Perubahan Iklim: Siapakah yang Harus Bertanggungjawab?

Baru-baru ini, pakar iklim dunia menggelar pertemuan mengenai perubahan iklim yang disebut dengan “tindakan putus asa”. Tindakan putus asa ini merupakan rencana memompa sulfur yang menghalangi cahaya matahari ke lapisan atas atmosfer untuk mendinginkan planet dan mencegah malapetaka yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan iklim (National Geographic 2015).

Separah itukah kondisi bumi saat ini? Lalu, mengapa kita di sini hanya berdiam diri? Apakah kita benar-benar tidak tahu atau memang sengaja menutup telinga?  

Sebenarnya, isu perubahan iklim sudah menjadi perhatian utama bagi masyarakat dunia. Bukan tanpa sebab, melainkan karena perubahan iklim diproyeksikan dapat mengancam seluruh kehidupan di bumi. Apalagi perubahan iklim cenderung memiliki sifat tidak pulih (irreversible) ke kondisi semula. Oleh karena itu, masihkah kita acuh tak acuh dengan kasus ancaman global ini?

 <>1. Apa itu perubahan iklim?

Menurut United National Framework Convention of Climate Change (UNFCCC), perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung, oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan juga terhadap variabilitas iklim alami yang diamati selama periode waktu tertentu.

Lalu apa hubungannya dengan kita? Mengapa kita perlu tau tentang perubahan iklim?

Pencairan es di kutub merupakan sebuah bukti nyata bagaimana perubahan iklim terjadi dan berpotensi menyebabkan hilangnya pulau-pulau kecil di berbagai belahan dunia. Tak hanya itu, kota-kota besar di dunia seperti New York, London, bahkan Jakarta berada di dekat pantai sehingga pada tahun 2050, kota-kota ini diperkirakan akan tenggelam.

Mengingat dampak yang ditimbulkan cukup parah, maka tidak ada salahnya jika kita sedikit banyak mendalami tentang perubahan iklim. Sebab kitalah makhluk paling cerdas di muka bumi. Kita adalah khalifah yang diyakini mampu mengatasi kejadian ini.

Pertanyaannya adalah “Sanggupkah kita?”

<>2. Bagaimana iklim berubah?
Peningkatan jumlah emisi disinyalir menjadi penyebab utama peningkatan suhu bumi

Peningkatan jumlah emisi disinyalir menjadi penyebab utama peningkatan suhu bumi via https://www.ipcc

Pada prinsipnya, unsur-unsur iklim seperti suhu udara dan curah hujan terbentuk karena adanya interaksi antara bumi dan atmosfer. Interaksi ini salah satunya berupa sistem efek rumah kaca. Efek rumah kaca pada dasarnya sangat berguna bagi seluruh makhluk hidup. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu bumi akan menjadi 340 derajat Celcius lebih dingin dari kondisi saat ini.

Namun sayangnya, sejak revolusi industri pada pertengahan abad 1880-an, jumlah emisi karbon dioksida yang terlepas ke atmosfer meningkat setiap tahunnya. Ditambah lagi dengan konsentrasi metana dan nitrous oksida yang juga ikut meningkat, sehingga peningkatan ketiga senyawa di atas menyebabkan energi panas yang ada di bumi terperangkap secara berlebih.

Untuk lebih jelasnya, coba bayangkan jika kita berada di dalam sebuah ruangan dengan jendela terbuka. Jendela yang terbuka memungkinkan terjadinya pertukaran energi antara sistem dan lingkungan sehingga kita tidak akan terlalu panas. Selanjutnya coba tutup semua jendela! Bayangkan apa yang kita rasakan saat itu? Ruangan pasti akan terasa lebih panas.

Hal yang sama juga terjadi pada bumi kita. Ketiga senyawa seperti karbon dioksida, metana, dan nitrous oksida yang berlebih seakan menutup jendela bumi kita sehingga tidak memungkinkan adanya pertukaran energi dan menyebabkan bumi kita semakin panas.  

Peningkatan ketiga senyawa di atas terjadi akibat aktivitas manusia dalam membangun peradaban modern (anthoropogenic). Jadi, bisa kita simpulkan bahwa tersangka utama dalam kasus perubahan iklim ini adalah manusia. 

<>3. Dampak perubahan iklim
Peningkatan suhu global berdampak pada segala aspek

Peningkatan suhu global berdampak pada segala aspek via https://www.nationalgeographic.com

Bayangkan jika apa yang kita makan saat ini tidak bisa kita dinikmati di hari kemudian! Andai petani tak mampu lagi menanam apapun karena iklim yang menjadi sumberdaya utama pertanian, sudah berubah! Bayangkan jika tak ada ikan yang bisa nelayan tangkap karena rusaknya ekosistem laut! Bagaimana jika air bersih yang kita gunakan sehari-hari hilang akibat jumlah kadar air tanah (KAT) yang semakin menipis?

Ancaman di atas akan segera kita dapatkan jika kita terus berdiam diri seperti ini. Pada dasarnya, perubahan iklim di lintang tinggi cenderung berdampak pada menipisnya lapisan es, hilangnya keseimbangan ekosistem, dan menurunnya keanekaragaman hayati. Sedangkan di lintang rendah seperti Indonesia, perubahan iklim mayoritas berdampak pada sektor pangan, pertanian, dan kelautan (terumbu karang).

Namun sebagai negara agraris, maritim, dan kepulauan, Indonesia seharusnya perlu memberikan perhatian lebih terhadap kasus ini. Sebab jika kita biarkan ini terus-menerus, maka bisa jadi kita kehilangan segalanya. Termasuk juga tempat tinggal kita akibat kenaikan muka air laut. Perlahan-lahan perubahan iklim akan mengancam semua sektor. Bahkan secara tidak langsung, perubahan iklim diprediksikan dapat menimbulkan inflasi di seluruh dunia.

Mengacu pada berbagai problema di atas, masihkah kita berdiam diri dan berpura-pura seakan tidak terjadi apa-apa?

<>4. Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim?
Energi alternatif merupakan salah satu upaya mengurangi dampak perubahan iklim

Energi alternatif merupakan salah satu upaya mengurangi dampak perubahan iklim via https://www.facebook.com

Kelangsungan hidup berbagai mahluk hidup di muka bumi kian terancam. Sudah saatnya setiap orang ikut menangani dengan cara masing-masing dan sesegera mungkin. Pastikan semua menggunakan solusi dan teknologi yang ramah lingkungan!

Bagi perorangan atau masyarakat, cara paling mudah dapat dimulai dengan mengubah pola hidup konsumtif menjadi pola hidup hijau yang berkelanjutan seperti hemat energi (termasuk BBM dan listrik), bijak menggunakan air, hemat kertas, kurangi penggunaan sampah plastik, mengolah sampah organik, dan menghindari produk sekali pakai seperti piring atau sendok plastik.  

Lalu, bagi pemerintah pusat diharapkan agar segera melakukan langkah mitigasi dan adaptasi serta sosialisasi demi mencegah dampak buruk dari akibat perubahan iklim. Pemerintah pusat juga diharapkan agar melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah serta LSM di bidang lingkungan. Karena pada kenyataannya, pengetahuan pemerintah daerah mengenai perubahan iklim masih terbilang minim.

<>5. FYI: Konvensi Perubahan Iklim
Salah satu konvensi perubahan iklim yang diadakan di Qatar tahun 2012

Salah satu konvensi perubahan iklim yang diadakan di Qatar tahun 2012 via https://www.unfccc.int

Pernahkah kamu menonton film "Pacific Rim"? Pada awal film tersebut, dijelaskan bahwa bumi kedatangan musuh berupa "Kaiju" (monster) yang dianggap dapat mengancam kehidupan manusia. Selanjutnya, diceritakan bahwa dunia bersatu dan mengumpulkan semua sumberdaya yang ada demi melawan "Kaiju" yang muncul di wilayah Pasifik. Berbagai jenis robot dibuat dengan masing-masing kelebihan. Para tentara turut melibatkan ilmuwan fisika dan kimia.

Kebetulan atau tidak, sebenarnya ini tak jauh berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Dunia sedang mengalami ancaman global. Bukan dari "Kaiju", melainkan dari perubahan iklim yang justru jauh lebih berbahaya. Film tersebut sedikit banyak memberikan suntikan moral bagi kita di seluruh dunia, bahwa jika kita mengensampingkan ego dan mau bersatu seperti pada film di atas, maka bukan tidak mungkin perubahan iklim bisa kita atasi.

Sejatinya, para pemimpin dan LSM dunia yang bergerak di bidang lingkungan serta lembaga terkait sudah melakukan banyak hal demi mengantisipasi dampak yang lebih buruk lagi akibat perubahan iklim. Contohnya, konvensi perubahan iklim yang sejauh ini sudah berjalan kurang lebih sepuluh tahun lamanya.

Ternyata, proses negosiasi dari berbagai negara banyak mengalami kendala seperti negara industri dan negara Timur Tengah yang tidak setuju dengan pengurangan emisi karena akan berdampak buruk pada stabilitas ekonomi mereka. Negara berkembang seperti Indonesia dan Brazil yang memiliki hutan yang cukup luas, diharapkan mampu mempertahankan hutannya sebagai paru-paru dunia dengan skema REDD+. 

Namun program tersebut nyatanya masih belum bisa diterapkan. Serta negara kepulauan yang terus mendesak Conference of Parties (CoP) atau badan tertinggi konvensi untuk segera melakukan tindakan sebelum mereka kehilangan pulaunya akibat kenaikan permukaan air laut.

Berkaca pada proses negosiasi yang cukup rumit dan banyak memakan waktu, demi mencegah dampak yang lebih buruk lagi, marilah kita segera mengubah pola hidup kita tanpa menunggu simpulan atau hasil akhir dari konvensi perubahan iklim dunia. Serta perlu adanya komitmen bersama demi masa depan yang lebih baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Aktivis Lingkungan dan Konservasi Alam