#DestinasiHipwee-Touring Mengintip The Hidden Paradise

Saya percaya bahwa setiap orang punya gaya traveling masing-masing. Ada yang memilih naik kendaraan umum mulai dari bus, kereta hingga pesawat. Ada juga yang lebih enjoy menggunakan kendaraan pribadi, pakai mobil atau motor misalnya. Saya masuk ke dalam golongan yang memilih kendaraan pribadi untuk traveling khususnya motor. Selain lebih hemat (ya terkadang justru lebih mahal untuk kasus tertentu), touring motor memungkinkan saya lebih fleksibel untuk menjelajahi destinasi yang ingin dituju.

Advertisement

Akhir bulan Juni kemarin, saya berjumpa dengan Dicky di sebuah kafe di Jogja (kebetulan saya tinggal di Jogja). Dicky adalah teman satu grub whatsapp touring yang saya pun belum kenal sebenarnya. Itu adalah pertemuan pertama kami. Kami ngobrol dan cerita hingga pukul 10 malam. Esok hari ia akan berangkat ke Bromo menggunakan motor. Oh iya, kebetulan Dicky tinggal di Bandung. Sebelum ke Jogja ia sudah mampir di Dieng, camping 2 malam di sana. Ia mengajak saya untuk ikutan berangkat ke Bromo, biar lebih seru katanya.

Awalnya saya agak ragu karena takut tiba-tiba ada kerjaan mendadak. Kami berpisah tanpa ada keputusan apakah saya ikut atau tidak. Sesampainya di kos saya mengabari Dicky bahwa esok hari saya ikut berangkat ke Bromo. Setelah bertemu di titik kumpul, ternyata Dicky bersama satu orang lagi, namanya Jagat dari Bogor. Mereka ternyata juga baru kenal saat tidak sengaja ketemu di Dieng. Akhirnya kami berangkat tiga orang dan tiga motor dari Jogja menuju Bromo.

Perjalanan kami mulai. Yeayy.

Advertisement

Destinasi hari pertama adalah Kediri. Rumah seorang teman yang baru saja saya kenal beberapa hari kemarin. Namanya Mas Rudi. Rencananya kami akan menginap di rumah Mas Rudi lalu hari kedua menuju Bromo. Kami berangkat dari Jogja jam 12 siang menyusuri jalan nasional melewati Solo, Sragen, Ngawi, Nganjuk baru kemudian sampai di Kediri sekitar jam 7 malam. Setelah makan malam dan ngopi sembari berbincang-bincang, tidak lama kemudian kami terlelap dalam tidur.

Hari kedua kami berempat melanjutkan perjalanan menuju Malang bertemu dengan teman Dicky sebelum akhirnya berangkat ke Bromo. Kami sampai di Bromo sekitar jam 2 siang. Menyusuri pasir berbisik menikmati kemegahan Bromo dari dekat. Setelah puas menikmati sensasi berkendara di pasir berbisik kami menuju Savana Teletubis mencari tempat untuk camping. Saat matahari hampir tenggelam, tenda kami sudah berdiri. Menikmati senja dengan secangkir kopi, berbincang sembari memanjakan mata dengan pesona indah Bromo seakan menikmati secuil surga di Indonesia.

Advertisement

Malam pun tiba dan suhu tiba-tiba menjadi sangat dingin. Meskipun sudah menggunakan jaket dan berdiam diri di dalam tenda masih belum cukup untuk menghangatkan badan. Alhasil tengah malam saya terbangun karena demam. Dahi panas namun badan menggigil kedinginan. Saya meminta tolong Mas Rudi untuk kerokan lalu melanjutkan tidur dengan rasa dingin dan nyeri disekujur tubuh.

Esok harinya setelah matahari sudah meninggi kami melanjutkan perjalanan menuju Lumajang. Kami berpisah dengan Mas Rudi yang memutuskan kembali ke Kediri. Tiba di Lumajang sore hari kami memutuskan mencari penginapan murah untuk istirahat dan berharap kondisi tubuh makin membaik. Saya memutuskan tidur lebih cepat sedangkan Dicky dan Jagat ngobrol dengan Mas Ardi, seorang kawan yang baru kami kenal di Lumajang.

Hari keempat kami melanjutkan perjalanan menuju Bondowoso. Tujuan pertama adalah Taman Nasional Baluran, namun karena pandemi tempat tersebut masih tutup. Kami berpindah haluan menuju Kawah Wurung. Surga tersembunyi di Bondowoso. Sekitar jam 4 sore kami sampai di Kawah Wurung. Sebetulnya Kawah Wurung sudah tutup apalagi besok sudah tanggal 3 Juli 2021, hari pertama PPKM Darurat. Namun setelah bernegosiasi dengan memasang wajah memelas karena sudah jauh-jauh datang kami diizinkan untuk camping disana. Tenda sudah bediri, motor juga sudah tertata, kami menikmati sore dengan secangkir kopi, masak dan ngobrol ngalor ngidul sembari menghangatkan badan di dekat api unggun.

Malam berganti pagi, setelah puas menikmati indahnya Kawah Wurung, kami melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi Kota. Melintasi jalur Kawah Ijen dengan pemandangan bukit, hutan dan jalan berkelok membuat saya seakan terhipnotis dengan keindahannya. Kami sempat mampir di area Kawah Ijen, namun karena sudah masuk PPKM Darurat, Kawah Ijen ditutup untuk umum. Kami hanya sekedar foto dan mampir ngopi sambil berbincang dengan warga sekitar.

Sore hari kami sampai di penginapan murah di Banyuwangi Kota. Jujur saja, touring saat PPKM terasa was-was. Kami juga baru tahu ada PPKM saat sudah sampai Bondowoso. Di Banyuwangi kami tidak kemana-mana karena banyak tempat wisata yang tutup. Bahkan saat hendak ke alun-alun pun sudah ada petugas yang berjaga. Kami memutuskan kembali ke penginapan.

Esok harinya, hari kelima, kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Alas Purwo, rencananya kami akan camping disana. Namun sesampainya disana ternyata tutup. Sebenarnya saya juga sudah tahu bahwa Alas Purwo tutup karena PPKM. Tapi kami pikir yang penting sudah bisa sampai sana dan mengambil foto. Kami pun berpindah haluan menuju Pantai Rajegwesi, rekomendasi dari seorang teman.

Saat hendak memasuki kawasan pantai, kami berinisiatif untuk mampir ke Pantai Merah. Siapa tahu bisa camping disana. Tak disangka kami cukup beruntung, meskipun pintu masuk Pantai Merah tutup, kami masih bisa masuk ke wilayah pantai didekatnya lewat jalur lain. Kami menikmati pemandangan biru laut dan pasir putih di pantai merah dengan duduk santai di Hammock yang sudah saya pasang di antara dua pohon dipinggiran pantai.

Senja menyapa, langit barat berubah menjadi kuning keemasan dengan sinarnya terpantulkan oleh air laut. Pemandangan yang sangat indah. Saat pantai sudah mulai sepi, kami mulai mendirikan tenda, memasak air untuk menyeduh kopi dan memasak untuk makan malam. Sederhana namun menyenangkan.

Hari keenam, kami melanjutkan perjalanan ke arah barat. Kami memutuskan untuk mengambil arah jalan pulang karena kondisi yang sudah tidak memungkinkan untuk mencari destinasi yang lain. Menyusuri jalur pantai selatan yang kelewatan indah pemandangannya dan tiba di Kepanjen selepas maghrib. Kami mencari penginapan murah dan terdekat untuk istirahat semalam.

Esok harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Pacitan berharap mencari tempat camping di pantai. Sayangnya semua pantai di Pacitan tutup semua dan kami memutuskan untuk langsung kembali ke Jogja. Rasanya ada kesal dan kecewa karena kami berharap camping di Pacitan akan menjadi penutupan klimaks perjalanan kami. Namun kondisi yang tidak memungkinkan memaksa kami untuk berkata “Ya sudahlah ya. Mungkin kapan-kapan lagi.”

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Gue suka motoran tapi gak bisa otak-atik mesin. Gue gak pernah mempermasalahkan destinasi yang gue tuju. Gue cuma suka momen perjalanannya. Gue meyakini prinsip hidup "Wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib" dan mimpi konyol gue adalah "Riding as Fas As Possible"

CLOSE