kafir: Bersekutu dengan Setan ini hampir nggak ada kaitannya dengan film Kafir 2002 lalu. Sebelum saya membaca beragam artikel tentang film ini, saya mengira, Kafir: Bersekutu dengan Setan ini merupakan reboot, remake, atau bahkan sekuel dari film sebelumnya. Bahkan, begitu saya menikmati adegan hingga munculnya sang dukun Jarwo yang juga diperankan Sujiwo Tejo, saya mengira, film ini hanya menggunakan judul dan konsep cerita yang sama.

Kalau mau membandingkan kedua film tersebut, agaknya film Kafir: Bersekutu dengan Setan memiliki poros cerita yang kuat. Bisa dibilnag, kekuatan utama film ini ada pada ceritanya, sebab film ini maujud dari pengalaman-pengalaman pribadi sang penulis skenario, Upi Avianto. Tapi keduanya mengangkat isu yang sama; fenomena kafir dan hal-hal gaib yang menyertainya.

Peran penting film Pengabdi Setan. Seolah nggak mau kalah, film Kafir: Bersekutu dengan Setan berhasil memberi kesan teror pada penonton

Advertisement

penuh teror via www.instagram.com

Seperti yang saya katakan di awal, film Pengabdi Setan jelas memiliki andil dalam film yang hingga hari keempat sudah ditonton lebih dari 200 ribu orang ini. Barangkali sebagai inspirasi atau kiblat film horor Indonesia, tampaknya hal ini berhasil membuat film Kafir: Bersekutu dengan Setan menjadi film horor yang patut diperhitungkan.

Pertama, nuansa dengan tone kuning pucat, berhasil membuat film ini tampak persis seperti tahun 90-an dengan keadaan penuh ketegangan. Kedua, dihiasi dengan setting klasik seperti suasana malam hari, hujan deras, hingga petir yang saling bersahut, membuat siapa pun orang yang mengalami akan merasa terteror. Belum lagi kemampuan akting hampir seluruh pemain (terutama si Ibu) yang cukup apik—bahkan Putri Ayudya adalah alasan Sujiwo Tejo mau bermain di film ini. Pengambilan gambar yang sinematis, pemandangan mulai dari hutan hingga perbukitan yang juga memberi pengalaman magis, hingga close up shoot antartokoh yang berbicara, semuanya membuat saya menelan ludah dan menjilat keringat saya sendiri.

Aspek-aspek inilah yang kemudian dikuatkan oleh efek suara kian menjadi mencekam. Oiya, lagu-lagu yang terdendang pun mengukuhkan betapa ngerinya suasana dalam film ini.

Dan sialnya, para penonton, khususnya saya, terperangkap dalam alur cerita yang epik, yang terus menerus menanyakan kelanjutan setiap adegan setelahnya.

Nggak seperti Kafir tahun 2002, dukun Jarwo dalam film Kafir: Bersekutu dengan Setan bukan satu-satunya sosok kafir yang meresahkan

Dukun Jarwo. via id.bookmyshow.com

Bagi kamu yang pernah nonton film Kafir tahun 2002 lalu, pasti senantiasa mengingat bagaimana sosok kafir dalam diri Pak Kuntet (Sujiwo Tejo) yang begitu sentral. Artinya, Kuntet adalah sejatinya sosok kafir dalam film Kafir; dia yang dinilai sebagai wali yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, dia yang bisa duduk di atas bara api, dia yang keringatnya selalu diburu orang-orang, dsb.

Lain halnya dengan film Kafir: Bersekutu dengan Setan ini. Meskipun dukun Jarwo memiliki peran mendasar dalam tubuh cerita, tapi kisah balas dendam Leila kepada Sri begitu mendominasi cerita. Nah, di sinilah letak epiknya. Sosok Ibu, Leila, dan Hanum, merekalah sosok kafir yang sebenarnya. Mereka lebih percaya pada hal-hal gaib daripada Tuhan. Pun dengan Dina yang masih mencari tahu kebenarannya, sementara Andi, di awal dia sangat menentang untuk memercayai hal gaib seperti itu, tapi pada akhirnya, mereka melihat bagaimana hal-hal gaib bekerja di dunia nyata.

Yang saya sayangkan dari film ini …

Sri, Putri Ayudya via www.instagram.com

Mengangkat isu kafir sebenarnya bukan hal baru. Lagu lama yang sudah ada sejak dulu. Sayangnya, di film ini, hanya sosok dukun saja yang dicap sebagai kafir, hingga dia dikucilkan oleh masyarakat. Bahkan jasadnya pun ditolak karena dianggap bahaya—menimbulkan petaka dan semacamnya. Tapi hal ini nggak berlaku bagi tokoh lainnya, termasuk Leila dan Hanum yang jelas-jelas percaya pada hal gaib untuk balas dendam pada Sri yang juga mengandalkan ilmu hitam. Pun kalau mau mengulik tentang kafir, porsi dukun Jarwo harusnya yang ditambah.

Selain itu, karena upaya balas dendam ternyata menjadi sumber utama, di akhir cerita Leila menjadi begitu antagonis yang sangat hiperbolis. Boleh jadi, adegan di ruang bawah tanah seperti opera sabun alias FTV yang kerap membodohi banyak orang. Dialog yang terbilang payah (apalagi saat Andi membentak Leila, “Mana ibu gue?!” Itu dialog yang paling saya geli), hingga adegan Andi menendang Leila dan Hanum yang terbakar api. Ini agak aneh.

Terlepas dari hal yang saya sayangkan dari film ini, saya sangat mengapresiasi usaha Azhar Kinoi dan semua orang yang terlibat. Paling nggak, sampai saat ini, sudah ada dua film horor Indonesia yang bisa diacungi jempol.

Bisa dibilang, film Kafir: Bersekutu dengan Setan, sangat cocok buat kamu yang penakut akan film horor. Sebab di sini, kamu hanya akan mengalami perasaan terteror!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Senois.

CLOSE