Untukmu yang Bisa Jadi Teman Bicara Soal Apa Saja: Semoga Masa Depan Berpihak Pada Kita

“Menurutmu kenapa orang bisa punya ide bikin french fries?

Tanyamu dengan nada ringan pada suatu petang. Ketika kencan kita di kedai kopi terasa makin renyah ditemani sepiring olahan kentang. Ah, kamu dan pertanyaan random memang satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Sembari menyendok es krim di cangkir Affogatto yang kupesan, kujawab pertanyaanmu dengan mengangkat bahu:

“Mungkin karena kentang terlalu besar dan membosankan buat dicemil kalau cuma direbus doang? Makanya akhirnya dia dipotong tipis dan digoreng.”

Tawamu memenuhi udara. Tanganmu mengacak gemas rambutku menanggapi jawaban yang juga tak kalah randomnya. Kamu memang bukan pasangan biasa. Di sisimu kutemukan rekan bicara terbaik yang bisa diajak berbincang soal apa saja.

Sebab itu, kuharap masa depan berpihak pada apa yang sedang kita jalani bersama.

Kita punya cara berbahagia yang tak biasa. Kau dan aku mengangkat gelas dan tergelak karena hal-hal sederhana

Kau dan aku mengangkat gelas karena hal sederhana

Kau dan aku mengangkat gelas karena hal sederhana via tumblr.com

Pendampinganmu membuat kebahagiaan tidak lagi harus datang karena hal-hal besar. Kejadian sehari-hari, bahkan hal-hal yang sangat biasa dijalani– mampu menciptakan gelak tawa tak henti-henti.

Perut kita bisa kram hanya karena perbincangan soal nama convenient store lokal baru yang aneh sekali diucapkan. Kebahagiaan bisa didapatkan dari menyanyikan lirik lagu yang sudah dipelesetkan sepanjang perjalanan. Rasa nyaman muncul hanya dari berbaring bersisian, nonton DVD film lawas, sembari menghabiskan kentang goreng yang jadi camilan andalan.

Definisi bahagia bertransformasi, semenjak wajah dan pesan darimu yang menyapaku di awal hari. Jika selama ini kebahagiaan adalah percik-percik kejutan di tengah hubungan yang mulai membosankan, bersamamu bahagia justru didapatkan dari keteraturan.

Di sisimu kebahagiaan selalu bisa diciptakan. Lupakan kencan dengan fancy dinner di restoran mewah. Gelas kita terangkat karena hal remeh-remeh yang ternyata perlu dihargai dan dirayakan.

Kamu jelas bukan pasangan sempurna. Namun baru dirimu yang mampu membuka lapisan diriku sampai ke tabir terdalamnya

Baru kamu yang mampu membuka tabirku sampai ke lapis terdalamnya

Baru kamu yang mampu membuka tabirku sampai ke lapis terdalamnya via tumblr.com

Sesekali aku tetap geram padamu. Soal kebiasaanmu berlama-lama menyisir rambut di depan kaca (yang sering membuat kita terlambat saat berangkat bersama), tentang bagaimana rewelnya dirimu berkeringat lagi selepas habis mandi — memintaku mengusap keringat yang tanpa diundang muncul di dahi. Kita tetap bertengkar dan tak mau kalah, pendapatmu kadang membuatku dongkol menahan marah.

Tapi ada sisi dalam dirimu yang mampu membuatku terbuka. Mau menceritakan apa saja yang berkelebat di kepala. Baru denganmu aku berani bercerita bahwa saat SMP dulu aku hampir tak punya teman. Sebab dianggap aneh karena memilih mencumbui imajinasi daripada jalan ke mall bersama teman satu gank atas nama solidaritas pertemanan.

Baru kamu yang tahu kalau sebenarnya aku hanya ingin diam di rumah dan jadi penulis saja. Bukannya jadi aktivis NGO atau bahkan berkarir di PBB seperti yang banyak orang kira jadi cita-cita. Atau soal bagaimana aku tak ingin hanya disibukkan oleh kerja dan urusan menghabiskan uang sepanjang hidup sebagai manusia.

Dalam senja-senja kita bersama, selalu ada cerita baru dan gumaman yang menguap ke udara. Satu lagi fakta terbuka. Selapis lagi kau membuka tabirku sampai ke lapisan terdalamnya.

Untuk setiap cerita yang bisa terbagi tanpa usaha, atas nama kesediaanmu jadi penutur dan pendengar setia. Di situ, ada limpahan rasa syukur yang mengendap jadi bahagia

Ada limpahan syukur yang mengendap jadi bahagia

Ada limpahan syukur yang mengendap jadi bahagia via tumblr.com

Tak cuma bersedia jadi pendengar setia. Kau pun seakan memiliki tambahan cadangan kesabaran yang berlapis levelnya. Selepas aku bimbang soal pekerjaan, dengan kasual kau bertutur panjang lebar soal idealisme dan bagaimana seharusnya bertindak agar tak ada yang merasa tersakiti. Tentang bagaimana menjaga diri supaya profesionalitas tetap terjunjung tinggi.

Di kesempatan lain kau tak keberatan bertutur panjang soal pengetahuan yang sebelumnya bahkan tak terpikirkan. Tentang arus listrik dan jaringan listrik, bahkan soal perjalanan kentang — camilan yang paling sering kita nikmati saat kencan.

“Sayang, kamu tahu gak sih gimana perjalanan kentang ini sampai bisa jadi camilan yang paling kita suka? Mereka ditanam oleh petani yang merawat dengan penuh cinta, dipanen sebaik mungkin demi menjaga kualitasnya, dibawa ke pasar, diolah deh oleh restoran dan pabrik yang sering kita beli produknya.”

Aku mengangguk tanda paham. Penjelasanmu memang paling bisa diterima dengan mudah. Bahkan oleh logikaku yang kadang payah.

“Hoooo makanya crispynya kentang ini gak habis-habis ya Sayang? Perjalan kentangnya aja panjang dan spesial banget..”

Dalam setiap penjelasan dan kesediaan mendengar, sering kuucapkan syukur diam-diam bahwa kita dipertemukan. Tak terbayang hidup tanpa pendampinganmu. Tak terbayang menjalani hari tanpa penjelasan sabar dari mulutmu — kuucapkan banyak-banyak syukur untuk itu.

Kita bukan cenayang yang bisa meramal masa depan di hadap mata. Namun aku berdoa, semoga kita seperti wine yang tahan lama. Semoga, masa depan berpihak pada kita

Semoga masa depan berpihak pada kita

Semoga masa depan berpihak pada kita via tumblr.com

Masa depan boleh masih kabur sekarang. Kita belum tahu akan jadi apa, akan bekerja macam apa, tinggal di rumah macam apa — tapi kutahu aku ingin kau ada di sana.

Tanganmu lah yang ingin kugenggam setiap menyeberang jalan. Wajahmu yang ingin kutemukan setiap membuka mata dan merasa butuh pelukan. Bahu dan lekukan lehermu yang kuharap jadi tempat pulang saat kesibukan meremukkan badan.

Aku berdoa, semoga masa depan berpihak pada kita. Semoga kau dan aku seperti segelas wine yang tahan lama.

Kita, semoga tak ada habisnya.

Kita, semoga diaminkan dunia.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat puisi dan penggemar bakwan kawi yang rasanya cuma kanji.