Sindoro, Gunung di Jawa Tengah yang Paling Bikin Pendaki Putus Asa. Setuju?

Tanjakan-tanjakan terjal yang tak ada habisnya dan banyaknya puncak palsu membuat Sindoro dikenal sebagai gunung pemberi harapan palsu.

Tak dapat dipungkiri efek film Indonesia yang berjudul 5 CM menjadi daya tarik atau juga sebagai tolak ukur salah satu olahraga ekstrem yaitu mendaki gunung, yang kini menjadi salah satu sebuah kegiatan yang pupuler. Mendaki gunung pada dasarnya adalah kegiatan yang menuntut fisik dan mental yang prima, bahkan tidak hanya itu. Pengetahuan dasar untuk bertahan di alam liar menjadi salah satu syarat wajib dalam mendaki gunung. Mendaki gunung tidak hanya menikmati keindahan alam saja. Tetapi juga ada cerita perjalanan yang siap bikin kamu deg-degan seperti ketika kamu jatuh cinta pada pandangan pertama. Tidak akan terlupakan! Serius deh.

Mendaki gunung sudah menjadi lifestyle anak muda kekinian beberapa tahun terakhir ini. Gunung-gunung yang dahulunya sepi kini bagai pasar tumpah di akhir pekan. Sungguh begitu hiruk pikuk. Banyak gunung-gunung di Indonesia yang dijadikan objek pendakian seperti gunung merapi, gunung rinjani, gunung sumbing, gunung merbabu, gunung prau, gunung kerinci, gunung slamet, gunung argopuro dan gunung sindoro. Namun kali ini yang akan saya mengimprovisasi yaitu gunung sindoro, yang merupakan gunung yang pernah saya daki

Gunung Sindoro, atau yang juga kerap disebut Gunung Sundoro, memiliki ketinggian 3.153 mdpl di atas permukaan laut. Gunung ini terletak di sekitar Kabupaten Temanggung dan Wonosobo, Jawa Tengah. Gunung Sindoro merupakan gunung berapi aktif berkarakter gunung kerucut tipe Strato, dan terakhir sekali meletus tahun 1971 silam. Bersama Gunung Sumbing yang berhadapan dengannya, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing kerap dianggap sebagai ‘Gunung Kembar’ dalam artian harafiah karena mirip bentuknya dan lokasinya pun berhadapan sangat dekat.

Gunung Sumbing dan Sindoro selalu dijadikan target pendakian, terutama bagi pendakian tek-tok, di mana kedua gunung berusaha ditaklukkan dalam waktu yang berdekatan. Apabila dikaitkan pula dengan Gunung Slamet, maka Gunung Sindoro, Sumbing, dan Slamet memiliki julukan Triple S, tiga dari empat gunung tertinggi di Jawa Tengah yang berawalan huruf S.

1. Pendakian santai sekitar 7-8 jam

Advertisement

Pendakian Gunung Sindoro via Kledung biasanya dibagi dalam dua etape. Etape pertama adalah dari base camp ke Pos 3 atau Sunrise Camp, sementara etape kedua adalah dari Pos 3 atau Sunrise Camp ke puncak.

Jalan santai, Pos 3 bisa kamu capai dalam waktu 4 jam dari base camp. Dari Pos 3 atau Sunrise Camp ke puncak kamu harus nanjak lagi selama sekitar 3 jam

2. Lewat ladang tembakau

Distel2610

Distel2610 via https://pixabay.com

Karena Kledung terletak di Temanggung yang memang dikenal sebagai salah satu penghasil tembakau terbaik di Indonesia, dalam perjalanan dari base camp ke Pos 1 kamu bakal melewati jalan makadam yang diapit kebun tembakau yang luas.

Advertisement

Kalau kamu nanjaknya pas daun tembakau sudah besar, pemandangannya bakal keren banget, apalagi pagi-pagi saat cahaya matahari masih miring dan berwarna keemasan. Pasti tiap sebentar kamu berhenti buat foto-foto.

3. Tak ada sumber air sepanjang trek

Strikers

Strikers via https://pixabay.com

Sayangnya tak ada sumber air sepanjang trek. Di musim hujan memang biasanya air bakal menggenang di kawah, tapi musim kemarau kawah akan kering kerontang.

Makanya kamu mesti bawa air dari bawah sesuai dengan kebutuhanmu. Kalau beruntung, kamu mungkin bisa membeli air di Pos 3, soalnya kadang-kadang kalau lagi rame ada penduduk sekitar yang sengaja nanjak cuma buat jualan air.

Advertisement

4. Gunung Sindoro suka mem-php pendaki

Kanenori

Kanenori via https://pixabay.com

Awal pendakian kami (7 pendaki) menggunakan jasa ojek dari basecamp via kledung sampai ke pos antara 1 dan 2 dengan ongkos 25 Ribu. Alasan kami memakai jasa ojek karena kami terlambat memulai pendakian (hampir sore) jadi terpaksa deh memulai pendakian dengan ojek. Sesampai di antara pos 1 dan 2 itulah pendakian yang sejatinya akan dimulai. 

Kami sangat menikmati perjalanan pendakian yang diiringi nyanyian goresan antar pohon serta kicauan burung – burung menambah sensasi pendakian menjadi fresh. kemudian nyampe di pos 2 kami beristirahat sejenak, ada yang berfoto , ada yang memakan bekal,  dan sebagainya. kemudian kami melanjutkan proses pendakian kembali.

Di tengah menuju pos 3, kami berjumpa dengan pendaki dari negara upin ipin yaps Malaysia. Beliau mengatakan cuaca diatas aman untuk pendakian serta beliau berpesan untuk berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu kalou bahasa gampangnya sopan santun nya dijaga. Singkat cerita, kami sampai di pos 3 dan langsung tancap gas menuju sunrise camp, karena kami ingin mendirikan tenda di sunrise camp.

Tiba-tiba angin besar datang karena saat itu posisi senja telah menghilang (maghrib) sehingga menyulitkan kami untuk mendirikan tenda. Kami selesai mendirikan tenda tepat pukul 19.10 WIB kemudian kami mulai merebus mie, ada yang membuat kopi, ada yang mendengarkan musik. 

Karena waktu telah menunjukan pukul 21.00 WIB kami bergegas untuk istirahat dan tidur karena rencana kami untuk mendaki ke puncak gunung itu jam 01.30 WIB. Saat kami tidur angin besar datang lagi sehingga membuat kami terbangun seketika. 

Tepat pukul 01.45 WIB kami melanjutkan pendakian ke puncak sindoro, Dengan balutan double jaket dan bantuan seter kami mendaki langkah demi langkah mengarungi bebatuan serta tanjakan terjal sindoro.

Bagi saya, Sindoro adalah gunung yang luar biasa “tangguh”. Suka sekali mem-php pendaki. Punya banyak “false peak” alias puncak palsu. Benar-benar gunung yang menguji mental dan nyali. Epiknya lagi, gunung ini sanggup membuat saya menangis terharu. 

Namun, setelah dua jam pendakian, saya bertanya-tanya, ini kapan sampai puncaknya? Benar-benar buta medan, karena saat itu jugalah pertama kalinya saya naik Gunung Sindoro. Dengan langkah yang mulai gontai, saya menjumpai puncak-puncak palsu. Ketika saya pikir sudah hampir sampai puncak, kaki ini melangkah dengan pasti. Tapi, semakin mendekat, “kok puncaknya ada lagi?” Dan ternyata, false peak! Benar-benar merasa di-php Sindoro.

Jika diibaratkan dengan suatu hubungan, Sindoro ini orang yang suka main di area friend-zone. Kelihatannya sih tertarik, tapi kok nggak ngasih kepastian juga.

5. Pemandangan sunrise dan kawah Sindoro

Document Pribadi

Document Pribadi via https://www.mediafire.com

Yang namanya diberi harapan palsu itu nggak ada yang enak. Tapi, percayalah kalau mau bersabar sedikit saja (meski di-php terus-terusan), nikmatnya luar biasa. Kamu bisa menghargai perjuanganmu dan bersyukur sudah sampai di puncak.

Kala itu saya menangis terharu bisa sampai di Puncak Sindoro. Kenapa? Karena itu adalah pendakian perdana saya di Sindoro, apalagi kami melakukan pendakian satu minggu sebelum 17 Agustusan, itu rasanya seperti film 5 CM.

Pemandangan Puncak Sindoro saat itu sangat bersahabat dengan kami. Jarak Padang keluarnya Sunrise begitu  dekat dengan mata kami. Tidak bisa dilupakan ketika kami berada diatas awan yang dulu kami mimpi – mimpikan.

Segala daya dan upaya akan terasa begitu berharga jika kamu berusaha dan bersabar

Saya sangat bersyukur bisa menyelesaikan misi yang bagi saya pribadi cukup berat. Perjuangan mendaki puncak yang berat dari terjalnya pendakian, angin besar datang, tertinggal jauh dengan rombongan teman saya. Intinya banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan kala melakukan pendakian perdana ini. 

Setujukah kamu kalau Sindoro adalah gunung yang paling bikin desperate?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Insan Penikmat Kopi Dan Penikmat Kuliner Tulis

CLOSE