Meski Hubungan Kita Pernah Surut Tiba-tiba, Aku Harap Rasa yang Kamu Punya Saat Ini Masih Sama

semoga rasa yang kamu punya masih sama

Ini kisah kita berdua, tentang sebuag pertemuan yang memunculkan banyak narasi indah. Kisah dua anak manusia yang mengundang rasa yang menggelitik dalam perjalanan waktu. Ada rajutan kisah yang mampir dan berdiam di dalam ruang kenangan.

Advertisement

Pertemuan kita menarik. Saya harap kau juga merasakan demikian. Berjumpa usai menanggalkan pendidikan menengah atas, kemudian mulai meruntai kisah dalam belaian masa remaja yang memasuki fase dewasa.

Sejak pertemuan itu pun benih-benih cinta kita mulai tumbuh. Kita mulai jalankan cerita sejak bertemu di kampung kecil di Flores Barat, kampung yang menurut saya sangat menjunjung tinggi toleransi, karena di dalamnya hidup bersamaan antara umat Katolik dan umat Islam.

Rentetan kisah cinta alay ala anak yang baru tamat SMA kita arungi dalam narasi yang kita jalani. Setiap hari yang dijalani, ada senyummu selalu hiasi hari. Bahkan pada setiap langit malam yang saya tatap, ada rindu yang terus-terusan saya titip.

Advertisement

Hari demi hari kita jalani hubungan yang mulai bersemi. Handphone antik yang sekarang sudah kedaluwarsa mempererat hubungan yang kita jalani. Tentu masih terngiang di ingatanmu, bahwa alat komunikasi tersebut  waktu itu merupakan salah satu   alat komunikasi yang lagi nge-trend, selalu setia menemani hari-hari yang kita lalui. 

Denting SMS atau telepon merupakan salah satu getaran kerinduan yang sering ditunggu-tunggu dari hari ke hari. Sebelum sang mentari jalankan tugasnya di pagi hari amat penting untuk menyapamu, demikian saat bintang-gemintang cundangi malam untuk kembali ke peraduan, saya selalu menitipmu pada Tuhan agar tetap menjagamu hingga bangun dengan sehat di pagi harinya. Isi SMS pun masih sesuai dengan keadaan saat itu, sekarang mungkin sudah tidak berlaku lagi gaya penulisannya. Lucu jika diingat lagi.

Advertisement

Setahun kita lalui, rasa cinta kita perkuat dengan berbagai pergolakan yang dinamis, baik dan buruk datang silih berganti. Pergumulan kita terus membuncah kalbu, membasuh peluh hingga terus-terusan berseri. Kamu jadi istimewa dalam kehidupan saya. Kamu juga mengakui rasa yang sama bahwa saya begitu istimewa dalam kehidupanmu. Saya percaya dengan pengakuanmu kala itu.  

Sama-sama memilih untuk istirahat setahun sebelum ke jenjang pendidikan tinggi, kisah kita pun tetap berlanjut. Ritme hubungan kita masih sama seperti dulu seperti sejak pertama kita bertemu. Komunikasi masih intens, rasa sayang jua belum punah.

Usai itu semua dan di tahun yang sama kemudian kita melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Kita sepakat untuk kehidupan yang lebih baik perlu melawan segala keinginan diri demi mewujudkan impian kita masing-masing. Pendidikan salah satu kunci kesuksesan, kuliah salah satu pintu masuknya.

Lagi-lagi kita melanjutkan perkuliahan di kota yang sama, kota dingin di barat Flores. Sayangnya jurusan dan kampus kita berbeda. Saya masuk jurusan keguruan, sedangkan engkau memilih untuk masuk jurusan kesehatan. Letak kampus kita lumayan jauh, terhimpit oleh hutan beton di Kota 1.000 Gereja. 

Sejak saat itu komunikasi kita mulai jarang. Kita jarang bertemu. Ruang temu tersekat oleh tuntutan dan kewajiban dalam menuntaskan urusan perkuliahan kita masing-masing. Modul dan tugas kuliah jadi pujaan hati yang baru. Hubungan pun break tanpa keputusan yang pasti. Kita fokus berjuang agar lekas menuntaskan cita-cita demi melunasi harapan yang dititipkan orang tua kita masing-masing.

Meski hanya setahun engkau mencicipi dinginnya kota 1000 Gereja, kemudian kembali pergi untuk melanjutkan pendidikan di Kota Daeng, sejujurnya saya selalu mengharapkan rasa sayang itu kembali. Setidaknya engkau kembali seperti sediakala dengan rasa yang tetap sama.  Pada penjelajahan senja kala itu, namamu menjadi suatu harapan yang selalu diupayakan untuk segera kembali ke dalam dekapan.

Entah apa dalilnya, sehingga kita vakum tanpa kata permisi. Teori filsuf Yunani kuno mungkin susah untuk membuktikannya. Yang pasti itu perkara rasa yang telah lama tertanam dalam hati. Orang di dekat kita pun susah untuk memahami apa yang mendasari kita tak lagi bersama.

Tahun berganti tahun berlalu begitu saja. Komunikasi yang kita bangun hilang muncul seumpama sinyal di pedalaman Flores yang pikir-pikir dulu sebelum masuk.

Sering menjalin komunikasi tetapi sering juga hilang tanpa alasan yang pasti. Mungkin juga kita melanjutkan kegiatan dan kehidupan kita masing-masing, pikirku kala itu. Ada satu dua hal yang membuat kita tidak saling berbagi kabar. 

Dentuman pesan singkat di pagi hari sebelum kopi cundangi cangkir turut lesap terbawa suhu kota dingin yang terletak tepat di bawah kaki Pegunungan Mandosawu.  Saya pikir itu wajar dalam kisah cinta anak muda sejak zaman antah berantah dulu, kadang datang namun kadang juga hilang.

Singkat cerita, sekarang rasa itu kembali bersemi. Kita mulai jalin hubungan dengan rasa yang belum pudar, masih sama dan belum punah.

Sekarang percakapan via telepon, SMS atau WA semakin sering dilakukan. Percakapan juga sudah masuk dalam tahap yang serius, tidak serampangan seperti dulu lagi. Kita mulai membicarakan sesuatu yang amat penting demi kelanjutan hubungan dan cerita tentang masa depan kita.

Akhirnya, lukisan kata dalam catatan ini begitu sederhana, sesederhana asa yang selalu dirindukan. Tetap seperti ini, seperti yang dulu dengan segala keistimewaan yang tak tertandingi. 

Engkau memang pantas untuk dirayu sepanjang waktu. Namamu mewakili itu semua. Bertahanlah hingga pada sebuah masa semuanya akan berakhir. Nestapa akan berujung suka. Perih akan berpuncak indah. Petualang juga akan pulang. Rindu juga akan berpuncak temu. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta Kopi Colol dan Sopi Kobok. Tinggal di Manggarai Timur, Flores. Amat mencintai tenunan Mama-mama di Bumi Flobamora.

Editor

une femme libre

CLOSE