Bipolar Membuatku Mendirikan Sebuah Organisasi Sosial untuk Membantu Sesama

Kita tak pernah tahu apa yang terjadi ke depannya.

Aku baru saja didiagnosis sebagai pengidap Manic Depressive atau Bipolar Disorder tipe 2. Tak apa, paling tidak kini aku tahu apa yang terjadi denganku. Aku tak merasa down ataupun minder dengan kondisiku. Justru lebih baik mengetahui bahwa aku bipolar. Sehingga aku lebih bisa mengontrol mood dan mempelajari episode-episode yang akan kualami.

Advertisement

Aku memang terkadang mengambil keputusan-keputusan gila, tapi semula kurasa itu karena sifat nekat alami yang kumiliki.

Pada saat episode manik, otakku penuh sesak dengan ide, hingga seakan terasa mau pecah. Tubuhku penuh energi dan gairah. Aku tak bisa diam. Selalu ada hal yang ingin kulakukan. Aku tak butuh makan dan tidur. 24 jam tidak pernah cukup untukku.

Secara tiba-tiba, aku begitu tertarik pada isu-isu sosial, politik, feminisme, dan sejarah. Dalam sekejap pula aku dapat melahap buku-buku, sehingga mempengaruhi pola pikirku menjadi begitu teoritis bagai seorang filsuf. Aku sanggup melakukan banyak hal. Aku bisa menjadi apapun. Aku adalah makhluk yang tangguh, tak gentar oleh apapun, aku begitu siap menghadapi dunia.   

Advertisement

Salah satu ide yang tercetus di episode ini adalah ide untuk membangun sebuah organisasi sosial di bidang mental health untuk membantu sesama, menyelamatkan jiwa-jiwa, supaya tidak sia-sia berakhir di tangannya sendiri atau bunuh diri, yang kemudian dikenal dengan nama GoodFriend. Entah bagaimana, kurang dari seminggu setelah kucetuskan ide itu di sosial media, kemudian berdiri begitu saja dan eksis hingga kini untuk memberikan pendampingan psikologi di kota Semarang dan memberikan edukasi di bidang mental health.

Namun pada episode ini, banyak keputusan dan keinginan kontroversial yang kuambil tanpa pikir panjang. Aku pernah ingin menjadi pastur, Buddhist, caleg. Di tahun 2017, aku tiba-tiba resign dari pekerjaan yang tengah kugeluti saat itu. Pada saat itu, aku hanya ingin pergi mengasingkan diri. Ke sebuah tempat yang jauh, tak seorangpun mengenalku, dan aku akan memulai hidup baru di sana. Aku merasa lelah dengan hidupku, dan butuh banyak pengalaman di saat masih muda. Begitu pikirku saat itu.

Advertisement

Aku pergi ke Kupang, kuingat tanggal 12 Agustus saat itu. Meninggalkan keluarga dan teman-teman. Kemudian ketika masuk ke episode normal, barulah kusadari apa yang baru saja kulakukan. Aku telah meninggalkan pekerjaan yang mencukupi kebutuhanku selama ini, teman-teman yang selalu mendukungku, dan keluarga. Apa yang telah kulakukan dengan hidupku? Setiap hari aku menangis meratapi rasa sesal dan rindu akan kampung halaman. Hingga akhirnya kuputuskan untuk pulang ke Semarang di tanggal 18. Ya, kuhabiskan enam hariku di Kupang yang semula kukira akan kuhabiskan sisa hidupku untuk bertahun-tahun ke depan di kota yang belum kukenal ini.               

Baru saja aku bekerja sebagai seorang supervisor di sebuah institusi. Setelah sebelumnya kubulatkan tekad untuk resign. Aku harus sukses di usia muda. Aku harus mapan. Aku harus punya karir yang cemerlang. Kutinggalkan pekerjaan lamaku. Yang sebenarnya dalam kondisi normal, aku begitu mencintai pekerjaan ini dan tak butuh apapun. Aku hanya butuh hidup bahagia. Baru dua minggu bekerja sebagai seorang supervisor, sesuai dengan keinginanku, kuputuskan untuk mundur, dan kembali ke pekerjaan lamaku.

Karena manik inilah, membuatku seolah merasa jatuh cinta. Orang-orang di sekelilingku menjadi korbannya. Aku pernah secara tiba-tiba merasa jatuh cinta dengan teman dekatku saat kuliah. Namun kuyakini aku telah memendam cinta bertahun-tahun lamanya. Baru-baru ini melamar seorang teman kuliah yang baru saja kukenal secara personal. Tanpa alasan, aku mengajaknya berumahtangga begitu saja.

Dalam keadaan normal, tidak sekalipun terbesit di pikiranku untuk mencintai mereka. Sama sekali tak ada rasa. Namun entah mengapa, di episode itu, aku merasa telah begitu jatuh cinta. Atau dengan tiba-tiba saja aku memutuskan hubungan dengan pacar yang sebenanya sangat kucintai ketika dalam episode normal. Gila memang, tapi itulah yang terjadi.

Bertolakbelakang keadaannya ketika aku dalam kondisi depresi. Semuanya berbalik. Dunia serasa runtuh. Aku melihat diriku sebagai sebuah kegagalan. Aku melihat diri sendiri begitu rendah. Tak ada gunanya lagi aku hidup. Ada atau tak adanya aku, tak akan berpengaruh pada orang-orang di sekelilingku.

Di saat begini, yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya aku mengakhiri hidup, untuk mengakhiri penderitaan di dunia. Di saat begini, orang-orang bipolar seperti kami dapat melalui episode depresi dengan selamat saja sudah hebat. Karena kami telah berhasil menaklukan keinginan bunuh diri yang begitu besar selama dalam episode itu.

Entah berapa kali pemikiran bunuh diri yang terlintas di otakku, dan hebatnya aku masih bisa survive hingga kini. Mungkin aku adalah pendiri dari organisasi sosial di bidang kesehatan mental, mungkin aku bisa membantu jiwa-jiwa yang sedang kalut, namun nyatanya justru aku sendirilah yang butuh pertolongan.

Aku bisa bicara tentang self-love dan self-care, padahal yang sebenarnya terjadi terjadi adalah aku pun tengah berusaha mati-matian untuk love diri sendiri. Setiap hari bertarung melawan otak, pikiran, dan perasaan sendiri supaya bisa menerima, menghargai, dan mencintai diri sendiri. Tak mudah memang. Tapi kutahu aku bisa melaluinya.

Saat ini aku masih dalam tahap pengobatan dan di bawah pengawasan psikiater. Dalam keadaan normal sekalipun, obat-obatan yang membuatku mengantuk setengah mati itu harus rutin kutelan. Karena aku masih harus bekerja dan tak ingin mengecewakan rekan kerja, jadi terkadang aku bandel, dengan sengaja tak kuminum obat-obatan anti depresan dan mood stabilizer itu.

Kita tak pernah tahu apa yang terjadi ke depannya. Jika ternyata aku harus mati di tanganku sendiri ketika dalam episode depresi, paling tidak aku telah berguna bagi orang lain.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE