Bahasa sebagai Alat Penyambung Lidah dalam Berkomunikasi untuk Menyampaikan Pikiran Maupun Perasaan

Komunikasi memang membutuhkan sarana bahasa yang mentransfer nilai dan norma

Berbahasa memang cara paling efektif dalam berkomunikasi. Tak hanya menyampaikan pesan dan kesan yang tersimpan dalam pikiran maupun perasaan, melainkan kalimat yang terujar sebagai penyambung lidah juga dapat digunakan sebagai sarana edukasi yang menakjubkan. Lihat saja, balita yang gemar berceloteh membuat siapa pun yang melihat gemas akan tingkahnya. Hal ini menyiratkan makna bahwa sang anak baru belajar bicara. Tentu saja, orang tua akan mengarahkan anaknya dalam bahasa yang baik dan berbudi sesuai dengan daerah dan budaya setempat. Namun, bahasa ibu sebagai pemersatu yang selalu digemakan adalah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penanaman kecintaan terhadap bahasa Indonesia sudah selayaknya dilakukan sejak masa kakak-kakak.

Advertisement

Aspek kebahasaan, tak hanya ditunjang melalui percakapan. Menurut Sumadi (2010), ranah yang mendukung dalam sisi bahasa di antaranya, kemampuan menyimak atau mendengarkan. Kemudian, tak hanya bisa baca dan tulis. Namun, terampil menganalisa hingga berujung pada proses aplikasi serta apresiasi. Jadi, kendaraan komunikasi dapat berjalan sebagaimana mestinya jika manusia mampu memahami secara utuh, dari hulu sampai hilirnya.

Dalam kemampuan mendengarkan, banyak dari kita yang hanya menangkap pembicaraan sepintas lalu saja. Bahkan sama sekali tak terekam dalam memori hingga menjadi suatu bahan bakar untuk memotori wawasan dan pengetahuan. Padahal telinga merupakan salah satu indera yang cukup penting dalam menggenapi proses berlayarnya sampan bahasa dalam samudera kehidupan. Contoh kecil yang memberi dampak besar yaitu penyampaian informasi kemerdekaan bangsa Indonesia melalui radio. Seandainya hal ini tidak ditanggapi dengan cermat melalui tingkap pendengaran, maka peristiwa melegalkan tanah air dari jejak kolonialisme pun tak akan terealisasikan.

Begitu pula keterampilan dalam membidik fenomena yang terjadi di keseharian. Melihat tak cuma menonton keadaan tapi juga menerima berjuta ilmu dan pengalaman. Menyarikan sajian yang tersirat dan tersurat dalam kemasan pola pikir, akan memiliki nilai yang tiada banding bahkan tanding. Sebab, memadu-padankan apa yang dilihat dan dibaca dengan sudut pandang kita akan menjadi suatu kekayaan diri yang tak biasa.

Advertisement

Beralih ke level selanjutnya, yakni menulis. Ini bukan saja urusan estetika bentuk huruf yang sengaja dironce dengan teknik tertentu. Melainkan, kombinasi antara mendengar, melihat, dan membaca sebaiknya dapat ditumpahkan melalui pena yang menembus sendi dan urat kehidupan. Tak ayal, dalam memungut kata kita butuh tenaga ekstra karena eksperimen seringkali terasa gagal. Walaupun begitu, dalam sebuah proses kita harus meyakini adanya tahapan yang dilalui sehingga kita bisa mengerti, kesuksesan berawal dari ribuan hingga milyaran kesalahan.

Meskipun demikian, banyak dari kita yang belum mampu memaksimalkan gerak dan langkah bahasa dalam wilayah lainnya. Dibutuhkan kepekaan tiap individu untuk mengolah informasi yang menghampiri. Hal ini sejalan dengan penyampaian Mulyati dalam sebuah modulnya yang bertajuk Hakikat Keterampilan Berbahasa (2015), bahwasanya semua area yang menopang tiang bahasa memiliki keterikatan antara satu dengan lainnya sehingga bahasa tak sekadar buah bibir yang lezat, tapi juga mampu memberi citra kebaikan terutama dalam segi pendidikan.

Advertisement

Mengapa pendidikan jadi topik yang hangat apalagi dibumbui dengan manisnya bahasa? Sebab, sistem pengajaran di mana pun kita berada butuh sarana komunikasi yang diandalkan. Bahasalah yang mampu menjadi kunci untuk mentransfer nilai-nilai peradaban yang tersembunyi. Adapun yang patut diteladani adalah perkembangan zaman yang memacu bahasa tak hanya sekadar sandi atau kode yang digambarkan atau diangkakan. Namun, era saat ini bahasa sudah mampu dilafalkan dengan ejaan yang mumpuni.

Andai manusia yang tak bisa berbahasa dengan bijak sangat disayangkan, karena telah banyak suri tauladan yang lahir dari proses sejarah yang kelam dan sudah selayaknya kita mengambil benih-benih kebaikan dari sana. Terutama, wujud dari kecintaan terhadap bahasa yaitu dengan terselenggaranya kongres pemuda dengan mahakarya megah Sumpah Pemuda. Mendeklarasikan pada kita semua untuk mengaku pada bahasa persatuan yang esa yakni bahasa Indonesia. Jadi, sudah seyogyanya bahasa terutama bahasa Indonesia kita cintai, pahami dan terapkan dalam kehidupan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir dan besar di Buumi Melayu, Menikmati seragam abu-abu di Biak, Papua. Menjelajahi Bumi Nyiur Melambai, Manado berkat Kimia. Sekarang aku jatuh cinta pada dunia menulis di tanah Jawa.

CLOSE