Sampai Kiamat Pun, Takkan Pernah Ada Sosok Hebat yang Bisa Menggantikanmu, Wahai Ibu…

Dia yang ku sebut Ibu adalah motivatorku sekaligus penggemar setiaku. Dia yang selalu melakukan yang terbaik untuk aku. Dia yang selalu memberikan kebahagiaan untuk aku. Dia yang selalu berjanji akan memberikan masa depan yang lebih baik. Dialah yang rela mengorbankan segala-galanya demi diriku. Entah apa yang merasukinya hingga ia rela berkorban demi apapun hanya atas diriku. Dan lihatlah, aku membalasnya dengan ucapan terima kasih pun tidak.

Advertisement

Mulutku terasa kaku, meski hanya mengucapkan, "Terima kasih, Ibu." Meskipun sebenarnya aku tahu kamu tidak pernah mengharapkan apapun dariku.

Dari lahir hingga tumbuh dewasa, kamu tidak pernah absen memberikan kasih sayang. Meskipun sikapku yang terkadang membuatmu jengkel bahkan membuatmu menangis, kau tetap saja setia pada diriku. Kamu tidak pernah menyalahkan diriku atas apapun. Jika aku merasa lelah, kamu selalu siap untuk berdiri di belakangku dan berkata semuanya baik-baik saja. Kasihmu yang tidak terbatas itu tidak bisa ku ucapkan hanya dengan kata-kata. Perlakuanmu atas diriku tidak bisa ku sebutkan satu per satu. Bahkan jari tangan dan kakipun tidaklah cukup untuk menghitungnya.

Perhatianmu yang begitu lembut, perlakuanmu yang selalu membuatku tenang, tidak bisa ku lupakan begitu saja. Tapi entah kenapa aku masih saja tidak luluh dengan semua itu. Padahal itu adalah hal yang tidak ternilai harganya.

Advertisement

Ku pegang tanganmu yang kasar itu. Aku bertanya-tanya apa yang kamu lakukan hingga tanganmu seperti demikian. Ku lihat tubuhmu yang semakin kurus itu, aku bertanya-tanya, apakah kamu sering lupa makan, apa kamu sudah makan hari ini, apa yang kamu makan hari ini?

Ku lihat kulitmu yang mulai keriput, membuat jantungku seakan-akan berhenti berdetak. Aku sangat takut kamu menjadi tua. Aku berharap kita bisa bertukar tubuh dan beban. Ku lihat wajahmu, ada tertuliskan kesedihan, kebahagiaan dan kelelahan. Aku bertanya-tanya, apa yang kamu rasakan juga demikian?

Advertisement

***

Sangat malu rasanya kalau masih harus mengeluh tentang hidup yang rasanya tidak bahagia ini. Lancang sekali mulutku masih berkata hidupku tidak bahagia. Masih pantaskah aku menyebutmu ibu atas semua perlakuan burukku padamu? Kamu seharusnya marah dan benci padaku. Tapi kamu tidak melakukannya. Sekalipun tidak kau lakukan. Kamu tidak pernah memikirkan rasa sakit hati yang k uberikan. Kamu hanya memikirkan diriku, apakah aku terluka atau tidak. Aku heran kenapa kamu harus repot-repot mengurusiku yang tidak tahu diri ini.

Aku tahu hatimu menangis melihatku yang tidak patuh padamu, tapi kamu tidak menunjukkannya padaku. Begitulah dirimu, sangat pintar untuk menyembunyikan perasaanmu. Meskipun itu kamu sangat terluka. Di tengah keheningan malam, Aku samar-samar mendengar isak tangismu. Mungkin pada saat tidak ada orang yang memperhatikanmu, disitulah kamu meluapkan semua perasaan itu.

Menyalahkan diri sendiri atas ketidakmampuan mendidikku. Betapa bodohnya diriku untuk mengerti dirimu. Jika aku marah, benci dan membuatmu menangis seharusnya juga kamu melakukannya padaku. Dengan begitu tidak ada yang namanya penyesalan. Tapi karena perlakuanmu yang lembut itu mengingatkanku akan dirimu dan tidak behenti menyalahkan diriku sendiri.

Mungkin kata-kata itu benar “Seburuk apapun perlakuanmu, akan ada suatu titik di mana kamu akan berubah”. Kondisi yang membuat berubah itu adalah mungkin dengan setelah kepergianmu; sekalipun tidak pernah aku membuatmu bahagia. Maafkan aku ibu yang terlambat menyadarinya! Maafkan karena tidak menjadi anak berbakti di semasa hidupmu. Dirimu dan kenagan kita akan selalu kuingat.

Melihat perjalanan hidupmu selama ini, aku mengerti akan satu hal; hidup bukan tentang berjuang sendiri tapi juga memperjuangkan mereka yang kamu sayangi. Kata terima kasih dan kata maaf tidak cukup untuk membalas semua pengorbananmu. Ku akui aku belum cukup mampu untuk menggantikan bebanmu, tapi aku ingin berbagi beban itu. Dengan begitu setidaknya aku merasakan dan mengerti akan dirimu.

***

Aku tidak menyesal. Karena percuma tidak ada gunanya. Tapi aku berjanji akan hidup seperti keinginanmu. Aku tidak akan menyia-yiakan hidup ini. Karena kamu adalah masa depanku, kamu adalah harapanku, kamu adalah kebahagiaanku. Aku menyayangimu lebih dari apapun di dunia ini.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat Kopi, Musik dan Hujan

8 Comments

  1. Mustaqim Jaed berkata:

    sangat menginpirasi sekali kisahnya,kasih sayang ibu sepanjang masa…!!!

  2. Aniek berkata:

    terima kasih sudah membaca artikelnya

CLOSE