Sejarah R.A Kartini yang Menjunjung Tinggi Emansipasi Wanita

Siapa yang tidak tahu dengan salah satu pelopor perempuan yang paling bersejarah ? Ya, R.A Kartini atau Raden Adjeng Kartini. Ia lahir pada 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904 diumur 25 tahun. Sangat singkat ya hidupnya, namun semasa hidupnya, beliau sangat berpengaruh dalam menjunjung harkat martabat perempuan yang tidak kita sadari pengaruhnya hingga sekarang. Kita lanjut dengan sejarah beliau yu…

1. Sejarah R.A Kartini

Sejarah R.A Kartini via http://www.ragamseni.com

R.A Kartini adalah seorang anak dari Raden Mas Adipati Ario dan M.A. Ngasirah, dimana ia anak ke-5 dari 11 bersaudara. Pada saat itu, orang tuanya juga memiliki tokoh kuat di kalangan masyarakat dan sangat disegani. Hidup dilingkungan bangsawan tidak menutup semangat Kartini untuk menimba ilmu , bahkan pada saat itu ia lebih banyak mendapat fasilitas ilmu dibanding teman-temannya yang dari masyarakat biasa. Malah ia sempat sekolah di ELS atau Europeses Lagere School. Keren ya???

2. Tradisi Dipingit

Tradisi Dipingit via http://www.ragamseni.com

Tradisi zaman dulu, bisa terbilang aneh jika dibandingkan zaman sekarang. Ya jelas, karena itu kejadian 100 tahun lalu. Pada masa itu wanita memiliki tradisi dipingit saat memasuki masa remaja yaitu umur 12 tahun. Dan hal ini pun terjadi pada Kartini saat beliau menginjak umur 12 tahun. Untungnya Kartini tinggal di keluarga bangsawan, Kakeknya yang bernama Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah bupati pertama yang memberi pendidikan Barat khusus untuk anak-anaknya. Bukan pilih kasih ya, ini kan orde lama dimana seorang Bangsawan masih memiliki hak lebih. Kartini juga memiliki seorang Kakak bernama Sosrokartono, seorang yang sangat pintar dalam ilmu bahasa.

3. Berawal Dari…

Surat Menyurat via http://www.ragamseni.com

Inilah awal dari perjuangan beliau. Walau sudah dalam keadaan dipingit, Kartini memanfaatkan Kakaknya dalam mempelajari Bahasa Eropa guna bisa berkomunikasi dengan para bangsawan Eropa. Usahanya ternyata tidak sia-sia. Akhirnya ia mulai bisa surat menyurat dengan teman-temannya dari Belanda, dimana isi surat itu berisikan tentang kondisi sosial di kalangan wanita Indonesia, surat-surat yang berisi tentang keluhan dan ketidak terimaan Kartini atas budaya tersebut, maka disitulah Kartini ingin memajukan wanita pribumi dan hal ini disetujui oleh salah satu temannya bernama Rosa Abendanon. Timbulan bala bantuan, berupa buku-buku, majalah Eropa, dan koran. Disitu Kartini mulai tertarik dengan gaya berfikir wanita Eropa dan menyadari budaya sosial yang sangat rendah dikalangan wanita Indonesia.

4. Bacaan yang Dipelajari Kartini

Bacaan yang Dipelajari Kartini via http://www.ragamseni.com

Pada saat itu Kartini menerima koran Semarang yang bernama De Locomitief , ia juga menerima paket majalah leestrommel yang berisi tentang kebudayaan dan ilmu yang cukup berat dipelajari oleh seorang wanita pada umurnya. Ia juga membaca majalah khusus wanita Belanda bernama De Hoolandsche Lelie. Selain itu ia pun membaca buku yang berjudul Max Havelaar dan Surat-surat Cinta. Begitu juga buku tentang spiritual yang berujudul De Stille Kraacht, dan tentang roman anti-perang yang berujudul Die Waffen Nieder semua buku itu berbahasa Belanda. Acungkan jempol yu untuk Ibu kita Kartini.

5. Niat Untuk Belajar di Eropa

Dibalik itu ternyata Kartini mempunyai tujuan lain yaitu ingin melanjutkan sekolahnya di Belanda terutama negara Eropa. Hal ini terungkap di beberapa suratnya yang ia kirim ke para sahabatnya, ambisi itu didukung oleh para sahabatnya, Belanda pun dengan tangan terbuka akan menerima Kartini untuk belajar di negaranya. Singkat cerita keinginannya mendadak sirna ketika ia akan menikah. Dalam suratnya tertulis bahwa sudah tidak ada kesempatan untuk belajar disana, karena ia akan menikah. Pernyataan itu sangat disayangkan oleh para sahabat penanya.

Baca juga : Legenda Dibalik Gunung Tangkuban Perahu

6. Pernikahan Kartini…

Pernikahan Kartini… via http://www.ragamseni.com

Tidak berapa lama kemudian pernikahannya pun berlangsung pada tanggal 12 November 1903 dengan seorang bupati Rembang bernama K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Berarti saat itu Kartini berumur 24 tahun, hmmm sudah terlalu tua dengan budaya menikah zaman dulu. Untungnya, suaminya mengerti akan keinginan Kartini yang ingin membebaskan budaya pingit bagi kaum wanita Indonesia. Dibebaskanlah Kartini dengan segala keinginannya, akhirnya Kartini mendirikan sekolahan khusus wanita yang sekarang menjadi Gedung Pramuka.

Sampai Pada Detik-detik Kartini Menghembuskan Nafas Terakhir

Kartini melahirkan anak pertama setelah 1 tahun pernikahannya, anaknya diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat lahir pada tanggal 13 September 1904. Selang beberapa hari kemudian Kartini meninggal di usia 25 tahun tepatnya pada tanggal 17 September 1904, jasadnya dimakamkan di Desa Bulu, Rembang.

7. Apa sudah sampai disini saja?

Buku-buku Kartini via http://www.ragamseni.com

Ternyata jejak Kartini tercium hingga ke Belanda. Setelah Kartini meninggal, surat-surat dan buku karya Kartini dikumpulkan oleh Mr.J.H. Abendanon. Sangat puitis sekali, siapakah Mr. J.H. Abendanon? Ia seorang Menteri Kebudayaan, Kerajinan Hindia Belanda dan juga Menteri Agama. Buku Kartini yang berjudul Door Duisternis tot Licht yang diartikan Dari Kegelapan Menuju Cahaya diterbitkan pada tahun 1911 yang dicetak 5x dan cetakan terakhir ditambah dengan surat-surat Kartini.

Pada tahun 1922, buku Kartini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Lalu pada tahun 1938, seorang sastrawan membuat buku itu dengan versinya.

Dari waktu ke waktu hal-hal yang sudah dikerjakan Kartini terdengar oleh masyarakat Belanda, dan mulailah menyadari bahwa pandangan mereka salah. Lalu wanita diberi kebebasan untuk menuntut ilmu.

8. Kesimpulan?

Emansipasi Wanita via http://www.ragamseni.com

Dari cerita diatas, Kartini telah merubah pandangan para penjajah. Untungnya, kondisi keluarganya yang memang berdarah biru tidak dijajah oleh Belanda, malah berteman. Aneh ya? Tapi beruntung sekali, jika Kartini berasal dari masyarakat biasa kemungkinan nasibnya seperti Cut Nyak Dien. Berbanggalah rakyat Indonesia.

Sampai sekarang, emansipasi wanita ditegakkan. Tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, keduanya memiliki hak untuk belajar setinggi mungkin, berkarya sebanyak mungkin , dan dapat berkarir juga. Jika tidak? Apa pernah kamu membayangkan bila adat dulu masih terbawa sampai sekarang?

Saran Bagi Para Wanita

Manfaatkan waktu yang sudah ada, kebebasan untuk menggapai cita-cita di zaman sekarang terbuka luas. Kita sudah tidak usah memikirkan takutnya dipingit, bebannya dimadu, atau haknya diambil. Kita sudah bisa memanfaatkan semua fasilitas yang sudah ada. Good Luck…!!!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini