Adriyanti Firdasari: Saat Kecil, Saya Ingin Menjadi Dokter

Perjalanan karir Adriyanti Firdasari mulai dari awal hingga pensiun

Adriyanti Firdasari, nama itu mungkin sudah tidak asing lagi di telinga penikmat cabang olahraga bulutangkis. Pada 2008, ia sempat membela Tanah Air dengan menjadi finalis. Kala itu, ia dikalahkan oleh pemain tunggal putri asal Cina, Lu Lan.

Perjalanannya, bisa dibilang cukup sulit untuk mencapai prestasi tersebut. Wanita yang berhijab sejak 2017 ini, memiliki minat di dunia bulutangkis sejak usia belia yakni delapan tahun. Hal itu tidak lepas dari peranan sang ayah yang merupakan pelatih bulutangkis. Alasannya sebagai anak-anak yang menyukai bulutangkis sederhana saja, ‘banyak temannya’. Selanjutnya, ia menekuni dunia bulutangkis secara serius pada usia 12 tahun. Dikarenakan fasilitas untuk berlatih untuk atlet di Aceh masih kurang, maka ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, tepatnya di awal tahun 1999, ia bergabung ke PB Tangkas yang berlokasi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ia berlatih di klub tersebut selama tujuh bulan lamanya. Setelah itu, ia pindah ke PB Jaya Raya, Ciputat, Tangerang Selatan. Ia juga sempat di pelatnas Cipayung, Jakarta Timur sejak 2002 dan "pulang" ke PB Jaya Raya setelah 11 tahun ditinggalkannya dan berada di sana hingga saat ini.

Seperti anak-anak lainnya, Firda, begitu sapaannya, bercita-cita ingin menjadi dokter. Cita-cita tersebut berganti semenjak ia jatuh cinta kepada dunia bulutangkis. Bulutangkis merupakan bagian dari hidupnya, bahkan setelah ia gantung raket tiga tahun silam.

Setiap atlet pasti memiliki pengalaman berkesannya sendiri. Begitu juga wanita yang lahir pada 16 Desember 1986 ini. Ia mengalami pengalaman berkesannya pada Thomas and Uber Cup 2008 yang diselenggarakan di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta.

"Waktu itu, tim Ubernya masuk final. Nggak menang. Itu berkesannya karena dukungan dari masyarakatnya itu luar biasa. Benar-benar satu stadion penuh hingga tidak ada tempat," kenang Firda.

Saat itu, manajer timnya adalah Susi Susanti dan Elizabeth Latief. Menurut Firda, kejuaraan tersebut memiliki tim yang sangat solid dibandingkan kejuaraan manapun yang ia ikuti. Yang membuatnya semakin berkesan ialah ada seorang tukang becak ketika tengah malam sebelum final, ia mengetuk-ngetuk toko olahraga milik Susi Susanti demi bisa membeli tiket ajang bergengsi tersebut menggunakan uang receh.

Setelah 20 tahun Firda berada di dunia yang membesarkan namanya, ia pun memutuskan untuk pensiun. Gantung raket tidak membuatnya berhenti dari bulutangkis. Wanita yang dipersunting oleh Lucky Winara pada 2016 saat ini fokus menjadi pelatih. Ia melatih atlet-atlet muda di PB Jaya Raya.

Firda adalah salah satu mantan atlet yang bisa dibilang cukup beruntung dibandingkan mantan atlet lainnya. Ada yang menjadi tukang becak, kerja serabutan, hingga yang mengenaskan seperti gantung diri karena tidak kuat menerima cobaan hidup. Meskipun awalnya dielu-elukan namun akhirnya disia-siakan. Menurut Firda, hal itu hanya pintar-pintarnya mereka mengatur uang yang dihadiahkan oleh pemerintah untuk mereka.

Firda juga mengatakan bahwa pemerintah sudah memperhatikan kesejahteraan atlet, namun belum merata. Contohnya, ia tidak bisa mendaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beruntung, di PB Jaya Raya masih memperhatikan nasib para atlet-atletnya yang sudah pensiun. Entah itu menjadi pelatih maupun pengurus.

Ketika ditanya mengenai asuransi, jawabannya cukup mengejutkan. Sampai saat ini, ada beberapa atlet yang diberikan pekerjaan pasca-pensiun. Sebenarnya treatment dari pemerintah itu baik. Tetapi, objeknya tidak tepat sasaran. Yang diberikan asuransi, terutama asuransi pendidikan ialah atlet yang masih aktif. Seharusnya, asuransi tersebut diberikan kepada mantan atlet yang lebih membutuhkan.

Sampai sekarang, pemerintah belum bisa menjamin nasib mantan atlet. Kembali lagi ke individu atlet itu sendiri. Jika ia bisa mengatur hadiahnya, ia akan beruntung. Sekali lagi, pemerintah belum bisa memberikan jaminan untuk mantan atlet.

PB Jaya Raya merupakan klub bulutangkis yang besar. Tidak heran, klub tersebut memberikan perhatian kepada atlet pensiunnya. Mulai dari yang ingin melanjutkan pendidikan formal hingga mendapatkan pekerjaan.

Firda juga mengatakan bahwa penghargaan untuk atlet yang masih aktif berupa uang merupakan hal yang tepat. Tetapi, jika mantan atlet harusnya diberikan asuransi atau pekerjaan.

Berhubung Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018, sebagai mantan atlet, Firda tidak lupa memberikan pendapatnya. Menurutnya, persiapan Asian Games 2018 yang akan digelar sebentar lagi sudah cukup baik tetapi masih banyak kekurangannya.

"Saya rasa sih dalam beberapa bulan ini persiapannya harus lebih dikebut lagi ya. Selain itu, masih banyak fasilitas yang belum siap. Tetapi yang paling penting persiapan dari atlet itu sendiri," ujarnya. Terakhir, ia berpesan kepada para atlet Indonesia yang masih aktif untuk pandai mengatur uang jika mereka menang pertandingan di tingkat internasional.

Sosok Firda di mata anak didiknya ialah pelatih yang baik. Selain itu, ia juga cukup mendetail jika anak didiknya memiliki kesalahan ketika berlatih. Azzahra salah satunya. Ia adalah salah satu anak didik Firda yang berusia cukup muda, yakni 14 tahun

"Kak Firda enak sih, kalau lagi latihan. Kalau ada anak yang susah dibilangin, kadang suka agak membentak. Tetapi itu jarang, sih," kata Azzahra sambil tertawa kecil. (HN)

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini