Cerita tentang Si Bungsu dan Seekor Kupu-kupu

Kita tidak pernah tahu bagaimana proses hidup membentuk diri dia menjadi dia yang sekarang kan?

Sore ini cukup cerah untuk dinikmati dengan duduk-duduk santai di halaman rumah. Adik bungsuku asik bermain di sudut taman, mengganggu sekumpulan kupu-kupu yang terbang.

“Jangan ditangkap, adek,” ucapku padanya.

“Tapi bagus, aku mau tangkap satu saja, lalu akan ku masukkan ke dalam toples,” jawabnya.

“Nanti kalau mati bagaimana?”

“Akan kulubangi tutup toplesnya, biar dia bisa bernafas. Terus aku kasih daun, biar dia bisa makan,”. Si bungsu masih tetap ngeyel. Kudekati dia, kujelaskan padanya.

“Begini. Pertama, kupu-kupu itu tidak makan daun ataupun bunga. Oke? Kedua, kamu tahu bagaimana kupu-kupu ini bisa terbang dan terlihat indah? Proses dia, perjalanan dia, itu panjang lho. Di sekolah sudah pernah diajari Ibu Guru tentang apa itu metamorfosis?”

“Meta… mor… apa? Aku belum pernah mendengarnya. Apa itu, kak? tanyanya penuh

“Metamorfosis itu proses perkembangan pada hewan, nah dia itu mengalami perubahan fisik, perubahan bentuk, dan perubahan itu membutuhkan waktu. Lihat, lihat kupu-kupu yang mau kamu tangkap itu, dia tidak terlahir langsung berwujud kupu-kupu yang indah, tapi dia melalui proses yang panjang, melalui proses metamorfosis,” jelasku sambil menunjuk-nunjuk sekumpulan kupu-kupu ‘buruan’ adik bungsuku.

“Bagaimana caranya?” tanyanya penasaran.

“Sebelum menjadi kupu-kupu yang cantik, dia terlahir dalam wujud telur. Lalu telur itu menetas,”

“Terus jadi kupu-kupu?” selanya.

“Belum. Telur itu menetas dan jadi ulat,”

“Hiiii… ulat bulu?” ekspresinya menunjukkan rasa jijik membayangkan bentuk ulat bulu.

“Iya. Dia terlahir dalam bentuk yang jelek, menjijikkan, lambat, dan rawan menjadi mangsa hewan lainnya. Kasihan ya?”, tanyaku padanya.

“Iya, terus… terus… bagaimana lagi, kak?”

“Nah, pada masa tertentu kalau ulat yang lemah dan menjijikkan ini bisa bertahan hidup, dia akan mengalami proses perubahan wujud selanjutnya yaitu menjadi kepompong. Ketika menjadi kepompong, ulat akan membungkus dirinya dan tidur panjang, tidak makan, tidak minum, dia puasa. Kalau dia berhasil bertahan, dia akan keluar dari kepompongnya dalam wujud baru yang cantik, menjadi kupu-kupu. Kalau dia gagal melewati masa itu dan menyerah, dia akan mati. Tapi lihat deh, kupu-kupu yang berterbangan itu, mereka berhasil melewati semuanya. Mereka bahagia memiliki sayap-sayapnya yang indah penuh warna. Masa iya, kamu tega mau menangkap mereka? Setelah mereka melewati proses yang panjang dan sulit seperti itu?”

Si bungsu terdiam, dia lihat kupu-kupu yang terbang di halaman.

“Dan kamu tahu, kalau kamu menangkap mereka dengan memegang sayapnya, itu bisa membuat mereka terluka. Jadi susah untuk bisa terbang lagi, bahkan jadi cacat tidak bisa terbang sama sekali sepanjang sisa usia mereka. Dih, coba deh bayangkan kalau kamu jadi kupu-kupunya, sedih nggak tuh?”

Si bungsu mengangguk, masih mengamati kupu-kupu di halaman.

“Jadi masih mau menangkap kupu-kupu lagi?”, godaku.

“Tidak. Kasihan nanti dia mati,” ucapnya dengan polos. “Tapi, kalau bermain bersama kupu-kupu disana tidak apa apa kan?” lanjutnya.

“Iya. Tapi jangan dipegang, oke?" jawabku.

“Yeeeeyy…” si bungsu kembali berlarian di halaman, mengamati kupu-kupu yang berterbangan.

Aku terdiam. Kuingat-ingat lagi setiap kalimat yang ku ucapkan pada adikku. Apakah selama ini aku sudah berusaha sebaik-baiknya dalam setiap prosesku agar bisa menjadi indah seperti kupu-kupu?

Ku renungkan kembali, mungkin aku, atau bisa juga kamu, pernah atau bahkan sering mengutuk keadaan yang menjengkelkan dan memuakkan dalam hidup ini. Kondisi fisik yang kurang menarik, finansial yang amburadul, mendapat cemooh orang lain, dan segala hal yang membuat kita menganggap dunia ini terlalu kejam. Belum lagi ketika kita melihat kehidupan orang lain yang ‘sudah menjadi kupu-kupu’ yang sepertinya terlihat lebih menyenangkan.

Tapi, hey. Kita tidak pernah tahu bagaimana proses hidup membentuk diri dia menjadi dia yang sekarang kan? Bisa saja dia pernah melewati fase hidup yang lebih menjengkelkan daripada yang kita rasakan, hanya saja tidak ditunjukkan dan tidak banyak mengeluh seperti yang selama ini sering kita lakukan.

Kita juga tidak pernah tahu, kalau kita mau berproses lebih lama, berusaha lebih keras, bersabar lebih panjang, dan berbuat baik lebih banyak, mungkin kita pun juga bisa menjadi ‘kupu-kupu yang indah’ itu. Bebas terbang ke manapun menikmati angin, atau bahkan lebih menyenangkan daripada kehidupan orang lain yang selama ini kita banding-bandingkan.

Nikmati saja dulu semua. Nikmati dulu prosesnya, nikmati dulu sakitnya, nikmati dulu lambatnya, nikmati dulu disepelekannya, nikmati dulu segala hal-hal menyebalkannya, nikmati dulu proses ‘jadi ulat bulu’ nya. Karena toh nanti, suatu saat kita akan mampu terbang juga.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini