Datang tak Diundang

Kisah misteri seputar kebun belakang sekolah sudah menyebarluas bagaikan banjir besar yang tidak dapat dibendung lagi. Guru-guru yang sebelumnya bersikap acuh tak acuh turut menaruh perhatian pada masalah ini. Mereka memang belum pernah mengalami hal menyeramkan seperti yang menimpa beberapa orang murid, tetapi dengung pembicaraan cerita misteri sedikit banyak telah membuat pikiran mereka terusik. Masalah ini sudah berkembang serius, harus ada tindakan.

Advertisement

" saya sendiri tidak percaya Bu, tetapi kalau kita diamkan saja, nanti bisa mencoreng nama baik sekolah " ujar Pak Wahyu menutup pembicaraan yang telah ia mulai dengan Bu Retno sang Kepala Sekolah.

Bu Retno yang sedari tadi menyimak dengan serius mulai berpikir untuk mencari jalan keluar yang cocok. Ia tahu Pak Wahyu sedang tidak mengarang cerita, laki-laki itu sudah cukup lama mengajar di sekolah ini, ia cukup disegani dan bisa dipercaya. Sebenarnya sebelum Pak Wahyu melaporkan masalah ini, ia sendiri sudah pernah mendengar mengenai mahluk yang ada di kebun belakang sekolah. Tetapi sebagai pimpinan ia tidak mau membesar-besarkan cerita ini.

" memang benar apa yang Pak Wahyu katakan, kalau dibiarkan malah semakin menimbulkan keresahan di kalangan murid-murid. Kebetulan kebun belakang yang kondisinya sudah berantakkan perlu dirapikan lagi, saya sebenarnya mempunyai sebuah rencana "

Advertisement

" kalau boleh tahu apa rencananya Bu ? "

" kebun itu mau saya ubah jadi bangunan permanen, nantinya bangunan tersebut bisa digunakan sebagai ruang koperasi atau perpustakaan sekolah, kebetulan ruang perpustakaan sekolah selama ini masih menyatu dengan ruang guru. Bagaimana menurut Bapak ? "

Advertisement

" wah itu ide yang bagus Bu "

" Tapi…." Bu Retno kelihatan ragu meneruskan kalimatnya

" Tapi bagaimana Bu ? "

" Saya pernah meminta Pak Udin dan si Amir untuk merapikan kebun belakang, mereka agak keberatan "

Memang, beberapa bulan lalu Bu Retno pernah meminta kepada dua orang penjaga sekolah untuk merapikan kebun belakang, tetapi kedua orang itu tampak keberatan. Mereka mengeluarkan berbagai macam alasan.

" Oh, kalau memang mau dibuat bangunan permanen, ya jangan kita minta Pak Udin dan Amir, sekalian saja kita bayar beberapa tukang untuk mengerjakannya "

Dua hari kemudian, rencaha yang disusun oleh Bu Retno dan Pak Wahyu mulai dijalankan. Beberapa tukang tampak mempersiapkan peralatan yang akan mereka gunakan. Semua diletakkan di bagian belakang sekolah. Mereka baru datang lewat tengah hari. Ya…memang harus demikian, karena pada pagi sampai siang hari masih ada kegiatan belajar mengajar. Mereka baru akan bekerja setelah kegiatan belajar di kelas-kelas telah selesai.

" Nung dan Ejon, kalian ukur luas lahannya, yang teliti, dicocokkan lagi sama gambar yang sudah saya buat " perintah Bang Rano pimpinan para tukang " yang lainnya ikut saya ke kelas yang langit-langitnya jebol "

Memang selain membuat bangunan permanen di belakang sekolah, para tukang ini juga ditugaskan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi di berbagai sudut sekolah. Kebetulan belum musim hujan, diharapkan perbaikan bisa dilakukan dengan lebih cepat. Terutama tentunya pada bagian langit-langit yang sudah menganga disana sini.

Setelah kepergian pimpinannya, Nung dan Ejon tidak segera mengerjakan tugas mereka.

" santai dulu aja " kata Nung sambil menatap ke kebun yang ada di depannya.

" banyak semak, ini ngukurnya bakal susah " Ejon berkomentar

" kalau nggak mau susah, kita bakar-bakarin aja, sehari juga udah rapi "

" iya ide bagus tuh "

Prak! Terdengar suara salah satu kaleng yang berisi peralatan kerja jatuh menimpa lantai di bawahnya. Entah apa yang menyebabkannya. Ejon kelihatan sedikit menggerutu dan mulai memunguti benda-benda yang terserak di lantai. Belum selesai semua dirapikannya, sebuah kaleng terjatuh lagi. Kali ini disaksikan langsung oleh Nung. Ia melihat kaleng tersebut tampak dimiringkan, seperti didorong oleh sesuatu , sebelum akhirnya jatuh ke lantai. Angin ?

Dengan cepat Nung bergerak membantu Ejon. Jangan sampai ada barang yang hilang.

Brak! Prang! Suara gaduh terdengar susul menyusul. Hampir seluruh peralatan yang telah disusun berjatuhan satu per satu. Peristiwa ini membuat Ejon dan Nung tampak kebingungan. Tetapi mereka belum menaruh pikiran yang macam-macam. Yah..mungkin tadi disusunnya kurang pas.

" tuh yang disana jangan sampai hilang " Nung menunjuk pada sebuah obeng yang tergeletak di atas rumput. Entah bagaimana benda itu bisa sampai terlempar kesana.

Ejon melangkahkan kakinya ke atas rerumputan , berjalan untuk memungut obeng berwarna merah. Tetapi benda yang tadi hanya berjarak beberapa meter dari depan kakinya tampak sudah tidak berada disana .Ia berusaha memperjelas pandangannya.

" Itu disana " Nung berkata dengan agak keras sambil menunjuk ke salah satu semak yang cukup rimbun.

Benar juga, Ejon dapat melihat warna kemerahan terjepit di kerimbunan semak. Di dekat tumbuhan itu kemudian ia berjongkok, memasukkan tangannya diantara celah-celah yang ada, berusaha meraih benda yang ia cari. Susah sekali….Dapat! Jari-jarinya berhasil meraih sesuatu. Eh…tapi apa ini? Ia seperti menggenggam sesuatu yang terasa dingin, seperti…..tangan manusia…tangan anak kecil ?!…. ia dapat merasakan jari-jari lain yang terasa dingin membeku seperti es, memegang pergelangan tangannya. Rasa panik menyelimuti tubuhnya.

Ia berusaha menarik kembali tangannya keluar dari celah semak-semak, tetapi cengkeraman jari-jari itu tampak tetap menahan pergelangan tangannya. Jari-jari itu kaku tidak bergerak, selain udara dingin yang menjebak salah satu tangannya, Ejon juga dapat mencium semacam wangi bunga di sekitarnya. Ia ingin berteriak minta tolong, tetapi suaranya tertahan di lehernya. Ia tidak berani membayangkan mahluk apa yang sedang menahan gerakannya.

Keringat dingin mulai membasahi wajahnya, tidak terbayang baginya apa yang akan terjadi berikutnya. Laki-laki itu terus mencoba menarik tangannya, tetapi usahanya ini tidak membuahkan hasil apa-apa. Ia ingat sebelum ke tempat ini, para penjaga sekolah sempat meminta mereka untuk waspada. Tetapi ia malah menertawakan dan mengejek mereka.

" hei! Ngapain kamu! " bentakkan Bang Rano membuat Nung tersentak. Di saat bersamaan ia berhasil menarik tangannya keluar dari semak-semak. Di genggamannya terdapat obeng berwarna merah, bagian ujungnya kelihatan melengkung membentuk setengah lingkaran. Nung terduduk di atas rumput, berusaha mengembalikan kekuatannya. Sekujur tubuhnya terasa lemas.

Beberapa detik kemudian Ejon tergopoh-gopoh menyusul Nung ke tengah kebun

" Nung! Cepat berdiri, itu ada Bang Rano " Ejon yang tidak menyadari apa yang baru saja terjadi dengan temannya tampak lebih takut pada pimpinannya.

Kejadian yang dialaminya membuat Nung memilih untuk mundur dari pekerjaan ini. Apalagi setelah didengarnya mereka akan lebih banyak bekerja tengah hari sampai malam. …

Kedua telapak tangan mahluk itu memang terasa dingin, seperti es… tentu saja, karena di setiap penampakkannya tubuhnya sudah tidak seperti dahulu…. ketika ia masih hidup. Kali ini ia tidak sedang tersenyum. Dari balik pepohonan, ia menatap tajam ke arah para pekerja yang mulai membersihkan kebun belakang sekolah. Mereka tidak dapat melihatnya, mungkin karena tubuhnya tidak terlalu besar. Hanya seukuran murid-murid di sekolah ini….

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Follow me @fuyefuye

CLOSE