Jika Cinta Memang #BertepukSebelahTangan, Jangan Biarkan Ego Terus Berjalan

Ego memang sering menguasai, tapi jangan biarkan ia menyakiti

Suatu hari, kau berjalan-jalan di bawah lembayung sore, mengamati jalan setelah menempuh beratnya hari. Kau melihat seseorang duduk di kursi kayu taman kota. Matanya fokus pada layar hitam di genggaman tangan.

Ah, indahnya orang itu,” pikirmu.

Kau datang pada Tuhan, berkali-kali memohon agar kau segera dipertemukan dengan orang yang sore itu berhasil menarik perhatian.  

1. Cinta turun dari mata ke hati, begitu kata mereka

Pixabay

Pixabay via http://pixabay.com

Advertisement

Di hari yang lain, di sebuah acara, Tuhan mengizinkanmu bertemu orang itu, orang yang kau sebut-sebut dalam doamu, orang yang namanya pun kau belum tahu.

“Ah, beruntungnya aku!” pikirmu, hampir keras berseru.

 

Advertisement

Kalian pun berkenalan, berbagi cerita dan pengalaman, hingga akhirnya mulai berteman. Kau kembali pada Sang Kuasa, menuntut-Nya untuk membuatnya mencintaimu. Setelah kau pikir dia telah menaruh rasa padamu, masalah lain mulai menghantui. Kau merasa bahwa dicintai saja tidak cukup. Kau butuh pengakuan.

 

Entah bagaimana, hubungan kalian tampak semakin kuat. Kedekatan kalian mulai terlihat. Namun ragumu masih menyerang, ia sepertinya memang baik kepada semua orang.

Advertisement

2. Kau memperbesar rasa karena kau tahu kau berani meminta asa

Pixabay

Pixabay via http://pixabay.com

Kau terus memikirkannya siang dan malam, hingga kegalauanmu mulai memuncak di bawah langit kelam.

Beruntung kau adalah penganut kesetaraan, bagian dari kelompok yang tidak setuju bahwa kaum Hawa tidak seharusnya menyatakan perasaan lebih dulu. Kau sadar betul bahwa perasaan adalah hak istimewa semua manusia. Hasilnya, kau mulai menyusun rencana kapan untuk mengungkapkannya.

Hari lain menyapa. Kau datang pada orang yang kau sayang. Semua rasa yang kau simpan kemudian kau ungkapkan. Ia memasang mata, menatapmu dalam-dalam. Sementara kau menatapnya penuh asa, berusaha menutupi hatimu yang kelam.

 

Keringatnya turun dari dahi. Kau tahu itu, ia sedang grogi, tapi kau pura-pura tidak peduli. Ego hati dan diri terlalu dominan menguasai. Ia menghembuskan nafas berat sembari memalingkan wajah. Kau pegang asamu erat-erat sembari menunggu jawaban dengan resah. Kau tidak tahu arti hembusan nafasnya yang sudah-sudah.

 

Bibirnya melengkung, memamerkan senyuman termanis yang pernah kau lihat. Alisnya menunjukkan keraguan, sementara binar matanya sulit dijelaskan.

Kau semakin takut, kau genggam erat tanganmu dan kau tempatkan di atas lulut. Kau memalingkan badan, melihatnya saja kau tidak lagi punya keberanian.

Aku ditolak,” suara hatimu berbicara pelan.

 

Entah keajaiban apa yang baru saja hadir, kau mendengar susulan suara getir.

Aku juga mencintaimu.”

Kau terkejut, namun sirna semua rasa takut. Tubuhmu kau palingkan lagi ke arahnya, hari itu mungkin hari terbahagia di sepanjang masa muda yang kau punya.

3. Bagimu tiada yang hampa, bagi dia sebaliknya

Pixabay

Pixabay via http://pixabay.com

Akhirnya kalian mulai menjalani hubungan. Namun seiring waktu berjalan, kau tersadar bahwa ada hal lain yang kau inginkan, sikap perhatian.  Sayangnya dia bukan orang yang begitu peka, karenanya kau rela melakukan segala cara untuk mendapat perhatiannya.

           

Kau menghubunginya saat ia tidak menghubungimu. Kau memperhatikan setiap detail di media sosialnya saat ia tidak melakukan hal yang sama untukmu. Bahkan hal paling menikam, kau harus mengingatkannya bahwa hari itu tepat setahun kalian menjalin hubungan. Tidak masalah, yang penting kau dapat perhatiannya. Meski sudah memiliki status, rasanya kakimu masih mengejar dia terus-menerus.

4. Entah rasamu, entah kehendakmu, semua kau paksakan saja

Pixabay

Pixabay via http://pixabay.com

Suatu hari, ia membalas semua perhatian yang kau beri. Bahagiamu tak bisa kau hitung lagi. Ditambah, hari itu ia juga mengajakmu pergi ke tempat kesenangannya, di mana ia biasa menyendiri dari riuhnya masalah yang membuatnya gerah.

 

Kalian sampai di sebuah tempat di kaki bukit. Kobaran perasaanmu mulai bangkit. Rasa sakit perjuangan untuk mendapatkan perhatian sudah tidak lagi terungkit.

 

Kau berdiri di sampingnya, menyandarkan kedua siku tangan ke jembatan besi di pondok penatapan. Kau menghirup nafas dalam-dalam. Kau tahu betul, lima menit bersama orang yang kau cintai tentu cukup untuk membuatmu bahagia sepanjang hari. Meski di sisi lain kau juga tahu bahwa kau akan membutuhkan lima menit lain di esok hari. Kau tidak peduli.

 

Jika besok dia tidak perhatian lagi, aku akan mengejarnya lagi,” bisikmu pada hati.

5. Saat kau merasa bertemu orang yang salah, mungkin Tuhan sedang memberi jalan untuk bertemu orang yang tepat

Pixabay

Pixabay via http://pixabay.com

Kekasih yang berdiri di sampingmu mulai membuka suara. Perlu beberapa menit untuknya mengumpulkan tenaga dan mencurahkan semua isi hatinya.

Di sini tempatku memikirkan semua masalah kita,” katanya lirih.

 

Tiba-tiba hatimu tertikam perih. Kau tidak tahu menempatkan rasa, harus bahagia atau… mungkinkah itu tanda-tanda hubungan celaka? Kau pikir demikian karena memang di antara kalian semua baik-baik saja.

 

Ya, masalah kita, kita yang terlihat bahagia, padahal salah satu dari kita tidak menaruh rasa,” katanya.

 

Jantung dan nadimu serasa berhenti. Kau tidak tahu apa yang sedang terjadi. Setahun menjalin hubungan, selama itu juga kau ditipu perasaan. Hatimu seolah teriris sembilu, begitu pilu, hingga untuk berkata-kata pun kau tidak tahu.

 

Kau sadar dari dulu ego menguasaimu. Kau jelas tahu ia tidak mencintaimu. Semua terlihat dari hembusan nafas, alis, dan binar mata saat pertama kali kau ungkap rasamu.

 

Kau tidak percaya ia tidak mencintaimu sebelum kau benar-benar mendengar langsung darinya. Sekarang apa? Haruskah kau terus membohongi dirimu? Kau tidak bisa memaksakan perasaan siapa pun untuk menafkahi egomu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM angkatan 2015. Senang menulis.

CLOSE