Tak Apa Jadi Orang Perfeksionis, Asal 7 Hal Ini Kamu Lakukan Biar Tak Merugi

Katanya generasi millenials itu perfeksionis. Benar nggak sih?

Advertisement

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan Psychological Bulletin tahun 2016 menyebutkan bahwa generasi millenials memiliki kecenderungan bersifat perfeksionis. Sifat tersebut mengakibatkan para millenials memaksakan diri dan membuat mereka tertekan sendiri. Jauh sebelum penelitian tersebut dirilis, anggapan bahwa perfeksionis itu lebih banyak merugikan diri memang sudah ada. Bahkan beberapa orang mengatakan sifat tersebut seharusnya dihilangkan.

Sebenarnya segala sesuatu memang ada baik dan buruknya. Begitu pula dengan perfeksionis ini. Kalau memang kamu memiliki sifat ini, rasanya kurang bijak jika langsung dihilangkan karena omongan orang. Mungkin kamu hanya perlu melakukan beberapa hal kecil agar dirimu sendiri tak merugi nanti. Seperti hal-hal kecil yang Hipwee himpun di bawah ini.

1. Menginginkan yang terbaik itu wajar. Tapi kamu juga perlu menerima masukan orang lain agar bisa berkembang

Belajar menerima masukan via unsplash.com

Mungkin kata sempurna kurang pas untuk menggambarkan sifat perfeksionis ini. Tapi menginginkan sesuatu yang terbaik adalah salah satu penggambaran yang pas untukmu. Untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik ini, kamu pun berusaha dengan gigih hingga kadang hanya mendengarkan kata hati sendiri.

Advertisement

Menginginkan sesuatu yang terbaik untuk apa yang kamu kerjakan memang wajar. Tapi jangan lupa untuk menerima masukan orang lain juga agar kamu berkembang. Sekaligus apa yang dikerjakan bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Ibarat kamu seniman yang tengah membuat suatu karya. Sedangkan masukan dari orang lain adalah polesan-polesan terakhir yang buat karyamu mendekati sempurna.

2. Siapkan dirimu untuk  menerima risiko yang ada. Biar saat hasilnya tak sesuai harapan, kamu tak menyesal terlalu dalam

Bersiap dengan segala risiko via unsplash.com

Terus berusaha agar mendapatkan hasil yang terbaik memang tak apa dilakukan. Tapi kamu sebaiknya juga bersiap untuk menerima segala risikonya nanti. Baik atau buruk hasilnya, kamu mulai sekarang perlu menyiapkan hati. Bukannya mematahkan semangatmu untuk mendapatkan apa yang menjadi harapanmu. Namun lebih ke mempersiapkan diri agar saat hasilnya sudah terlihat, kamu tak tenggelam dalam penyesalan. Dan yang paling parah, justru tak mau bangkit dan hanya merutuiki penyesalan karena mengerjakan sesuatu dengan kurang maksimal.

3. Jangan biarkan waktumu terbuang hanya karena satu hal kecil saja.  Sebab masih banyak hal lain yang perlu kamu perhatikan

Efisiensikan waktumu via unsplash.com

Sifat perfeksionis ini memang buatmu berteman dengan hal-hal kecil. Satu titik dalam lukisan saja bisa buatmu panik sendiri dan berusaha mewarnainya ulang. Memastikan semuanya sudah sesuai dengan harapanmu memang tak apa-apa dilakukan. Tapi jangan sampai waktumu banyak terbuang hanya karena satu hal kecil saja. Sebab masih banyak hal lain yang membutuhkan perhatianmu.

Advertisement

4. Sifat ini memang membuatmu punya standar yang tinggi. Tapi kamu pun perlu menyadari sejauh mana kemampuan dirimu sendiri

Sadari kemampuan diri via unsplash.com

Memiliki sifat perfeksionis memang akrab dengan standar yang tinggi. Kata biasa atau mainstream seakan sudah kamu hapuskan dari kamus hidup. Tingginya standar yang kamu tetapkan ini kadang bagaikan pisau bermata dua. Sisi baiknya kamu jadi semakin termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Sisi buruknya kamu sering kali memaksakan dirimu dan melupakan kemampuan diri.

Mulai sekarang kamu perlu belajar untuk menghargai kemampuan diri sendiri. Punya standar tinggi boleh-boleh saja, asalkan tak buatmu tersiksa karena memaksakan diri. Segala sesuatu yang dipaksakan tak akan buatmu nyaman, bukan?

5. Jika tak mampu melakukan suatu hal sendiri, kamu perlu berlatih mempercayakan orang lain untuk membantumu

Belajar percaya sama orang lain via unsplash.com

Sifat perfeksionis juga buatmu menjadi individualis. Sebab seringnya kamu tak mudah percaya pada orang lain yang ingin membantumu. Tapi sebagai makhluk sosial, kamu memang mau tak mau harus mulai belajar untuk menerima bantuan dari orang lain. Kalau pun takut tak bisa semaksimal saat mengerjakan sendiri, kamu bisa mendampingi mereka. Siapa tahu hasil akhir dari kolaborasi ini akan melampaui dari harapanmu sendiri.

6. Sudut pandangmu kadang hanya terpaku pada hasil dan penilaian. Mulai sekarang, kembangkan sudut pandangmu pada prosesnya juga

Menghargai proses via unsplash.com

Sebagai seseorang yang punya sifat perfeksionis, kamu pasti lebih cenderung melihat segala sesuatu dari hasil dan penilaian. Apabila hasil atau penilaian dari orang tak sesuai harapan, kamu bisa galau maksimal. Daripada hanya terpaku pada hasil dan penilaian yang ada, cobalah untuk mengembangkan sudut pandangmu. Kamu perlu memasukkan proses sebagai bagian dari sudut pandangmu. Agar kamu bisa menikmati proses dari sebuah karya yang kamu tekuni selama ini. Siapa tahu kamu malah lebih bisa mendapatkan manfaatnya dari menjalani proses tersebut.

7. Percaya atau tidak, media sosial turut mempengaruhi sifat perfeksionismu. Sudah saatnya kamu lebih bijak menggunakan kecanggihan teknologi itu

Bijak menggunakan media sosial via unsplash.com

Dalam sebuah penelitian , media sosial juag turut mempengaruhi tingkat perfeksionismu. Facebook, Twitter, Instagram, merupakan beberapa media sosial yang menyumbang terjadinya Perfect Public Image. Sehingga apapun yang kamu lihat, akan memacumu untuk melakukan lebih dari itu. Hal tersebut secara pelan-pelan justru akan buatmu lelah sendiri. Sebab di atas langit masih ada langit. Tak akan ada habisnya jika kamu terus melihat ke atas. Sudah saatnya kamu sebagai generasi millenials untuk lebih bijak menggunakan media sosial. Boleh saja termotivasi untuk seberhasil mereka di media sosial. Tapi kamu juga perlu tahu bahwa tak semua hal di sana cocok untukmu.

Daripada mengubah sifat aslimu yang memang sudah perfeksionis ini, akan lebih baik jika sedikit beradaptasi dengan lingkungan. Salah satunya dengan melakukan hal-hal di atas. Kalau bisa diarahkan untuk tak merugikan diri sendiri, mengapa harus dihilangkan sifat perfeksionis ini?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Not that millennial in digital era.

CLOSE