Belajar dari Kisah Cinta Epic Keanu Reeves, Menemukan Sosok yang Tepat Memang Perlu Waktu

Keanu Reeves

Belakangan nama Keanu Reeves sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Bukan karena film barunya keluar, melainkan untuk pertama kalinya setelah 20 tahun, Keanu Reeve memperkenalkan kekasihnya di hadapan publik. Selama ini kisah asmara Keanu cenderung dianggap tragis. Setelah kehilangan putrinya di tahun 1999 serta ibu dari anaknya, Jennifer Syme, di tahun 2001, ia terlihat tidak pernah menjalin hubungan serius dengan seseorang.

Kini, Keanu Reeves membuat penggemarnya terharu. Karena setelah 20 tahun, setelah sang aktor berusia 55 tahun, akhirnya Keanu memperkenalkan Alexandra Grant secara resmi, sahabat lama yang kini menjadi kekasihnya. Sedang bagi saya, kisah cinta Keanu Reeves – Alexandra Grant ini selain sweetnya kebangetan, juga sebuah fakta mengharukan bahwa usia nggak menghalangi seseorang untuk menemukan cinta. Bahwa tak perlu terburu-buru untuk menemukan seseorang karena semua ada waktunya.

Ironisnya, hal ini tentu sulit diterapkan bila kita tinggal di tengah masyarakat di mana menjadi hal yang krusial untuk hobi mereka melontarkan pertanyaan “kapan nikah?”. Apa kamu juga mengalaminya?

Usia barangkali menjadi musuh terbesarmu. Banyak sekali tuntutan berdasarkan usia, salah satunya adalah soal asmara

usia jadi kriteria segalanya (photo by Engin Akyurt) via www.pexels.com

Usia memang sangat membingungkan. Ada yang bilang, usia hanya sekadar angka. Tapi nggak bisa disangkal, bahwa usia seringkali dijadikan patokan bahwa kita seharusnya begini dan begitu, termasuk soal hubungan. Mengikuti aturan umum, kita diharapkan sudah menikah di usia sekian dan punya anak di usia sekian. Padahal pernikahan nggak hanya membutuhkan usia yang cukup semata.

Hubungan yang kamu jalani di masa lalu sempat gagal dan sakitnya ampun-ampunan. Jujur di hati terdalam, kamu belum siap memulai yang baru

trauma gagal di masa lalu via www.pexels.com

Ada banyak alasan yang melandasi keputusan seseorang menjalin/tidak menjalin hubungan dengan seseorang. Ada yang begitu mudah membuka hati, pacaran sebentar lalu lancar hingga pernikahan. Ada juga yang masih dibayangi kegagalan di masa lalu. Mungkinkah ini juga yang kamu alami? Luka yang dirasakan dulu masih membekas, sehingga untuk memulai hubungan baru selalu ada rasa ragu.

Sayangnya, kamu hidup di tengah usia yang menjadi takaran segalanya. Melewati batas “muda” membuat statusmu mendadak jadi beban pikiran semua orang

stigma masyarakat (photo by Craig Adderley) via www.pexels.com

Namun, realitas yang terjadi berbeda. Kita hidup di tengah masyarakat yang menjadikan usia sebagai patokan. Tak peduli apa pun alasannya, bila usia 25 tahun belum menikah kamu akan dianggap perawan tua. Atau bahkan lebih jahat lagi, nggak laku. Batas usia muda ini lantas menjadikanmu sebagai spotlight sosial. Yah, setidaknya di kalangan keluarga dan tetangga-tetangga. Mendadak, status asmaramu menjadi tanggung jawab semua orang.

Seringkali diingatkan bahwa tak perlu terlalu pemilih sebab kamu tak lagi muda. Namun, apakah usia juga menghilangkan hak untuk mencari yang terbaik?

katanya jangan terlalu pemilih (photo by Fernanda Latronico) via www.pexels.com

“Udahlah nggak usah pilih-pilih. Nggak ada orang sempurna, dan usiamu udah nggak muda. Nggak pantes pilih-pilih lagi.”

Mungkin kamu familier dengan nasihat semacam itu. Usia seolah menjadi alasan yang memaksa kita untuk menurunkan standar. Di usia awal 20-an, dianggap usia keemasan yang membuatmu diperbolehkan jual mahal dan memasang kriteria setinggi mungkin. Lewat dari 25, kamu harus mulai turunkan standar. Dan lewat 30, sudahlah, seadanya saja yang penting cepat nikah. Tapi, apakah usia yang nggak muda lagi juga berarti kita nggak berhak memilih lagi?

Memang, semakin tinggi usia semakin sempit pilihannya. Namun, bukan berarti kamu harus sembarangan dan memilih seadanya

Tetap harus punya kriteria (photo by Duong Nhan) via www.pexels.com

Mungkin benar bahwa selama ini kamu terlalu pemilih. Namun, memang tak ada salahnya memilih dengan cermat calon pendamping hidup bukan? Semua orang pasti menginginkan yang terbaik untuk teman hidup selama-lamanya. Mungkin benar juga bahwa semakin bertambah usia, semakin sempit pilihannya. Namun, bukan berarti kamu dilarang mematok kritera lagi.

Apabila kegagalan di masa lalu membuatmu takut untuk mencoba lagi, ingatlah bahwa tidak semua cerita punya ending yang sama

setiap cerita punya ending yang berbeda (photo by Danico Tajutco) via unsplash.com

Kegagalan itu mungkin masih menghantuimu. Sakitnya luka itu masih terasa segar di ingatanmu. Karenanya kamu engan mencoba lagi, karena merasa tak sanggup mengalaminya lagi. Namun, jangan lupa bahwa setiap buku memiliki ending yang berbeda. Kisah yang kamu jalani pun bisa berbeda akhirnya. Kegagalan di masa lalu nggak membuatmu pasti gagal juga di masa depan. Kamu hanya butuh keberanian untuk memberi diri sendiri kesempatan.

Usia bukan penghalang bagi seseorang untuk menemukan cinta. Sebab, rasa cinta dan memilih pasangan adalah hak setiap manusia

Usia tak menghalangi seseorang (photo Artem Beliaikin) via www.pexels.com

Cinta memang nggak bisa ditebak kapan datangnya. Usia bukanlah penentu segalanya. Dan berapa pun usianya, setiap orang masih berhak untuk menemukan dan merasakan cinta. Sama seperti Kenau Reeves yang akhirnya menemukan cinta lagi di usia 55 tahun, cinta butuh waktu untuk datang. Jadi, tak perlu terburu-buru. Bukanlah, lebih baik menunggu yang tepat dibanding memilih sembarangan seperti sedang dikejar setoran?

Memang nggak ada orang yang sempurna di dunia ini. Mencari pasangan dengan kualitas seperti di film-film romantis atau novel-novel percintaan mungkin akan menghabiskan waktu seumur hidup. Namun, bukan berarti harus sembarangan atau seadanya memilih pasangan, meskipun kamu sudah nggak lagi muda dan lelah dikejar pertanyaan kapan nikahnya. Semua akan tiba saatnya kok.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta harapan palsu, yang berharap bisa ketemu kamu.

Editor

Penikmat kopi dan aktivis imajinasi