Cerita tentang Seorang Putri yang Terbuang

Putri mengajarkan kepadaku bahwa untuk dapat terus hidup di dunia yang keras ini, aku harus setangguh batu karang

Telepon berdering dan terdengar suara perawat berkata, “Dok, ada pasien.” Aku segera bergegas ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Terlihat seorang gadis kecil terbaring lemas di tempat tidur periksa, disampingnya tampak dua biarawati yang mengantar. Salah seorang biarawati berkata “Demamnya sudah tiga hari, Dok. Mual muntah terus.” Aku mengambil stetoskop dan mulai memeriksanya. “Halo sayang, siapa namamu?” aku mulai menyapa. Anak itu tidak menjawab.

Advertisement

Kemudian aku berkata lagi, “Diperiksa dulu ya?” sambil membuka roknya untuk memeriksa perut anak itu. Gadis kecil itu menolak sambil memegangi roknya. Setelah perawat mengambil selimut untuk menutupi kakinya, dia memperbolehkan aku membuka roknya. Kemudian biarawati itu berkata, “Dia bisu tuli, Dok.”

Aku terperanjat mendengarnya, sungguh tidak mengira, dia gadis kecil yang cantik, usianya baru tujuh tahun, namanya Putri. Biarawati itu berkata lagi, “Dia sedang liburan disini” kemudian membisikkan “Ayahnya tidak tahu kemana, dia tinggal bersama ibunya” sambil menyebutkan sebuah kota kecil di Jawa Tengah. “Mual muntah terus ya, Suster? Bagaimana kalau dirawat inap saja?” tanyaku kepada kedua biarawati itu.

Ketika biarawati itu meneruskan pertanyaanku kepada Putri dengan bahasa isyarat, anak itu menangis dan minta pulang. Akhirnya, aku menyarankan agar dilakukan pemeriksaan laboratorium, bila hasilnya masih baik, maka Putri boleh di rawat jalan. Anak itu setuju, meskipun harus ditusuk jarum suntik untuk mengambil sampel darah dan dia tidak menangis.

Advertisement

Hasil pemeriksaan laboratorium masih relatif normal, sebisa mungkin aku mencoba berkomunikasi dengan Putri menggunakan bahasa isyarat versiku sendiri untuk menjelaskan bahwa dia harus minum obat yang aku resepkan, bila masih muntah maka harus dirawat inap di rumah sakit, dan Putri mengangguk tanda setuju.

Aku memandanginya dengan rasa iba saat kedua biarawati itu membawanya kembali pulang. Dia seorang gadis kecil yang tegar, meski dengan keterbatasan fisik, kehilangan ayah. Apa itu sebabnya dia tidak mau dirawat inap di rumah sakit? Takut ditinggalkan sendiri? Seperti ayahnya meninggalkannya? Entahlah, aku memandangnya sebagai seorang gadis kecil yang mandiri, berlibur jauh dari ibunya, dengan segala keterbatasannya dia masih dapat melindungi dirinya sendiri ketika aku mencoba membuka roknya untuk memeriksa tadi, sanggup menahan sakit saat pengambilan sampel darah tanpa menangis, sungguh gadis kecil yang tangguh.

Putri mengajarkan kepadaku bahwa untuk dapat terus hidup di dunia yang keras ini, aku harus setangguh batu karang dan berani untuk mandiri. Ingatanku melayang pada suatu waktu kenapa aku sampai berada di tempat ini. Namun, lamunanku segera pudar saat telepon kembali berdering.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE