7 Alasan Kamu Lebih Sedih Meninggalkan Perantauan, daripada Dulu Saat Pergi dari Kampung Halaman

Sedih Meninggalkan Perantauan

Merantau jadi salah satu fase paling krusial anak muda sepertimu. Entah merantau untuk meneruskan pendidikan atau karena kewajiban suatu pekerjaan. Awal merantau kamu sempat menangis karena memang berat rasanya hidup terpisah dari ayah, ibu serta kakak dan adikmu. Tapi setelah beberapa waktu hidup di perantauan seorang diri, kamu baru menyadari bahwa merantau tak sepahit bayanganmu. Di perantauan kamu menemukan teman-teman baru, lingkungan yang berbeda dan seseorang yang kini menjadi tambatan hati.

Advertisement

Setelah betahun-tahun merantau, ada saatnya kamu harus kembali ke kampung halaman.  Entah karena pendidikanmu sudah selesai atau memang pekerjaan mengharuskan untuk kembali. Saat akan meninggalkan tanah rantau, justru sedihmu berlipat ganda. Air matamu bahkan tak bisa dibendung lagi, sampai dokumentasi perpisahanmu dengan para sahabat menunjukkan mimik mukamu sembab sendiri. Buat kamu yang merasa lebih sedih saat meninggalkan perantauan, mungkin alasan-alasan berikut yang mendasari.

1. Perantauan tempat merasakan hidup yang sesunggunya. Tangis, tawa, dan kecewa, semuanya seimbang kamu rasakan dari sana

Tempatmu merasakan hidup yang sesungguhnya via www.unsplash.com

Sebelum kamu merantau, kamu pasti membayangkan tentang susahnya hidup terpisah dengan keluarga. Dari perihal tempat tinggal, makanan, sampai persolan menyiapkan kebutuhan pribadi yang harus dilakukan sendiri. Dan di awal semua hal tadi jelas terasa sulit. Tapi kesulitan mengajarkanmu hidup yang sesungguhnya. Tangis, tawa, bahkan rasa kecewa jadi terasa lebih bermakna dan seimbang. Setidaknya semua itu membuat hidupmu lebih berkembang. Wajar kalau kamu pun tak rela melepas semua pengalaman yang berarti itu.

2. Rasa nyaman dengan rumah kedua yang sudah terlanjur dalam pun membuatmu sedih kalau harus beranjak lagi

Kamu mulai nyaman via www.unsplash.com

Waktu yang kamu habiskan selama di perantauan tidak sebentar. Selama waktu tahunan itu kamupun mulai memupuk rasa nyaman untuk hidup di perantauan. Dari yang awalnya tak betah, pelan-pelan kamu pun belajar menyesuaikan diri. Sampai akhirnya kamu mulai nyaman membaur bersama lingkungan dan orang-orang yang punya tradisi ataupun budaya yang berbeda denganmu. Sampai kamu tak kuasa menitikkan air mata saat tanah rantau yang sudah jadi rumah kedua ini ditinggalkan.

Advertisement

Meski hati belum mau pergi, tapi kenyataan lebih punya kuasa untuk menggerakkan kaki.

3. Sahabat yang sama-sama berjuang di perantauan, yang kadang lebih terasa sebagai saudara karena susah dan senang dijalani bersama

Menemukan sahabatmu di sana via www.unsplash.com

Sahabat tak hanya seseorang yang mengertimu luar dalam, tapi juga mampu bikin hatimu nyaman sekalipun nasihatnya kadang pedas untuk didengar. Sementara sahabat tak hanya mereka yang kamu kenal sejak masa kanak-kanak, tapi siapapun yang bisa diajak berbagi, saling mengisi dan membenahi diri. Langkah kakimu semakin berat saat harus berjarak dengan sahabat yang hampir tiap hari selalu bersama ini. Meski baru beberapa tahun bersama, tapi ikatan yang terjalin sudah cukup kuat untuk buatmu tegar menghadapi kerasnya dunia.

4. Apalagi kalau kamu sedang menjalin hubungan spesial dengan seseorang. Duh… hubungan jarak jauh pun jadi bahan pikiranmu sekarang

Belum rela LDR-an via www.unsplash.com

Di perantauan kamu tak hanya mendapatkan teman, serta sahabat baru. Kamu juga diberi kesempatan untuk menjalin cinta dengan seseorang di sana. Pacaran di perantauan buatmu lebih memahami cinta dari sisi yang berbeda. Kesederhanaan pacaran saat merantau juga buatmu merasa enggan untuk buru-buru meninggalkan kota ini. Apalagi kamu belum siap untuk menjalani hubungan jarak jauh dengannya.

Advertisement

5. Setiap jengkal kamar kosan atau rumah saudara yang jadi tempat tinggalmu di perantauan, pun memiliki banyak kenangan yang sulit terlupakan

Kamar penuh kenangan via unsplash.com

Sebenarnya baik di kampung halaman atau perantauan kamar merupakan zona nyamanmu. Tapi di ruangan berukuran 4×4 meter yang jauh orangtua terlalu banyak kenangan sedih entah saat kamu rindu keluarga, saat kamu sakit tapi sendirian, sampai saat didera masalah tapi tak ada yang bisa dimintai bantuan. Di kamar kosanmu juga kamu bisa jadi diri sendiri dan tak perlu menyenangkan orang lain. Akibat banyaknya kenangan yang tersimpan di sana, kamu jadi enggan untuk angkat kaki. Setiap jengkalnya buatmu semakin ingin tinggal lebih lama lagi.

6. Satu hal remeh yang buatmu sedih. Kamu tak akan lagi bisa makan mie instan sering-sering saat sudah di rumah nanti

Gonna miss you mie instan via unsplash.com

Saat jauh dari orangtua, kamu bisa lebih bebas meski tetap harus bertanggung jawab. Kebebasanmu sendiri salah satunya dalam hal mengonsumsi mie instan. Di perantauan, kapanpun kamu ingin makan mie instan bisa tinggal membelinya di warung dekat kosan. Sehari makan mie instan dua kali nggak ada yang melarang, walaupun kamu tahu hal itu tidak baik untuk kesehatanmu sendiri. Hal sepele seperti ini yang semakin memberatkan langkahmu pulang ke kampung halaman. Sebab kamu harus menyerahkan kemerdekaan makan mie instan setiap hari.

7. Ketika para sahabat mengantarmu sampai stasiun atau bandara, kamu sadar bahwa dirimu memang spesial di hati mereka

Hati-hati di jalan~ via unsplash.com

Satu hal terakhir yang buatmu tak henti menitikkan air mata saat akan pulang ke kampung halaman itu, ketika para sahabat dan pacar mengantarkanmu sampai ke stasiun atau bandara. Selain tak mau meninggalkan mereka, satu hal yang buat tangismu semakin menjadi adalah kenyataan bahwa kamu memang spesial di hati mereka. Hal tersebut menandakan bahwa usahamu untuk hidup merantau tak sia-sia dengan hubunganmu dengan mereka yang bisa sedekat ini.

Hidup di perantauan tak lagi sesulit yang kamu bayangkan ketika mulai ada rasa nyaman. Nyaman dengan lingkungan tempat tinggal. Nyaman berteman dan memiliki sahabat. Sampai kenyamanan dalam menjalin hubungan dengan pacar. Demi masa depan, mau tak mau kamu harus meninggalkan perantauan ini meskipun sedih dan berat. Merasa sedih bahkan sampai menitikkan air mata tak apa saat perpisahan, tapi sebaiknya jangan sampai berlarut-larut. Agar tak berakhir drama nantinya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE