Boikot Iklan, Apakah Akan Menjadi Langkah yang Bijak?

Bagaimana dengan kebudayaan kita saat ini?

Media sosial beberapa hari ini sedang ramai, dihebohkan dengan adanya pemberitaan tentang petisi boikot salah satu iklan belanja online, Shopee. Di mana Shopee menggandeng girlband asal Korea Selatan, Blackpink sebagai artis pendukung promosinya. Petisi boikot tersebut sontak menimbulkan pro dan kontra terhadap penggermar Blackpink.

Advertisement

Ada yang menganggap iklan tersebut tidak pantas ditayangkan di TV ataupun media massa lainnya lantaran Blackpink menggunakan pakaian yang kurang sopan dan iklan tersebut muncul disela-sela acara anak-anak sedang berlangsung. Sebagian lagi menganggap hal tersebut bukanlah merupakan suatu hal yang perlu dipermasalahkan.

Ketidaksetujuan terhadap iklan tersebut dituangkan lewat petisi boikot iklan Shopee Blackpink. Tentu saja ada netizen yang tidak setuju dengan petisi boikot tersebut, kemudian membuat petisi tandingan, agar Blackpink tidak jadi diboikot.

Bukan menjadi hal yang salah bagi netizen untuk melakukan petisi-petisi yang demikian itu. Namun dari adanya petisi-petisi tersebut telah menunjukkan bahwa budaya dari luar telah merambah di negeri kita dan eksistensinya lebih besar dibandingkan dengan budaya lokal kita sendiri.

Advertisement

Padahal Indonesia memiliki adat istiadat, suku bangsa, dan kepercayaan yang beraneka ragam. Hal tersebut terwujud dalam bentuk kearifan lokal yang heterogen dan dijadikan pedoman hidup bagi masyarakat.

Disadari atau tidak beberapa kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Indonesia memiliki kontribusi besar sebagai alat penggempur kapitalisme yang semakin berkembang pesat di era globalisasi.

Advertisement

Selain keberadaan globalisasi, ada pula fenomena glokalisasi, dimana di dalam masyarakat membuka suatu kompetisi atau persaingan antara budaya lokal dan budaya global yang bersifat kapitalis.

Globalisasi sering kali dikaitkan dengan paham kapitalis melalui gambaran fenomena perusahaan besar yang mampu masuk dan menyesuaikan diri dengan budaya di masing-masing negara.

Contohnya, McD yang mampu mengglokalisasi Indonesia dengan adanya menu nasi uduknya serta masuknya industri Korean Pop atau K-Pop di Indonesia. Secara sederhana, glokalisasi selama ini masih sangat identik dengan aspek ekonomi dan keuntungan.

Globalisasi bisa menjadi motor penggerak peluang bagi kebangkitan eksistensi lokal di internasional melalui fenomena glokalisasi. Oleh karena itu, sisi positif dari adanya glokalisasi adalah agar di tiap negara mampu mengambil peluang dalam pasar global.

Dengan adanya glokalisasi, Indonesia sebenarnya banyak memiliki produk-produk lokal yang dapat bersaing di kancah internasional, misalnya saja batik ataupun dangdut. Masih ada peluang bagi potensi lokal untuk menunjukkan eksistensinya di pasar internasional jika bangsa kita serius untuk mengusahakannya.

Dengan demikian harapannya bangsa kita tidak melulu menjadi bangsa yang konsumtif saja, melainkan bangsa yang produktif dan dapat berkompetisi di kancah internasional.

Dalam menghadapi globalisasi, nilai-nilai dan budaya dari luar boleh saja masuk, tetapi nilai-nilai dan budaya lokal yang kita miliki haruslah tetap lestari. Pikiran kita memang harus kritis dan mengikuti perkembangan zaman, tetapi biarlah perilaku dan sikap kita tetaplah harus bermoral tanpa menghilangkan ciri khas budaya kita.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE