Tolak Poligami dan Rayuan Cinta Presiden RI. Dibalik Sosok Gusti Nurul, Puteri Keraton Revolusioner

Gusti Roro Ayu Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Koesoemawardhani yang biasa disapa Gusti Nurul, adalah Putri Keraton Solo yang mendapat julukan sebagai Kembang Mangkunegaran. Bukan tanpa alasan, julukan tersebut disematkan lantaran Gusti Nurul adalah idaman banyak pria pada masanya. Tak tanggung-tanggung, pria yang mendambakannya bahkan sekelas presiden pertama RI – Ir. Soekarno, Sutan Syahrir, sampai Sultan Hamengkubuwono IX. Tapi tak satu pun dari petinggi negara itu berhasil meluluhkan hati Gusti Nurul.

Advertisement

Kembang Mangkunegaran ini tak hanya menarik karena kecantikan fisik atau kepiawaiannya menari, tapi juga pemikirannya yang selalu lebih maju dibandingkan perempuan lain pada masa itu. Salah satu prinsip hidup Gusti Nurul yang terkenal adalah keteguhan hatinya untuk menolak poligami. Pejuang-pejuang cintanya yang memiliki banyak istri seperti Soekarno dan Sultan Hamengkubuwono IX, langsung tak memenuhi kriteria Gusti Nurul sebagai pendamping hidup. Demi prinsip hidup yang diyakininya, Gusti Nurul berani tetap melajang hingga usia 30 tahun di masa ketika semua perempuan diharapkan sudah menikah di usia 20 tahun.

Pada kesempatan ini Hipwee akan mencoba merangkum kualitas yang dimiliki oleh mendiang Gusti Nurul yang sudah berpulang ke pangkuan Tuhan pada 10 November 2015 lalu. Meski telah berpulang, namun kisah hidup Kembang Mangkunegaran ini bisa jadi inspirasi sepanjang masa.

Bukan putri keraton yang manut saja, Gusti Nurul terbilang perempuan yang berprinsip dan cerdas pada masanya

Gusti Nurul sosok perempuan yang cerdas.

Sosok perempuan cerdas yang tak takut punya pemikiran maju via youtube.com

Gusti Nurul lahir pada 17 September 1921 dan merupakan anak tunggal dari pasangan KGPAA Mangkunegara VII dan Gusti Ratu Timur, putri ke-12 Sultan Hamengkubuwono VII. Dibalik pribadinya yang santun dan menjunjung tinggi kerukunan, sang putri dikenal sebagai perempuan yang cerdas dan kritis. Dari pemikiran kritis yang juga didorong oleh realita disekelilingnya, dimana hampir semua perempuan termasuk neneknya sendiri merupakan istri ke-sekian, Gusti Nurul mulai menyuarakan keberatan terhadap poligami dari usia muda. Banyak juga kalangan yang berpendapat kalau sosok dan pemikiran Gusti Nurul inilah yang menginspirasi pangeran-pangeran Mataram selanjutnya untuk tidak berpoligami.

Advertisement

Dijuluki Kembang Mangkunegaran, Gusti Nurul adalah gambaran perempuan yang nyaris sempurna. Open minded, namun tak melupakan tradisi

Ketika sang putri menari di Belanda.

Ketika sang putri menari di Belanda. via historia.id

Meski menyukai musik Barat, mendiang Gusti Nurul ternyata luwes menari Jawa Klasik. Bahkan berkat kepiawaiannya menari Jawa, ia sampai diundang oleh Ratu Wilhelmina untuk pentas di pernikahan anaknya – Putri Juliana. Yang menariknya, mendiang Gusti Nurul menari dengan diiringi gending yang dibunyikan dari Mangkunegaran dan disiarkan melalui radio. Tak hanya luwes menari Jawa, sang putri Keraton pun senantiasa mengenakan kebaya. Ia adalah lambang perempuan yang open minded namun tetap tak melupakan akar budayanya. Layak banget ya girls, untuk dijadikan panutan.

Putri bangsawan yang supel dan luwes bergaul dengan siapa aja. Membuat pribadinya semakin dikagumi

Gusti Nurul juga dikenal sebagai pribadi yang supel.

Gusti Nurul juga dikenal sebagai pribadi yang supel. via www.semarangpos.com

Cerdas, kritis, sekaligus luwes bergaul, menjadikan Gusti Nurul begitu dikagumi oleh banyak orang. Ia begitu membuka diri untuk berteman dengan siapa saja, dari anak-anak Belanda hingga perempuan dari luar keraton. Ia juga punya hobi berkuda, hobi yang pada masa itu identik dengan laki-laki. Ia mematahkan anggapan bahwa dunia perempuan tak hanya terbatas di dapur, tapi juga luwes bergaul dan aktif berkegiatan positif.

Si cantik ini terus bertahan pertahankan prinsip untuk tak mau dimadu, sampai berani menolak pria paling berkuasa di negeri ini

Advertisement
Pernah menolak cinta Soekarno.

Pernah menolak cinta Soekarno. via forum%20merdeka.com

“Seandainya pun dulu ia langsung melamarku, problemnya akan sama dengan yang dihadapi Sutan Sjahrir. Sebagai tokoh PNI, tak mungkin ia menikah denganku. Dan yang terpenting aku tidak mau dimadu. Yah, ia memang bukan jodohku,” kata Gusti Nurul dalam buku yang berjudul ‘Gusti Noeroel Streven Naar Geluk’ atau ‘Mengejar Kebahagiaan’, karya Ully Hermono.

Paras yang cantik, cerdas, luwes bergaul, dan pandai berkesenian, menjadikan Gusti Nurul adalah idaman para pria kelas atas. Sang Kembang Mangkunegaran bahkan mampu membuat hati Sang Proklamator – Soekarno jatuh hati. Namun, sang putri menolak cintanya lantaran berpegang teguh pada prinsipnya yang enggan dipoligami. Soekarno bahkan sampai meminta pelukis kenamaan tanah air – Basuki Abdullah untuk melukis sang putri keraton. Lukisan tersebut kemudian dipajang di ruang kerja sang presiden di Istana Cipanas.

Tak hanya Soekarno, Sutan Syahrir yang dijuluki sebagai Bapak Diplomasi Indonesia juga tercatat begitu gencar memikat hati sang putri. Sebagai bagian dari usaha untuk meluluhkan hati sang putri, Syahrir bahkan sampai bela-belain mengirimi sang putri hadiah, dari mulai tas hingga jam tangan. Tak lupa juga menyelipkan surat. Sayangnya itu tak mampu membikin sang putri luluh. Selain Soekarno dan Syahrir, tercatat pula beberapa pria kalangan atas lainnya yang berupaya untuk meluluhkan hati sang putri, yakni Sultan Hamengkubuwono IX dan Kolonel GPH Djatikusumo. Bukan hanya enggan dipoligami, Gusti Nurul pun enggan diperistri oleh politisi karena menurutnya terlalu berisiko.

Berpegang teguh pada prinsip yang diyakininya, mempertemukan Gusti Nurul pada sang pujaan hati di usia 30. Laki-laki yang tak pernah menduakannya

Akhirnya menikah dengan pria sesuai kriterianya di usia 30.

Akhirnya menikah dengan pria sesuai kriterianya di usia 30. via brilio.net

Kala itu banyak orang yang penasaran tentang siapakah yang pada akhirnya dapat meluluhkan hati sang putri keraton. Dan pilihan sang putri pun jatuh pada R.M. Soerjo Soejarso. Seorang tentara berpangkat Letnan Kolonel yang juga duda beranak satu. Lelaki yang dikenal santun dan rendah hati. Selepas menikah, sang putri bersama suaminya kemudian pindah ke Jakarta dan kemudian Bandung, mereka hidup dengan bahagia di luar dinding keraton. Dari Gusti Nurul kita bisa belajar bahwa memegang teguh prinsip itu tak akan sia-sia. Meski harus menunggu hingga 30 tahun dulu untuk menikah, namun akhirnya ia bertemu dengan jodoh yang setia kepadanya, yang sepanjang hayat tak pernah menduakannya.

Tak apa telat menikah demi menanti pria idaman sesuai kriteria. Buatmu yang saat ini menanti jodoh, tak perlu buru-buru. Santai dan yakin saja dia yang terbaik akan datang pada waktunya

Dia yang terbaik akan datang pada waktunya. Jadi, santai saja.

Dia yang terbaik akan datang pada waktunya. Jadi, santai saja. via imagefinder.co

Jangan menikah karena umur, apalagi sampai rela mengesampingkan prinsip demi terburu menikah. Jika saat ini kamu punya kriteria sendiri tentang calon suami, pastikan kamu konsisten memegang teguh kriteria. Udah nggak zamannya lagi nih perempuan hanya manut saja. Seorang Gusti Nurul bahkan sudah berani menjadi kritis dari sejak zaman perempuan masih dibatasi dunianya hanya di dapur saja. Masa iya, kita yang sudah hidup di era yang begitu memberi kebebasan untuk wanita seperti sekarang ini, hanya bisa duduk diam saja?

Ini saatnya kamu mengejar mimpi dan menggali potensi yang kamu miliki. Tak apa agak telat menikah demi mengejar mimpi dan menanti jodoh yang terbaik. Jadi, buat kamu yang sekarang merasa dikejar deadline menikah, sudah santai saja, jangan terburu-buru. Yang terbaik akan datang pada waktunya kok. Dengan kualitas yang dimilikinya, mendiang Gusti Nurul layak untuk disebut sebagai panutan perempuan lintas generasi.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Belum bisa move on dari Firasat-nya Dewi Dee.

CLOSE