Dear Dinda, Ternyata Benar, Sayang Harusnya Nggak Mengekang

Sayang nggak mengekang

Beda orang, beda pula caranya mengungkapkan rasa sayang. Pacar teman saya, mengungkapkan sayang dengan rajin bawain bekal. Mantan pacar saya aelah, harus banget nih disebut! dulu menunjukkan rasa sayangnya dengan sering nanyain โ€œHari ini gimana?โ€. Ada juga yang mengungkapkan sayang dengan usapan di kepala, genggaman tangan atau sentuhan fisik lainnya.

Advertisement

Nah ngomongin menunjukkan sayang dengan sentuhan fisik, Dinda di film Story of Kale: When Someoneโ€™s in Love juga merasakannya. Bedanya, โ€œsentuhan fisikโ€ tersebut udah kelewatan sampai bikin Dinda (yang diperankan Aurelie Moeremans) ini menangis dan menyalahkan dirinya.

Peringatan: ini bukan review film, tapi ada spoiler tipis-tipis di dalamnya.

Awalnya gemes sendiri saat Dinda bertahan dengan Argo yang dikit-dikit banting barang. Padahal orang-orang sekitar udah bilang โ€œTinggalin, dia cuma bisa nyakitin!โ€

Kenapa sih Din?/Photo by Visinema Pictures

Betul, apa yang diterima Dinda udah termasuk kekerasan dalam hubungan. Kekerasannya paket lengkap karena udah mencakup fisik dan verbal. Orang-orang di sekitarnya pun udah sering kali bilang kalau nggak seharusnya semua ini ia dapatkan. Namun atas nama cinta dan tahunan bersama, Dinda rela-rela aja diperlakukan tak selayaknya. Kata-kata yang keluar dari mulut Argo juga sungguh nggak enak didengar.

Advertisement

Jujur, saya sempat gemas sendiri. Kenapa sih Dinda Dinda ini nggak memilih pergi? Pacaran macam apa yang cuma bikin dirinya tersakiti?

Lalu datang Kale dengan rambutnya yang berantakan. Agak lega setelah dia berhasil meyakinkan kalau sayang itu harusnya nggak bikin kamu kesakitan

Dinda dan Kale/Photo by Visinema Pictures

Benar kata Ibu Kartini, habis gelap terbitlah terang. Habis disiksa Argo, alhamdulillah Kale datang. Nah masuknya Kale di hidup Dinda agak membuat saya lega. Akhirnya ada sosok yang berhasil meyakinkan kalau apa yang dia terima selama ini bukanlah cinta.

Satu tahun setengah mereka bersama. Lalu Dinda mutusin Kale begitu saja. Dalam hati saya berkata, โ€œHey, kamu maunya apa?โ€

Dinda mutusin Kale/Photo by Visinema Pictures

Sebagai orang luar yang mengikuti hubungan Kale dan Dinda, saya terbawa uwuw juga. Sama-sama kerja di band yang sama, sering ketemu bahkan bikin project lagu berdua, sukses bikin saya terbawa romansanya. Namun tiba-tiba Dinda mutusin Kale begitu saja. Alasan yang dia bilang juga bikin penonton seperti saya ini kebakaran kepala, sampai mbatin โ€œDin, Din, kamu ini maunya apaaaa?โ€ ๐Ÿ™

Advertisement

Tapi yang namanya orang luar, saya cuma menonton kulitnya. Padahal jauh di dalam lubuk hati, Dinda kembali merasa tersiksa

Diam-diam Dinda juga tersiksan/Photo by Visinema Pictures

Ternyata saya cuma fokus melihat ke-uwuw-an Dinda dan Kale saja. Sampai menutup mata kalau sebenarnya, bersama Kale pun Dinda kembali merasa tersiksa. Maaf nih, bukannya mau spoiler atau apa, tapi sosok manis nan softboy ini diam-diam toxic juga. Toxic-nya bahkan bisa dibilang setara dengan Argo, sampai bikin Dinda nggak nyaman dengan hidupnya.

Dear Dinda, terima kasih ya! Dari kamu saya sebenar-benarnya belajar, bahwa sayang itu harusnya nggak mengekang

Thankyou Dinda!/Photo by Visinema Pictures

Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mau bilang maaf dan terima kasih sama sosok bernama Dinda. Maaf karena sempat kesal dengan pilihannya mutusin hubungannya dengan Kale secara sepihak. Padahal kalau dia sendiri udah nggak nyaman menjalani hubungan, kenapa kita yang cuma penonton merasa berhak kesal? Terima kasih saya ucapkan karena udah berani bersikap dan keluar dari dia yang katanya cinta. Padahal mah nyiksa juga!

Dari sosok Dinda ini saya (dan kita semua) bisa belajar bahwa yang namanya sayang itu harusnya nggak mengekang. Bahwa sayang harusnya nggak dikit-dikit minta laporan lagi dimana, sama siapa, sampai lagi pakai baju apa.

*salim sama Dinda* *slenthik Kale*

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

Editor

Not that millennial in digital era.

CLOSE