#JarakMengajarkanku Bahwa Kelak Rindu-Rindu yang Gelisah Akan Menemui Bahagianya Sendiri

Kelak, setiap rindu akan menemui bahagianya masing-masing.

Tak ada ingatanku yang pudar dari pagi Januari delapan tahun silam, ketika kita duduk bersama di bawah langit-langit pelaminan. Sejak saat itu aku sadar bahwa perjalanan kita tidak akan lebih sederhana dari sebelumnya.

Advertisement

Aroma hubungan jarak jauh yang biasanya hanya aku sesap dari wangi novel baru yang menguarkan drama haru biru tentang dua orang disekat jarak dalam rindu yang semakin tua, pada akhirnya juga menyapa kehidupanku, kehidupan kita, tidak hanya pagi, siang, dan sore, tapi juga malam. Berulang-ulang. Merayap, dan kini menggenapi angka tujuh tahun menjadi delapan tahun.

Tahun-tahun pertama, aku dan kamu saling menguatkan saat rindu yang gelisah menyapa dan menuntut perjumpaan, sementara tanggungjawab pekerjaan di masing-masing punggung kita harus ditunaikan. Berat. Aku bilang, "ini rumit" dan kamu kembali menguatkanku dengan sepenggal kalimat, "rumit tapi bukan berarti sulit". Dan aku meminta maaf pada diriku sendiri, pada kita karena telah terlalu jauh memberi ruang pada ragu untuk sesuatu yang sudah kita sepakati, bahwa tanggungjawab ini adalah bagian dari mimpi-mimpi kita yang tidak untuk lelah diperjuangkan.

Tapi begitulah, tak ada hubungan yang mulus, terlebih hubungan dengan sekat jarak sejauh ini. Menyamakan langkah dalam hubungan ini memang tidak pernah mudah, tapi menyerah dengan jarak bisa jadi jauh lebih sulit. Lalu kita kembali melanjutkan perjalanan, hari-hari berlalu, bulan-bulan bergulir, dan tahun-tahun berganti, jarak yang membentang kembali menelan perlahan-lahan kekuatan yang selalu kita usahakan. Aku kembali lemah, dan kamupun mulai dirayapi lelah tapi tetap berusaha seimbang seperti yang selalu kamu usahakan. 

Advertisement

"Kamu menyesal?" tanyamu di sore itu saat jingga melangit menuju perbatasan di bawah langit Bandung. Saat itu cuti empat harimu berhasil mempertemukan kita. Waktu yang tidak lama tapi cukup untuk menuntaskan rindu yang sama.

Aku kembali teringat suatu waktu, kamu pernah mengajariku bahwa jarak harus kita maknai dengan menikmati setiap kebersamaan kita yang bergulir dari detik ke detik dengan semurni-murninya kebersamaan, sebelum kemudian detik-detik itu menjumpai empat hari yang kembali menyekat kita dalam bentang jarak. 

Advertisement

Aku berlama-lama menatap di kedalaman kedua matamu. Aku menyukainya. Menatap matamu, membuat hatiku yang saat itu dihampiri lelah, kembali menemukan alasannya. Bahwa aku menyerah dengan seseorang yang tepat seperti kamu. Jarak bukan masalah dan tidak membawa masalah. Aku harus berterima kasih karena kamu telah menjadi teman perjalanan yang selalu beriringan, yang selalu merapal harapan-harapan baik seusai menjumpai namaku dalam buku nikahmu.

Aku bersandar di lenganmu, memejamkan mata, meloloskan napas satu persatu, merasakan hangat yang mengungkung kebersamaan kita saat terdengar azan bersahut-sahutan menjejali langit. Sekali lagi jarak mengajarkanku bahwa keresahan ini seharusnya bisa aku lebur pada penerimaan yang semestinya.

"Tidak ada sesal, hanya saja rindu terkadang berlaku egois. Kita tidak sedang memperjuangkan sesuatu yang salah" jawabku. Dan pelukan menjadi satu-satunya cara kita saling menguatkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Ibu dua anak

CLOSE