The Journey Of a Strengths Evangelist

Focus on your strengths

Martin Seligman adalah pelopor Psikologi Positif (istilah yang diciptakan oleh Abraham Maslow), bukan hanya karena Martin memiliki teori sistematis tentang mengapa orang bisa bahagia, tetapi karena ia menggunakan metode ilmiah untuk mengeksplornya secara menyeluruh. Dengan menggunakan kuesioner yang komprehensif, Martin menemukan bahwa seseorang paling puas dan bersemangat saat menemukan dan mengeksploitasi kombinasi unik mereka dari "kekuatan (strengths)".

Rekannya Martin Seligman yang bernama Don Clifton menciptakan suatu alat untuk melihat kekuatan unik tersebut yang bernama Strengths Finder. Di tahun 2014, saya diundang ke Gallup University di Omaha, Nebraska dan diajarkan konsep Strengths Based Development. Inilah yang akan saya share dengan teman-teman di Hipwee.

1. Kenapa kita harus fokus pada strengths?

focus on your strengths not weaknesses

focus on your strengths not weaknesses via https://www.ltggoldrock.com

Advertisement

Dari waktu saya kecil, tiap kali saya gagal mendapatkan nilai diatas 80 untuk tes matematika, orang tua selalu bilang kalau saya musti fokus dan spend waktu lebih banyak lagi untuk belajar matematika. Selain itu, saya juga diberikan les matematika setiap minggu untuk membantu saya menaikkan nilai ujian matematika semasa duduk di bangku SD.

Yang terjadi waktu itu saya memang berhasil meningkatkan nilai matematika tapi sekarang saya sadar bahwa "I have always hated Math" dan memang sampai sekarang saya tidak pernah jadi expert di bidang Matematika. Andai saja orang tua saya mengenal konsep strengths dan membantu saya fokus terhadap kekuatan unik saya waktu itu which was studying foreign language, mungkin saya akan bisa menguasai 9 bahasa asing dan diterima bekerja di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ha..ha..ha.

Saya mau kasih contoh, Agnes Monica, artis Indonesia yang sekarang go international. Dari kecil orangtuanya sudah melihat kekuatan uniknya dan mengirimkan dia ke sanggar di mana dia belajar seni baik itu nyanyi, nari, tampil di depan umum, dan lain-lain. Hal itu dilakukan Agnes sejak dari kecil sehingga menjadi suatu pattern of thoughts, feeling dan behavior, yang artinya dia sangat natural dalam melakukan apa yang dia kuasai sehingga menjadi sangat produktif itulah yang dinamakan strengths.

Advertisement

2. Hari pertama baca buku mengenai Strengths

Waktu itu saya bekerja di hotel bintang lima di Jakarta bernama Ritz Carlton Hotel di kawasan Mega Kuningan. Salah satu inisiatif untuk mengukur komitmen dan kontribusi karyawan adalah Employee Engagement. Dari hasil survey employee engagement tersebut, saya lihat departemen tempat saya bekerja mendapat nilai rendah pada pertanyaan "Do I have the opportunity to do what I do best?"

Saya belum paham artinya saat itu, terus saya coba tanya sama HR. Lalu, kepala HR saat itu, Pak Benny memberikan saya satu buku berjudul StrengthsFinder. Dia cerita sama saya bahwa opportunity to do what I do best itu artinya setiap orang punya kesempatan untuk menerapkan bakat mereka di kesehariannya.

Advertisement

Contoh: seorang karyawan yang bekerja di front office yang punya bakat natural WOO (winning others over) diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan tamu hotel sehari-hari ini akan membuatnya menjadi lebih engaged di tempat kerja karena dia selalu mendapatkan kepuasan dari aktivitas tersebut.

Buku ini saya bawa pulang untuk mempelajari 34 jenis talent yang ada dalam setiap manusia. Hari itulah saya belajar suatu hal yang baru yang namanya: SELF-AWARENESS.

3. Eksperimen Strengths di Toastmaster Club

Toastmaster Indonesia

Toastmaster Indonesia via https://www.youtube.com

Setelah membaca buku Strengths Finder yang diberikan Pak Benny dari HR waktu saya bekerja di hotel Ritz Carlton, saya mulai mencoba mengaplikasikannya di satu komunitas public speaking yang namanya Toastmaster Indonesia Club.

Komunitas ini dimulai di USA dimana sekumpulan orang dengan interest yang sama, which was belajar public speaking, membangun komunitas ini menjadi club yang besar bernama Toastmaster International.

Saat itu saya masih mempelajari bagaimana menjadi seorang public speaker yang baik. Nah, saya coba untuk menggunakan salah satu strengths saya yang dominan waktu itu, namanya ACHIEVER. Dengan strengths ini saya menargetkan diri untuk menyelesaikan Basic Manual 1 sampai dengan 10 dalam kurun waktu 4 bulan, and I did it!

Di komunitas ini saya baru menyadari bahwa saat kita tahu Strengths kita apa, baru kita bisa menerapkannya pada role kita dan tujuan apa yang ingin dicapai. It is really good to have self awareness so that we can excel at something that we are passionate about.

4. Bergabung dengan Gallup

Gallup University

Gallup University via https://grc.unl.edu

Tahun 2013 akhirnya saya bergabung dengan Gallup dan dikirim ke Gallup University di Omaha, Nebraska. Di sana saya belajar banyak mengenai bagaimana mengerjakan project dengan tim dan menggunakan Strengths Team Grid untuk mengetahui dinamika Strengths dalam suatu tim.

Mungkin kedengarannya ribet sekali, tapi Strengths Team Grid itu ternyata simpel, hanya menunjukkan apakah suatu team itu sudah balance memenuhi 4 domain of Strengths, yaitu:

1) Strategic Thinking

2) Executing

3) Relationship Building

4) Influencing

Kenapa musti balance? Karena dengan meiliki orang-orang dengan strengths berbeda dalam satu team, akan memudahkan kita untuk berkolaborasi dengan baik karena tiap orang akan mendapatkan kesempatan untuk melakukan yang terbaik dengan menggunakan kekuatan uniknya.

5. Ketemu dengan Strengths Coach di Singapore

Sepulangnya dari Omaha, Nebraska saya mulai bekerja di Gallup Singapore dan diberikan seorang Coach yang membantu pengembangan karir saya. Nama Strengths Coachnya, Dahlia Sutrisno. Dia memiliki 2 strengths dominan yang sama dengan saya, yaitu: ACHIEVER dan COMPETITION.

Dahlia mengajarkan saya bagaimana melakukan coaching, sesuatu yang saya belum pernah lakukan sebelumnya. Ternyata, coaching itu fun! Saya banyak mendapatkan a-ha momen selama coaching session dengan Dahlia.

Dahlia juga mengajarkan konsep The Power of 2 kepada saya. Konsep ini dipakai saat kita merasa bahwa strengths yang kita butuhkan untuk melakukan sesuatu tidak dominan dalam diri kita, yang bisa dilakukan adalah mencari pasangan yang melengkapi lesser strengths itu, intinya saling complement each other untuk mendapatkan sinergi melalui strengths.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE