Fenomena (Sang Pencerah dan Sekelumit Prinsip Hidupnya)

Aku telah berada di Kota ini untuk sekian waktu. Kota yang sedikit banyak telah membesarkanku. Ya, Kota Pekanbaru. Banyak kenangan yang bila ingin ku lukiskan pasti memerlukan banyak canvas untuk menyelesaikannya. Ada FENOMENA menarik yang ingin ku beritakan kepada sekalian alam. Pelajaran yang begitu berharga menurutku dan semoga menjadi inspirasi bagi diriku serta orang-orang yang kusayangi.

Bismillah…

Pekanbaru, 21 Maret 2013

Berjalanlah aku di siang yang pekat, terik matahari boleh jadi membakar semut-semut yang berkeliaran di perempatan jalan. Ramai laju kendaraan dengan seksama dihentikan oleh lampu berwarna merah yang sering dipanggil traffic light. Simpang pasar pagi arengka, begitulah kebanyakan orang menyebutnya. Zona yang begitu padat & ramai oleh manusia yang memiliki kepentingan. Dihadapanku berdiri dengan gagah sebuah mesin berkaki 4 yang disapa Strada Triton keluaran pabrikan Mistsubishi. Hitam, dengan ukuran ban yang besar menambah kegagahan Triton itu.

Dari arah berlawanan, datanglah seorang pemuda bertato & berbadan kekar dengan tongkat menemani langkahnya menjajakan koran harian di negeri ini. Ku lihat, pemuda itu menghampiri kendaraan di depanku sambil menawarkan koran yang siap dijualnya. Kaca Triton yang telah dilumuri "kaca film" yang hitam pekat itupun terbuka. Terlihat tangan keluar dari Triton itu sambil menenteng uang 20 ribuan, tanda transaksi akan bermula. Sang pemuda bertongkat itu pun memberikan 1 samplar koran kepada pemilik Triton sambil merogoh saku untuk mengembalikan uang sisa jual-beli yang telah terjadi.

Anehnya, pemilik Triton menolak kembalian uang tersebut. Kemudian tampaklah kedua tangan pemuda itu menengadah ke langit sambil berkomat-kamit tak jelas dari bibirnya. Mungkin dia sedang berdoa'a (pikirku). Kemudian, datang lagi 2 sejoli yang begitu kumuh mengarah ke Triton di depanku. Si laki-laki tampak buta & wanita belia di sampingnya begitu setia menemani laki-laki buta tersebut. Ya, mereka adalah pengemis yang biasa mengitari zona ini. Ku lihat 2 sejoli itu menengadahkan tangan ke kaca Triton tersebut sambil memainkan adegan miris bagi setiap pengguna jalan yang ditemuinya. Heran, sedikitpun kaca itu tak bergeming. Lampu merah pun meredup dan si hijau berkoar tanda semua kendaraan wajib jalan.

Penasaran, aku ikuti Triton tersebut. Lajunya mengarah ke sebuah komplek perumahan di sekitar arengka. Kemudian Triton itu berhenti di sebuah rumah yang sederhana namun tampak asri karena memiliki taman yang begitu terawat oleh pemiliknya. Seorang yang gagah dengan setelan parlente keluar dari Triton tersebut. Ku beranikan masuk dan menghampiri sang pemilik triton. Assalamu'alaikum, salam Ku sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.

Bapak itu masih keheranan, mungkin dalam benaknya bertanya. Siapa orang asing yang berani menyerobot masuk ini?

Maaf Pak, saya mengganggu waktu anda (lanjutku). Bisa kita duduk dan bicara Pak? Anda siapa? (tanya Bapak itu masih dalam keadaan heran). Saya Rio Pak. Bapak? (tanyaku). Saya Jon. Mari, silahkan masuk (ajak Pak Jon).

Kami pun memilih teras rumah Pak Jon sebagai tempat yang rasanya tepat untuk bertukar cerita. Singkat cerita, tanya jawab pun bermula :

Rio : Sebelumnya saya mohon maaf Pak, karena telah lancang masuk kerumah & menghampiri Bapak secara tiba-tiba. Begini, di simpang lampu merah arengka tadi, posisi saya persisi di belakang kendaraan Bapak & saya mengikuti Bapak sampai ke rumah ini.

Pak Jon : ??? (Mungkin semakin keheranan)

Rio : Maaf Pak, maksud saya insyaaAllah tidak buruk & tidak pula berniat buruk kepada bapak. Begini Pak, saya melihat kejadian aneh oleh mata kepala saya sendiri & rasanya saya harus bertanya langsung kepada orang yang telah membangkitkan rasa penasaran saya. Tadi saya melihat Bapak memberikan uang 20 ribuan kepada pemuda bertongkat yang menjajakan koran tanpa mengambil uang kembaliannya. Namun, kepada 2 orang pengemis itu sedikitpun Bapak tidak menggubris mereka. Apa yang ada dipikiran Bapak saat itu, sehingga membedakan mereka yang notabene sama-sama untuk mencari makan?

Pak Jon : Oh.. itu, Hmm..Baru kali ini ada pemuda yang jeli atas apa yang saya lakukan. Baru kali ini juga ada seseorang yang menanyakan hal ini kepada saya. Begini dek rio, boleh saya bercerita?

Rio : Silahkan Pak, itu yang saya harapkan.

Pak Jon : Apa yang anda lihat sekarang. Baik itu rumah, mobil maupun penampilan saya sekarang ini adalah rasa syukur saya kepada Allah melalui kerja keras (ikhtiar) disertai do'a yang tak putus dari awal saya merantau hingga sekarang. Saya berasal dari kampung kecil di pesisir Riau (Tembilahan) dan maaf, saya terlahir tanpa Ayah-ibu. Dari kecil saya menumpang hidup sama orang yang ikhlas menghidupi (makan, tempat tidur & sekolah) saya dengan imbalan saya harus bekerja dengannya. Singkat cerita, selesai SMA saya beranikan diri untuk merantau ke kota ini, Pekanbaru. Waktu itu sekitar Tahun 80-an. Dari kampung saya diongkosi uang 80ribu-an oleh Bapak asuh. Dengan uang itu saya gunakan untuk mencari kerja & menyewa kamar kos. Tekad saya kala itu ialah ingin kuliah sambil bekerja. Namun karena uang yang saya miliki tidak mencukupi, akhirnya niat untuk melanjutkan sekolah saya tunda. Saya bekerja di sebuah bengkel sepeda motor di Jl. Pepaya. Prinsip saya, pantang mengemis kepada orang-orang manusia lain. Tangan dibawah pastilah buruk baik terlihat maupun bila sampai terbuat. Saya harus bekerja, bagaimanapun. Itulah tekad saya waktu itu.

Alhamdulillah akhirnya sedikit banyak hasil dari tabungan saya pun terkumpul untuk meneruskan niat saya melanjutkan sekolah (duduk di bangku perkuliahan). Alhamdulillah saya bisa bisa menyelesaikan sekolah saya, walaupun hidup dengan sedikit waktu. Dalam artian, pagi sampai sore belajar, malam bekerja. Malas adalah penyakit yang WAJIB dibuang dalam hidup kita. Bila dari dulu kerja saya hanya menunggu & berharap sedikit rezki dari orang lain, mungkin cerita saat ini berbeda & anda pun mungkin tidak akan mengikuti saya sejauh ini.

Rio : Lantas, alasan bapak mengenai kejadian tadi?

Pak Jon : Oh.., itu.. MALAS. Itulah alasan saya mengapa tidak mau memberikan sedikit rezki saya kepada 2 orang pengemis itu. Lihatlah olehmu, pemuda yang menggunakan tongkat yang menjajakan koran. Walau dalam keadaan kekurangan (cacat), tekadnya untuk tidak menyerah pada keadaan membuat rasa malunya hilang yang menjadikannya seorang yang mulia. Dia tetap bekerja walau hanya berjualan koran. Mungkin dia malu mengemis walaupun dia dalam keadaan cacat. 1 hal lagi, dia sedang tidak dalam keadaan MALAS. Sementara 2 orang pengemis itu, yang si laki-laki nya buta & seorang penuntun wanitanya yang sehat wal'afiat. Mereka sungguh tidak punya rasa malu. Okelah, si laki-lakinya buta. Namun, wanitanya sehat wal'afiat. Mungkin lebih sehat dari saya ini. Dia kan bisa bekerja. Minimal jadi tukang cuci pakaian di rumah-rumah orang berkeluarga (PRT).

Apa yang baru dek Rio saksikan tadi tak lain karena mereka malu bekerja & terlalu malas untuk bekerja. Mereka telah menikmati profesi sebagai pengemis. Mungkin mereka lebih sehat lahir & bathin daripada saya ini. Kebanyakan manusia saat ini mengatakan "susah mencari kerja" sebenarnya itu hanya alasan bodoh. Lapangan kerja itu banyak, tapi hanya karena menjaga gengsi, makanya lapangan kerja itu tampak sedikit. Contoh, anda kuliah?

Rio : Alhamdulillah saya telah selesai kuliah pak.

Pak Jon : Oke, berarti anda seorang sarjana. Anda udah bekerja?

Rio : Sampai saat ini, kerja tetap belum ada pak.

Pak Jon : Lihatlah.., mungkin saja anda termasuk dalam golongan manusia yang beranggapan "susahnya mencari kerja". Malu, itulah yang membuat anda tidak bekerja sampai saat ini.

Rio : Hmm..??? (Saya mikir-mikir sambil keheranan juga. Bisa jadi Bapak ini benar. heheheh..)

Pak Jon : Bila anda buang rasa malu, mungkin anda telah bekerja. Sebagai sarjana, anda pasti malu bekerja sebagai cleaning service kan?

Rio : Hahahaa.. mungkin pak.

Pak Jon : Kemungkinan itulah yang membuat sebagian manusia terus beranggapan bahawa lapangan pekerjaan telah sirna di muka bumi ini dan sangat sulit mencari kerja. Dek rio, segala sesuatu di mulai dari 0. Tidak ada yang praktis (instan) langsung jadi. Mungkin ada sebagian manusia yang diberikan kesempatan layaknya anugrah langsung jadi (semisal pegawai swasta maupun pemerintah) setelah mendapatkan gelar sarjana atau gelar ini-itu. Dan itu adalah keberuntungan bagi mereka. Jadi, intinya buanglah rasa malu. Apapun pekerjaan yang itu menghasilkan & jelas-jelas halal, kerjakanlah. Walaupun dari sudut pandang sebagian manusia lain terlihat rendah bahkan hina. Belajarlah dari setiap apa yang kau kerjakan. Sesuatu harus dimulai untuk melahirkan sesuatu yang baru. Ingat, tidak ada yang praktis di dunia ini. Kemudian, jangan pernah mengeluh ketika mendapat pekerjaan. Di dunia ini, keikhlasan adalah hal utama & paling pertama yang wajib kita pelihara & dilaksanakan. Banyak orang ketika bekerja, mengeluh ini-itu terkait pekerjaannya. Padahal, bila kita bersyukur dalam sabar, apapun yang dilakukan dengan niat yang ikhlas akan melahirkan kecintaan yang luar biasa. Maaf kata, ketika tidak bekerja kita mengeluh & setelah bekerja keluhan pun tak sirna, sehingga seperti hamparan kosong saja apa yang kita lakukan itu.

Rio : Ohh.., berarti langkah awal adalah "buang rasa malu" ya Pak?

Pak Jon : Ya, tapi untuk sesuatu yang bermanfaat terutama untuk diri kita tentunya & kalau bisa bermanfaat juga untuk orang lain juga.

Rio : Alhamdulillah. Terima kasih pak atas khabar ini. Mudah-mudahan saya bisa mengikuti jejak Bapak. amin! Okelah pak, saya permisi. Kapan-kapan boleh saya bertukar cerita lagi dengan bapak? Sepertinya saya harus belajar banyak dari orang seperti bapak.

Pak Jon : Boleh, insyaaAllah.

***

Ya. Inilah FENOMENA unik bin menarik yang saya alami. Semoga bermanfaat bagi mereka yang memiliki akal & memiliki hati. Wassalam..

"Ketika tidak bekerja kita mengeluh & setelah bekerja keluhan pun tak sirna, sehingga seperti hamparan kosong saja apa yang kita lakukan itu."

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir di Pesisir Riau (Bengkalis) 29 Tahun silam. Lulusan FEKONSOS UIN SUSKA Pekanbaru dan sedang menyelesaikan Program Pasca di FISIP-UR. Gemar membaca, suka menulis, tidak suka berdebat tersebab pembenaran semata (karena debat seperti itu adalah jalan syaithan), sedikit kritis terhadap fenomena sosial kemasyarakatan & pecinta golput.