5 Alasan Enak dan Tidak Enaknya Sebagai Anak Dosen di Kampus Tempat Orang Tuamu Bekerja

 

Profesi dosen merupakan salah satu profesi yang digeluti banyak orang di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya universitas-universitas di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Dosen-dosen ini memiliki anak yang diproyeksikan meneruskan orang tuanya. Karena mengerti seluk beluk universitas tempat mereka bekerja, tidak jarang ketika anaknya akan menginjakkan kaki di perguruan tinggi, orang tua mendaftarkan anaknya untuk di tempat mereka bekerja.

Kerap terjadi kondisi di mana orang tua sebagai dosen memiliki periode per-kehidupan kampus yang sama dengan anaknya (orang tua sebagai dosen, anak sebagai mahasiswa). Dari kacamata orang tua, kondisi demikian membuat mereka berharap napak tilas sembari mengawasi anaknya. Namun dalam kacamata anaknya, justru kondisi ini menimbulkan dilema. Pada satu sisi enak, tapi sisi lainnya juga tidak enak.

Artikel ini akan menjabarkan 5 alasan enak dan tidak enaknya sebagai anak dosen di kampus tempat orang tuamu bekerja. 

 <>1. Sebagai anak dosen, kamu jadi mudah dikenal oleh dosen-dosen.
Dosen nyentrik

Dosen nyentrik via http://www.ballecozt.com

Tidak bermaksud membedakan, namun sebagai anak dosen di tempat orang tuamu bekerja, kamu lebih cepat dikenal. Tentunya, ini diawali dengan orang tuamu yang sudah bercerita kesana kemari tentang anaknya yang berkuliah di fakultas tempat relasinya mengajar. Lebih untung lagi, ketika orang tuamu lebih senior dibanding dosenmu.

Sehingga ketika pertama kali masuk di semester satu, kamu sudah akrab dengan sapaan dosen berupa, "Eh, kamu ya yang anaknya Pak AB? Saya habis ketemu beliau tempo hari. Ternyata ini toh. Selamat ya sudah diterima disini," Tidak hanya itu, pembicaraan pasti diakhiri dengan, "Salam buat Pak AB ya". Sapaan tersebut tentu akan membuat dirimu nyaman dan kadang ge-er sendiri.

Sapaan tersebut membuat kamu memiliki kesan pertama yang bagus kepada dosen-dosenmu.

<>2. Kamu juga dianggap sepintar atau secerdas orang tuamu.
Like father, like son

Like father, like son via http://static.guim.co.uk

Anaknya Pak AB atau Pak AC sudah melekat pada dirimu. Hal ini membuat dirimu selalu diidentikkan dengan orang tuamu. Kamu dianggap memiliki kemampuan akademik seperti orang tuamu. Sebab, dosen-dosenmu melihatmu berdasarkan referensi dan pengalaman mereka selama berinteraksi dengan orang tuamu di kampus. Mereka masih sedikit banyak percaya bahwa bakat dan kemampuan orang tuamu pasti menurun di kamu.

Ini memberikanmu keuntungan, karena tidak perlu mengatakan apapun saja kamu sudah dianggap "sepintar atau secerdas orang tuamu". Anggapan ini cukup membekas di benak dosen-dosenmu. Tentunya, ini penting kan? Anggapan tersebut setidaknya membuatmu percaya diri sebagai mahasiswa/i.

<>3. Kamu juga punya peluang besar untuk terlibat dalam proyek-proyek.
Dosen-dosen program studi Teknik Sipil bersama 2 orang alumni di depan papan proyek ‘Rehabilitasi Jaringan Irigasi Bah Bolon’ Kabupaten Batubara.

Dosen-dosen program studi Teknik Sipil bersama 2 orang alumni di depan papan proyek ‘Rehabilitasi Jaringan Irigasi Bah Bolon’ Kabupaten Batubara. via http://nommensen-id.org

Karena dianggap memiliki kemampuan yang identik dengan orang tuamu, kamu akan mempunyai peluang besar untuk dites oleh dosen-dosenmu dengan keterlibatan di dalam proyek. Memang, terkadang ini dibantu dengan pertolongan orang tuamu yang meminta untuk melibatkan kamu di dalam proyek dosen yang bersangkutan. 

Apapun itu, ini menguntungkanmu. Terlibat dalam proyek bisa mengakrabkan dirimu dengan dosen-dosen, menambah sangu, dan meningkatkan kemampuan atau skill kamu. Enak, bukan?

<>4. Bagimu, semua dosen itu jadi sama.
Profesor Joel Saavedra

Profesor Joel Saavedra via http://www.vriea.ucv.cl

Istilah dosen killer atau dosen menyeramkan tidak ada dalam kamusmu. Sebab kamu kerap berinteraksi dengan dosen-dosen di luar aktivitas kampus bersama atau tanpa orang tuamu. Minimal, orang tuamu akan menceritakan the other side dari dosenmu. Dari hal-hal tersebut kamu berpandangan bahwa dibalik penampilannya yang garang, ternyata dosen tersebut memiliki sisi unik lainnya.

Dari sini, kamu memiliki pandangan obyektif terhadap dosen. Bagimu, tidak ada label dosen killer atau mengerikan. Yang ada hanya kelebihan dan kekurangan dari dosen tersebut. Kamu akhirnya tahu bahwa dosen juga manusia dalam arti sebenarnya.

<>5. Tidak hanya dosen, kamu pun dikenal oleh pegawai-pegawai kampus.
Gampang dikenal pegawai kampus

Gampang dikenal pegawai kampus via http://prasetya.ub.ac.id

Ini adalah efek domino. Berkat label sebagai anak dosen, pegawai-pegawai di lingkungan fakultas dan/atau universitas pun kenal dan ramah kepadamu. Hubunganmu dengan mereka bisa jadi tidak kaku. Jika kebanyakan mahasiswa/i hanya seperlunya saja ketika mengurus izin penelitian, mengurus rencana studi ataupun administratif lainnya, kamu dapat bercerita hal lain atau bersenda gurau.

Hubungan relasi yang cair seperti ini tentu menguntungkan kamu. Di saat yang lain mungkin diperlakukan secara sinis, ketika (misalnya) terlambat membayar uang kuliah, kamu bisa sedikit fleksibel karena sudah kenal sebelumnya.

<>6. Tapi karena kamu sudah sangat dikenal, titip absen jadi sebuah kesia-siaan.
Fenomena Titip Absen

Fenomena Titip Absen via http://2.bp.blogspot.com

Ya, kamu akan benar-benar dikenal oleh dosen-dosenmu. Artinya, tidak ada peluang bagimu untuk melakukan perbuatan titip absen. Sebab, dosen-dosenmu tidak hafal namamu, melainkan wajahmu. Bagimu, tidak ada pilihan abu-abu, yang ada hanya hitam atau putih. Ketika kamu berhalangan untuk kuliah, pilihanmu hanya ada dua: membolos atau memproses prosedur administratif tidak mengikuti kuliah.

Titip absen adalah kesia-siaan karena jika kamu melakukannya. Dosen dapat dengan mudah memanggilmu ke kantor jurusan dan bertanya, "Kenapa kemarin kamu titip absen?".

<>7. Gak enaknya lagi, orang tuamu adalah "Rival Akademik".
Antara keinginan dan orang tua

Antara keinginan dan orang tua via http://static.republika.co.id

Dianggap sama dengan orang tuamu, secara tidak sengaja menjadikan orang tuamu sebagai rival akademik. Ketika anggapan dosen bahwa kamu seperti orang tuamu tidak sesuai dengan kenyataan, maka siap-siaplah menjadi obyek pembanding. Tidak jarang kamu akan mendapat pertanyaan maupun pernyataan,

"Kalau saya bekerja bersama orang tuamu, biasanya begini..."

atau

"Ayah ibumu orang yang pintar. Seharusnya nilai kamu lebih baik dari ini." 

Namun, ketika anggapan dosen sesuai, kamu akan menerima kewajaran dengan pernyataan seperti, "Nah, begitu dong. Itu baru anaknya Pak atau Bu AB." Dengan selalu seperti itu, secara tidak sadar kamu menjadikan orang tuamu sebagai rival akademik. Kamu menyukai orang tuamu sebagai partner diskusi namun di sisi lain kamu menjadikan orang tuamu "musuh" karena ingin melampauinya dan lepas dari perbandingan.

<>8. Sekolahmu pun jadi harus tinggi karenanya.
Sekolah tinggi jadi prioritas

Sekolah tinggi jadi prioritas via http://media4.onsugar.com

Sebagai anak dosen, tentu ukuran kesuksesannya adalah pendidikan. Dan salah satu turunan dari pendidikan adalah seberapa tinggi seseorang bersekolah. Sebagai dosen, orang tua kita tentu memandang bahwa pendidikan penting bagi kesuksesan. Semakin tinggi sekolahnya, semakin tinggi pula tingkat kesuksesannya. Argumenmu bahwa Mark Zuckerberg sukses ketika tidak lulus dari Harvard University sulit didengar oleh orang tuamu.

Sulit untuk kamu lepas dari ekspektasi orang tuamu untuk mengikutinya. Jika orang tuamu sekolah pascasarjana hingga jenjang doktor, tentunya mereka ingin kamu memiliki paling tidak, jenjang yang sama. Bagi mereka, investasi dan sukses adalah ketika kamu mampu bersekolah hingga jenjang yang tertinggi. Argumen lain di luar itu akan sukar untuk diterima.

<>9. Kamu juga harus membuat batasan dengan dosen-dosenmu demi tetap menghormati mereka.

Interaksimu dengan dosen-dosen yang luas, tidak hanya di kampus, membuatmu sukar untuk membuat batasan. Membuat dosenmu begitu hormat kepada orang tuamu menyebabkan dirimu sulit menempatkan diri. Kamu sukar untuk membatasi diri antara kesopanan atau keakraban. Derajat ini seringkali terbalik-balik. Jika bersama orang tuamu atau di luar kampus, kamu terkadang memanggil dosenmu dengan sebutan Om atau Tante.

Namun, ketika di kampus kamu secara tidak sadar memanggil beliau dengan sebutan tersebut di depan teman-temanmu. Tentunya, hal tersebut buruk karena dosen juga butuh untuk dihormati. Bagaimanapun, mereka adalah guru-guru kita. Sulitnya kamu untuk membatasi dan menempatkan diri akan berakibat kurangnya respek dosen terhadapmu. Kamu harus berhati-hati dan cerdas, bahkan untuk urusan detail dalam awalan memanggil nama dosenmu.

<>10. Yang paling gak enaknya adalah kamu menjadi bahan gosip.
Jadi bahan gosip

Jadi bahan gosip via http://img.bisnis.com

Sebagai anak dosen, kamu jadi bahan gosip. Di sini ada dua kondisi. Pertama, di kehidupan kampus. Ketika kamu dengan kehidupan kampusmu baik-baik saja, maka gosip yang keluar akan positif. Namun semua akan menjadi celaka ketika kehidupan kampusmu berantakan. Nilai kurang baik, kuliah jarang masuk, hingga soal lebih seringnya kamu berpacaran ketimbang kuliah.

Dosen-dosen akan membicarakan kamu dengan segala amburadulnya kehidupan kampus dan seseorang atau dua akan melaporkannya kepada orang tuamu ketika ada kesempatan bersua. Kamu pun dibuat cengok dengan pertanyaan orang tuamu seperti, "Kamu nilainya jelek, ya? Kamu jarang kuliah, ya? Kamu pacaran terus, ya?". Semua itu bisa membuatmu terdiam.

Kedua, pada saat perkumpulan dosen-dosen. Pada saat berkumpul, bisa dipastikan dosen-dosen pasti bertanya kamu. Bisa dipastikan pula dirimu akan (lagi-lagi) dibandingkan dengan anak dosen lainnya. Tidak jarang setelah orang tuamu pulang buka bersama bersama rekan-rekannya (misalnya), kamu akan diberi kabar tentang, "Eh, anak Bapak/Ibu AF exchange ke Amerika lho, nak! Hebat ya?".

Kabar tersebut membuatmu sulit fokus dan dapat membakar antara semangatmu untuk mengikutinya atau justru amarahmu. Layaknya selebriti, kamu harus hati-hati terhadap tingkah lakumu. Hal positif saja bisa menjadi bahan gosip, apalagi yang negatif. Berhati-hatilah!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini