Jadi Volunteer di Kapal Rainbow Warrior Bukan Ajang Gaya-gayaan. Inilah Bakti Kami Pada Lingkungan

Volunteer di Kapal Rainbow Warrior

Bagi kami hidup itu pilihan. Pilih menimba ilmu di sekolah negeri atau swasta. Lalu pilih kuliah atau bekerja selepasnya. Pilih bekerja atas dasar gaji atau karena hati nurani. Inilah salah satu pilihan yang kadang buat orang-orang bergamang hati. Gaji besar jelas menggiurkan, tapi bekerja berdasarkan hati nurani sepertinya lebih terasa menentramkan.

Advertisement

Jangan munafik, beli kuota dan ngopi-ngopi cantik kan musti pakai duit~

Iya, kami tahu. Kami juga tahu kalau di zaman sekarang numpang duduk pun harus ada duitnya. Tapi tahukah kamu bahwa gaya hidup yang kalian dewakan itu pelan-pelan merusak bumi? Membuang sampah sembarangan hanya karena kemalasan. Tak menghabiskan makanan hanya karena takut dibilang gendutan. Kalau terus-menerus gaya hidup ini diteruskan, apa kabar kehidupan dedek bayi penerus kalian?

Atas dasar hati nurani inilah yang menjadi alasan kami bergabung bersama Ksatria Pelangi menembus negeri

Kami melakukan ini karena panggilan hati via media.greenpeace.org

Ngapain sih ikut volunteer segala? Kayak hidupmu udah bener aja?!

Advertisement

Pertanyaan judgmental seperti ini memang sering kami dapatkan. Mempertanyakan kepantasan bergabung menjadi volunteer saat kami putuskan ikut Rainbow Warrior berlayar. Pantas atau tidak pantas, bukankah hanya masalah sudut pandang? Mungkin kalian yang merasa hidup kami belum benar, hanya memandang dari satu sisi. Sedangkan bersama Ksatria Pelangi, kami bulatkan tekad untuk melihat bagaimana indah (dan mirisnya) alam negeri bahkan bumi ini.

Di saat yang lain berebut mencari pekerjaan dengan gaji mentereng, kami putar haluan. Kami memutuskan untuk mengisi kekosongan hati akibat terus menerus melihat alam yang semakin rusak ini.

Rasanya tidak adil saja bagi bumi. Jika mereka terus-terusan dirusak, tanpa ada seorang pun yang bertindak

Advertisement

Lestari, volunteer muda asal Padang, tengah memilah dan merapikan sampah di dalam kapal via www.hipwee.com

Beli gorengan dua biji pakai plastik. Jajan es krim sebatang minta plastik. Sampai beli pasta gigi yang harusnya bisa digenggam, harus dimasukkan plastik supermarket biar kekinian. Kalau sehari kalian jajan es krim dua kali, lalu berapa banyak plastik yang digunakan dalam setahun ini? Mungkin plastik-plastik pembungkus itu baru bisa terurai saat kamu menutup mata nanti.

Rasanya nggak adil bukan untuk bumi? Dia yang selama ini jadi tempat kalian melangkahkan kaki pertama kali, tapi malah dirampas keindahannya seperti ini. Jika setiap manusia di bumi jajan es krim sebatang dan minta plastik satu per satu seperti kalian, apa kabar kehidupan manusia 10 hingga 20 tahun ke depan?

Menjadi tenaga bantu di kapal bukannya tanpa beban. Namun dari sana kami sadar, menjaga bumi memang tak mudah untuk dilakukan

Menjaga bumi lewat makanan yang dikonsumsi, Arby volunteer muda asal Jakarta via www.hipwee.com

Perampasan hak bumi bukan hanya soal plastik belaka. Mungkin sampai nggak bisa disebutkan saking banyaknya. Di sini, di kapal Ksatria Pelangi ini, kami sadar bahwa masalah yang ada di bumi tak bisa instan diselesaikan. Tapi bukan berarti kami patah semangat. Dari negara ke negera, dari pulau satu ke pulau lainnya, kami mengajak masyarakat dunia untuk lebih mencintai bumi yang semakin renta.

Bekerja untuk Ksatria Pelangi ini juga jangan kalian remehkan. Mungkin dari luar terlihat seperti ‘jalan-jalan’, tapi percayalah setiap tugas pasti mempunyai beban. Seperti menjaga setiap makanan yang dikonsumsi senantiasa sustainable dan ramah bagi lingkungan. Namun beban yang kami hadapi tak serta merta menyurutkan semangat. Mungkin kalau tak menjadi bagian dari kapal ini, kami tak akan sadar bahwa masih ada banyak cara untuk menjaga bumi dari kepunahan.

Nama besar Rainbow Warrior tak lantas buat kami berbesar kepala. Justru kami yang belajar banyak dari bumi tercinta

Nama besarnya tak buat kami jumawa via www.hipwee.com

Kapal milik Greenpeace ini memang sudah tersohor kemana-mana. Apalagi dengan kampanye yang semakin marak dilakukan demi menjaga lingkungan. Namun nama besar Rainbow Warrior tak lantas membuat kami berbesar hati. Kami justru banyak belajar dari kisah perjalanan di Ksatria Pelangi.

Bersama kapal dan seluruh tim di dalamnya, kami pelan-pelan belajar bagaimana memperlakukan bumi dengan semestinya. Dimulai dengan apa yang kita konsumsi, lalu beralih pada gaya hidup yang dijalankan sehari-hari.

Kalau anak muda lain sibuk beradu gaya untuk bisa diterima, inilah cara kami agar bumi dan seisinya @bisa ditinggali sampai anak cucu kita

Fishbone, salah satu volunteer muda dari Hongkong yang bekerja sebagai deck hand kapal via www.hipwee.com

Sebagai anak muda katanya harus punya gaya agar bisa diterima. Mulai dari gaya berbicara, gaya hidup bak sosialita, hingga gaya-gaya lain yang lebih kekinian. Mungkin kalian menganggap kami cupu dan buang-buang waktu, tapi mohon maaf, inilah gaya dan cara kami agar bumi dan seisinya masih bisa ditinggali sampai anak cucu kita nanti.

Inilah gaya kami agar seluruh dunia tahu bahwa ada kecurangan-kecurangan yang terjadi di bumi. Inilah gaya kami agar kamu dan teman-temanmu tahu ada masyarakat yang dipinggirkan dengan hadirnya PLTU. Pun agar kamu dan teman-temanmu tahu, bahwa Indonesia nggak hanya surganya keindahan alam, tapi juga hutan dan teluk-teluk yang miris dan hampir tak terselamatkan.

Bagi kami, menjadi volunteer di Kapal Rainbow Warrior bukan ajang gaya-gayaan. Tapi murni sebagai bakti kami kepada lingkungan. Kamu juga bisa seperti kami, menjaga dan merawat bumi dengan sepenuh hati. Namun jika waktu masih menjadi alasanmu, mengurangi penggunaan plastik dan senantiasa membawa botol minum sendiri, cukup untuk mengawali langkahmu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE