Maaf-maaf Saja! Tentang Siapa Jodoh Saya, Sebenarnya Sudah Tertulis dalam Lauhul Mahfuz-Nya

Setiap orang pasti punya jodohnya sendiri

Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, tiap membuka media sosial hampir buat saya mengelus dada. Teman, selebgram, seleb beneran, sampai orang-orang yang nggak saya kenal seperti berlomba untuk mengadakan atau ngomongin soal pernikahan. Nggak sih, nggak ada yang salah. Namun dari apa yang saya lihat di media sosial tersebut, berdampak pada keseharian saya. Sebab kata orang, usia saya yang sekarang itu lagi darurat-daruratnya. Di fase undangan kondangan yang makin gencar datang ini juga, mereka berkata

Advertisement

Bisa-bisanya kamu masih sendirian aja? Umur kamu sekarang udah berapa?

Tiap kali mendengar hal-hal seperti itu, saya hanya bisa tersenyum dan terkekeh ringan. Namun tahukah kalian bahwa ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan? Jauh dari lubuk hati yang paling dalam~

1. Tahun ini, bertambah lagi umur saya. Bertambah pula orang-orang yang giat bertanya soal pernikahan dan printilannya

Iya, tahun ini saya udah lebih dari 25 via unsplash.com

Memang benar bahwa semakin tua, hidup sama sekali tak semakin mudah dijalani. Seperti tahun ini, saat umur saya bertambah lagi, tantangan yang perlu saya hadapi semakin menjadi. Apalagi bagi perempuan yang sudah masanya untuk menikah dan menemukan jodohnya. Selain bertambah umur, semakin bertambah pula orang-orang yang giat bertanya soal pernikahan dan printilannya. Rasanya di dahi saya seperti ada tulisan:

Advertisement

Ask me anything abt marriage, pls!

…saking seringnya ditanyai kapan nikah dan sebagainya di saat cewek seumuran udah pada berkeluarga.

2. Cara saya melihat teman-teman yang mulai membangun keluarga pun tak lagi sama. Dulu wah cepat banget nikahnya, sekarang lebih ke oh selamat ya!

Mulai berbeda memancang sebuah pernikahan via unsplash.com

Saat ada teman yang pecah telur menikah duluan, saya sempat terkaget juga. Umurnya sebaya dengan saya. Saat saya masih sibuk menulis tangan laporan praktikum, dia malah sudah siap menjadi pendamping sehidup semati seseorang. Pun saat masalah terbesar saya hanya dosen yang sulit dihubungi, dia sudah siap dengan vendor nikah atau mulai menyicil KPR rumah. Cara pandang saya pun pelan-pelan berubah. Dari yang dulu terheran-heran, sekarang jadi lebih selow saat mendengar kabar pernikahan teman yang terus berdatangan.

Advertisement

3. Keluarga dan para sahabat juga satu persatu mulai resah. Sebab kesendirian saya katanya semakin membuat saya dekat dengan masalah

Ibu mulai resah via unsplash.com

Ayah sih selow saja melihat anaknya yang masih sendirian ini. Beliau bahkan lebih tertarik bertanya soal pekerjaan daripada siapa yang lagi dekat. Namun jangan tanya ibu saya. Dari tahun-tahun lalu pun beliau sudah memberikan pertanda kalau suatu saat saya harus menikah. Makin ke sini, ibu saya juga makin intens melakukan segala cara untuk memecahkan kesendirian saya yang katanya mulai meresahkan ini. Mulai dari ngenalin anak temannya, minta tolong ke saudara, sampai selalu bertanya siapa saja laki-laki yang ada di kantor saya. Terharu sih melihat usaha ibu dan para saudara, tapi kadang risih juga. Sebab kesendirian yang jelas-jelas menjadi pilihan ini justru dipandang sebagai sebuah masalah, yang harus cepat-cepat diselesaikan.

4. Di balik ucapan beberapa teman yang tak terlalu akrab yang coba menguatkan, saya tahu ada beberapa nyinyiran di sana. Terima kasih ya, saya jadi kuat karenanya!

Terima kasih ya! via unsplash.com

Truk aja punya gandengan, masa’ kamu nggak?

Hahahaha, seketika saya tertawa ketika ada salah satu teman yang menggoda saya sengan kalimat tersebut. Bukan karena lucu, tapi saya hanya kasihan kalau gurauannya tak ada yang menanggapi. Padahal aslinya saya juga merasa gerah di dalam hati. Mungkin ucapan yang mereka katakan ini bermaksud untuk menyemangati agar lebih gencar mencari jodoh lagi. Namun jatuhnya ada yang nyinyir juga.

Nggak kok, saya nggak marah. Saya justru berterima kasih. Soalnya berkat ucapan mereka saya jadi lebih kuat menjalani hari-hari.

5. Rasanya kok jahat sekali kalau orang lain menganggap saya belum laku. Toh saya bukanlah barang dagangan yang punya masa akhir pemakaian

Bukan barang dagangan via unsplash.com

Iya, saya tahu kalau setiap orang itu punya batas waktu untuk menikah. Apalagi untuk cewek kan? Lebih strict lagi! Namun nggak perlulah sampai menyebut saya sebagai produk yang tak laku. Toh saya (dan kalian semua) juga bukan barang dagangan yang punya label kadaluarsa. Jadi tak perlulah mengkotak-kotakkan manusia menjadi macam barang seperti ini. Udah bukan zamannya kali~

6. Dan mohon maaf sebelumnya, soal jodoh saya tak pernah ragu. Toh namanya telah dicatatkan Sang Pencipta dalam Lauhul Mahfuz-nya di sana

Inilah sikap saya via unsplash.com

Setiap kali ada yang bertanya soal belum punya pasangan saat umur udah segini, saya selalu punya template menjawab sendiri. Hehehe iya nih, doian aja ya! Saya juga tahu ada banyak orang yang meragukan saya dalam hal mencari jodoh ini. Namun lagi-lagi, saya punya Tuhan yang bisa menguatkan. Saat saya dan Dia bertemu di sepertiga malam, lagi-lagi saya teringat bahwa siapa jodoh saya sebenarnya sudah tertulis di kitab jodoh untuk manusia, di Lauhul Mahfuz-Nya.

Kalau soal jodoh ini sudah ditetapkan sejak kita belum melihat dunia, rasanya kok rugi sekali saya sebagai manusia jika tak percaya. Mulai sekarang saya membulatkan telat untuk menjalani hidup saya lebih baik lagi. Mulai sering hehe-in tiap kali ada yang bercandain soal jodoh ini. Toh hal seserius ini tak bisa dipaksakan apalagi diburu-burui.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE