Ada Apa dengan Houston, Apakah Semua Karena Semakin Sedikit Daerah Resapan Air?

Bulan Agustus lalu, lebih tepatnya berlangsung mulai pada tanggal 17 Agustus hingga 2 September 2017, telah terjadi Badai Harvey yang menjadi salah satu bencana yang cukup besar, hingga menempati nomor 2 setelah Badai Katrina dari 10 badai-badai terbesar yang pernah ada di Amerika Serikat. Kejadian tersebut bermula pada tanggal 17 Agustus, di mana telah terdeteksi sebuah potensi siklon tropis 9 atau Potential Tropical Cyclone 9 (PTC9), dan 2 hari kemudian diumumkan menjadi gelombang tropis karena kekuatan badai tersebut mulai berkurang.

Sekitar tanggal 23, kekuatan Badai Harvey mulai meningkat kembali menjadi depresi tropis karena para ahli mulai melihat pola tengah dari badai tersebut dengan jelas. Keesokan harinya, badai mulai mengarah ke pantai Texas dan dalam waktu 1 hari, yaitu tanggal 24-25 Agustus, badai Harvey meningkat kekuatannya dari kategori 2 (154-177 km/jam) menjadi kategori 4 (209-251 km/jam) (Napoli, 2017). Akhirnya, pada tanggal 25 Agustus tersebut, badai mencapai pelabuhan Aransas dan menyebabkan rusaknya daerah Corpus Christi. Keesokannya, badai mulai memasuki daerah Houston, dan menyebabkan banyak kerusakan.

Kekuatan badai tersebut mulai berkurang, namun pergerakannya mulai memutar menuju teluk untuk meningkatkan kekuatannya lagi. Akhirnya, tanggal 27 Agustus, badai Harvey mulai berhenti di daerah Houston dan menyebabkan banjir bandang. Hujan terus turun hampir selama 5 hari hingga tanggal 30 Agustus, dan badai Harvey mulai bergerak ke timur Texas. Dan akhirnya, banjir mulai surut hingga tanggal 2 September 2017 (Napoli, 2017).

Pada dasarnya, badai yang terbentuk ini adalah badai siklon tropis. Siklon tropis adalah sistem tekanan rendah non-frontal yang berskala sinoptik yang tubuh di atas perairan hangat dengan wilayah perawanan konvektif dan kecepatan angin maksimum (BMKG, 2009). Singkatnya, siklon tropis terbentuk karena tekanan udara yang rendah dan terbentuk di daerah tropis.

Estimasi kerugian yang dicapai hingga 180 juta USD. (Amadeo, 2017). Selain kerugian dalam bentuk material, Badai Harvey juga merenggut nyawa hingga 82 orang, dan mengharuskan sekitar 39.000 orang mengungsi dari rumahnya (Amadeo, 2017). Berbagai sektor berbondong-bondong memberikan bantuan kepada korban-korban yang terkena musibah. Beberapa di antaranya adalah FEMA (Federal Emergency Management Agency) yang memberikan bantuan berupa 3 juta makanan, 3 juta liter minuman, keperluan mandi, dan uang sebanyak $186 juta, EPA (Environmental Protection Agency) yang menilai kualitas air yang dapat digunakan serta membersihkan barang-barang dari potensi bahan berbahaya, 300 organisasi yang menjadi relawan dan membantu mendistribusikan persediaan makanan, memberikan makan, menyediakan tempat evakuasi, DoD (Department of Defense) yang membantu dengan menugaskan 30 misi dari FEMA seperti misi search and rescue, transportasi, evakuasi, dan masih banyak lagi (BMKG, 2009).

Kerugian yang ada diakibatkan karena badai yang tak kunjung henti, dan menyebabkan terjadinya banjir bandang yang berlangsung hingga berhari-hari. Banjir Bandang sendiri memiliki arti sebagai banjir yang terjadi di suatu daerah yang memiliki permukaan rendah dan terjadi karena hujan yang turun terus menerus. Dalam kasus ini, banjir bandang terjadi akibat volume air dari Badai Harvey tidak dapat diserap banyak karena jumlahnya yang sangat banyak, yaitu sekitar 14-15 triliun gallon (Sneed, 2017).

Banyaknya air yang tidak dapat diserap diakibatkan oleh semakin berkurangnya daerah resapan air, dan semakin banyaknya bangunan-bangunan dan aspal yang dibangun di daerah Houston, Texas. Pertumbuhan populasi yang terus meningkat juga menjadi salah satu permasalahan utama yang menyebabkan kurangnya daerah resapan air. Jika diibaratkan dengan jungkat-jungkit, jika satu sisi semakin tinggi, maka sisi lainnya akan semakin rendah. Pada kasus ini, sisi yang tinggi tersebut adalah populasi, dan sisi rendahnya adalah daerah resapan air. “Many developments were not built with enough open land or enough detention areas to take in floodwaters.” (Fernandez & Fausset, 2017).

Berdasarkan Campoy & Yanofsky yang memperoleh data dari HARC, pertumbuhan bangunan mencapai hingga 40% dan jumlah daerah resapan air semakin berkurang dari sebanyak 10% tahun 1996 sampai dengan 2010 (Fernandez & Fausset, 2017) dan setidaknya 30.000 are daerah resapan air digunakan untuk membangun bangunan-bangunan (Garfield, 2017). Terlebih lagi, lapisan tanah di Houston hampir semuanya tanah liat dan pasir.

Tanah liat dan pasir ini berasal dari erosi gunung Rocky, sehingga air akan sangat sulit untuk meresap ke dalam tanah (Worland, 2017). Selain itu, Houston merupakan daerah yang terbilang cukup rendah di antara daerah-daerah lainnya. Sehingga semakin banyak air yang akan berada pada daerah tersebut (Frosch dan McWhirter, 2017). Selain dari keadaan yang ada di Houston, pembagian daerah di sana tidak dikelompokkan. Artinya, mereka bisa membangun gedung, restoran, dll dalam satu kawasan (Pramestutie & Silviana, 2016).

Jika dikaitkan dengan siklus hidrologi, semakin banyaknya gedung-gedung dan berkurangnya daerah resapan air mempengaruhi siklus hidrologi pada proses infiltrasi air ke dalam tanah, dan mengakibatkan banyaknya run-off (air yang tidak diserap tanah dan mengalir ke saluran air) yang terjadi. Akhirnya, karena volume air run-off tersebut yang mengalir ke sungai dan kali sangat banyak, akhirnya sungai meluap hingga banjir dan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses evaporasi (menguapnya air menjadi uap). Terlebih lagi, karena badai tersebut berlangsung berhari-hari, proses evaporasi menjadi terganggu karena matahari tertutup hujan. Padahal, sumber utama energi pada proses evaporasi adalah radiasi solar, karena panas dari matahari tersebut digunakan untuk menguapkan air.

Banyak ahli yang menyarankan pemerintah untuk membeli rumah-rumah warga yang tinggal di daerah banjir untuk dijadikan daerah resapan air. Namun, sampai sekarang masih belum terdengar juga kabar untuk dilakukannya hal tersebut (Fernandez & Fausset, 2017). Padahal, keluarga yang tinggal di daerah tersebut dipindahkan ke apartemen, maka lahan yang digunakan untuk rumah tersebut akan menjadi sangat bermanfaat. Lahan tersebut dapat digunakan menjadi daerah resapan air, sekaligus ruang terbuka hijau dan taman untuk dijadikan rekreasi. Selain itu, efek yang ditimbulkan juga menjadi positif ke beberapa aspek, seperti berkurangnya polusi udara, mengurangi banjir, dll.

Yang sangat disayangkan adalah, 10 hari sebelum terjadinya badai Harvey, Donald Trump mengubah peraturan yang ada untuk mengubah bangunan agar tahan terhadap banjir (Relman, 2017). Jika ditelaah kembali, keputusan Trump justru hanya membuang-buang anggaran yang seharusnya dapat digunakan untuk keperluan yang lebih baik. Dengan dilakukannya pembangunan lagi untuk mencegah banjir, hasilnya akan sama saja. Efek atau dampak yang dihasilkan akan sama saja, karena jika terjadi banjir lagi, maka tidak akan mengurangi banjir. Dalam kata lain, keputusan tersebut justru tidak mengatasi masalah banjir yang dapat terjadi pada waktu yang tidak diketahui.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis