6 Hal yang Membuat Kita Terus Percaya; Saat Hidup Sedang Bejat-bejatnya

Kenapa kita harus terus percaya

Hidup yang selalu baik-baik saja sudah lewat masanya. Kita bukan lagi anak kecil yang perlu di puk-puk manja setiap waktu. Sesekali hidup perlu bertingkah seperti wasit garis yang keras. Menampar dan memberikan peringatan agar seluruh perbaikan terjadi dengan lekas.

Advertisement

Di waktu yang tak terduga hidup bisa berubah jadi cecunguk bejat yang merusak tatanan yang sudah tertata rapi sedemikian rupa. Namun bukan karena ini ‘kan kita seharusnya kita berhenti percaya? Ada kekuatan besar yang mengendalikan segalanya. Saat hidup sedang terasa bejat-bejatnya, 6 hal sederhana ini membuat kita bertahan dan percaya. Nanti. Hal baik pasti tiba.

1. Kondisi ini boleh terasa meremukkan. Tapi kamu hanya akan jadi martir selepas keluar dari gempuran kesulitan

Kamu hanya akan jadi martir selepas bebas dari kesulitan | Photo by Khoa Võ via www.pexels.com

Tidak ada tantangan dan cobaan yang sia-sia. Gempuran rasa sakit yang melanda tentu punya tujuan baik di baliknya. Jika mau percaya, tentu Dia punya rencana besar dan baik yang sekarang belum kasat mata ‘kan?

Selepas semua yang kamu hadapi, setelah kamu lupa rasanya bahagia dan tidak menangis di ujung-ujung malam yang sepi — kamu hanya akan jadi lebih tangguh menghadapi semua kebejatan yang hidup beri. Semua ujian ini akan membentukmu jadi orang yang tak sama lagi. Hidup yang bumpy mendidikmu jadi martir yang tak lagi gentar menghadapi apapun yang semesta minta untuk dinikmati.

Advertisement

2. Dari semua rasa sakit di dunia, ini hanya sepersekian. Bukankah hidup juga tidak akan lebih mudah di masa depan?

Bukankah hidup juga tak akan jadi lebih mudah di masa depan? | Photo by Andy Lee via unsplash.com

Tantangan sebagai manusia tidak akan berhenti di sini. Setelah lulus dari “cengkeraman” Dosen Pembimbing Skripsi hidup membawamu ke ganasnya pintu lain yang bernama mencari pekerjaan dan di supervisi. Kewajiban dan tanggung jawab sebagai orang dewasa hanya akan bertambah tiap harinya. Tak ada lagi kata mundur setelahnya.

Kamu boleh merasa jadi pesakitan setelah mendapat kritik tajam dari atasan. Kepercayaan dirimu boleh runtuh setelah dihadapkan pada kegagalan. Tapi hidup toh masih panjang. Rasa sakit yang mendera saat ini hanya sepersekian. Masih banyak ragam sakit lain yang akan berdatangan.

3. Merengek, sekilas tampak mengurangi lelah. Tapi berusaha sembari berpasrah sesungguhnya membuat ini lebih mudah

Advertisement

Berusaha sembari berpasrah membuat ini jauh lebih mudah | Photo by Nikolay Hristov via unsplash.com

Membiarkan dunia tahu apa yang kamu rasa memang terlihat mengurangi beban di kepala. Simpati dari orang-orang di sekitar membuatmu merasa tak sendirian. Ada mereka yang nampaknya turut mendukung dalam berbagai keadaan. Namun jika mau dilihat lebih dalam lagi, bukankah rengekan di sosial media justru menyia-nyiakan energi?

Saat kita sibuk mengeluh, kita telah kehilangan waktu untuk mengubah nasib lewat simbahan peluh. Rengekan manja di Twitter dan keluhan sepanjang cerpen di Path juga tidak akan berarti apa-apa. Banyaknya retweet dan love di sana tak membuat masalah selesai seketika.

Kita selalu bisa memilih untuk jadi anak manja; atau jadi orang gigih yang berani mengalahkan dunia. Bukankah lebih terhormat jadi yang kedua?

4. Ada tangan tak terlihat yang sudah mengatur segalanya. Sesekali lebih baik jadi “buta” dan percaya pada rute semesta

Sesekali lebih baik jadi buta dan percaya pada rute semesta | Photo by Ioana Casapu via unsplash.com

Tidak enak memang menjalani sesuatu tanpa tahu apa yang di ujung sedang menunggu. Kita terlalu terbiasa dengan transparansi dan akuntabilitas. Hingga padaNya pun rasa menuntut dan enggan percaya bisa muncul tanpa batas. Saat hidup sedang sulit-sulitnya wajar memang jika kita berteriak,

Sial! Lalu setelah ini apa?”

Hanya saja, tolong sekali ini maukah kita belajar bersama-sama untuk percaya? Barangkali kita hanya sedang dibutakan sementara. Sebab jalan semesta terlalu sempurna untuk dibaca dengan mata gegabah kita sebagai manusia. Tak perlu lah khawatir berlebihan. Toh, Tuhan ada.

5. Hidup bisa berubah seketika saat pintu kebaikan terbuka. Jalan paling elegan mengetuk daun pintunya adalah dengan tidak meratap lama-lama

Jalan paling elegan mengetuk daun pintu kebaikan adalah dengan tidak meratap lama-lama | Photo by Jermaine Ulinwa via www.pexels.com

Makin dewasa, kita tentu enggan dong disebut alay atau cabe-cabean? Semua harus bisa dilakukan dengan lebih elegan. Putus cinta tidak harus membuat kita terlihat menye-menye di dunia maya. Kemarahan terhadap bos atau rekan kerja tidak perlu disampaikan pada dunia. Menjadi dewasa ternyata sepaket dengan kesadaran bahwa energi buruk tak perlu dibagi ke mana-mana.

Namun sesungguhnya hidup tidak sejahat itu. Di tengah semua gempuran yang datang padamu jalan kebaikan sedang menunggu. Ia bisa datang dari ajakan teman untuk mendaftar di perusahaannya yang sedang membutuhkan program officer baru, kenalan random yang kemudian mengenalkanmu pada founder start up yang sesuai passionmu, sampai dari 2 gelas kopi yang dinikmati bersama dengan kawan yang kini jadi rekan bisnismu.

Hidup akan berbaik hati pada mereka yang tak meratap dan hanya menunggu. Kenapa tidak bergerak jika memang hidup menawarkan banyak pintu?

6. Akan ada masa kita tertawa geli saat melihat kembali apa yang sudah dilalui. Ternyata begini. Sesekali hidup hanya harus dijalani. Bukan dimengerti

Tidak semua yang dijalani harus dimengerti. Saat ini. | Photo by Matheus Ferrero via unsplash.com

Beberapa tahun lagi, masalah yang membuat kita susah tidur saat ini tak akan terasa sesignifikan sekarang lagi. Harga pampers anak terasa lebih menyesakkan dibanding tetek bengek skripsi. Cicilan KPR yang tiap bulan menanti tak ada apa-apanya dibanding lebam yang tercipta karena patah hati.

Suatu saat nanti, kita akan terkikik geli melihat apa yang sudah dilalui selama ini. Kemudian menepukkan tangan sendiri ke bahu dan berkata ringan pada diri sendiri,

“Lihat ‘kan? Kamu sudah bisa melalui ini. Hidup tidak perlu membuat kita pusing dan dianalisis berulang kali. Terkadang hidup hanya harus dijalani.”

Kebaikan masih banyak menunggu di luar sana. Meski sekarang sedang jatuh dan merasa dipercundangi semesta, tolong jangan berhenti percaya. Kebaikan semesta pasti tiba. Pada masa terbaiknya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat puisi dan penggemar bakwan kawi yang rasanya cuma kanji.

CLOSE