HATE COMMENT BERUJUNG MAUT, BAGAIMANA BISA?

Sosial media kerap sekali kita kenal sebagai media untuk bersosialisasi dengan ruang lingkup yang lebih luas. Seiring berjalannya waktu, sosial media semakin berkembang dan perkembangan sosial media tersebut diikuti dengan pengguna sosial media yang terus bertambah dari berbagai kalangan. Semakin bertambahnya pengguna sosial media maka semakin banyak peluang untuk saling bersosialisasi. Bersosialisasi ini dapat dilakukan dengan saling nge-follow akun sosial media dan melakukan interaksi dengan memberikan berbagai pendapat, ulasan dan kritik di akun sosial media tersebut.

Di era globalisasi ini, setiap individu sudah diberikan kebebasan untuk berpendapat, mengkritik, dan mengulas di ruang lingkup masyarakat. Oleh sebab itu, penggunaan fitur kolom komentar sudah disediakan di berbagai sosial media, seperti facebook, instagram, twitter, dan sebagainya. Namun, pada nyatanya kebebasan tersebut sering disalahgunakan dan jarang untuk dipertanggungjawabkan. Tidak sedikit komentar-komentar jahat, tidak senonoh, dan penuh kebencian ditemukan di kolom komentar. Bahkan ada juga yang berkomentar penuh dengan hinaan yang tidak wajar, yang tidak sesuai dengan foto, video, maupun status yang diunggah. Ujaran kebencian tersebut tidak mengenal usia dan tidak mengenal tempat.

Ada beragam ujaran kebencian yang sering kali kita temui di media sosial. Mulai dari mengejek penampilan, menyindir, bahkan sampai menginginkan seseorang tersebut untuk mati. Hal ini pastinya menimbulkan masalah-masalah baru yang dapat berujung maut.

Berbicara tentang komentar buruk atau biasa disebut hate comment, saya sendiri pernah mengalami dan mengerti perasaan dari mendapatkan hate comment. Hate comment yang saya dapatkan rata-rata membahas mengenai fisik. Setiap saya mengunggah foto atau status, unggahan saya tidak luput dari komentar-komentar mengenai badan saya, wajah saya, ataupun tinggi badan saya. Saya sering sekali merasa insecure dan merasa tidak percaya diri, sehingga pada akhirnya saya memutuskan untuk menonaktifkan kolom komentar di akun sosial media saya dan memilih untuk menenangkan diri saya.

Namun, tidak semua orang memiliki presepsi yang sama seperti saya. Tidak sedikit orang yang mengalami stress, depresi, dan akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sebagai contohnya, saya mengambil kisah yang pernah menggemparkan dunia K-pop, yaitu kisah dari mendiang Choi Jin-ri atau biasanya dikenal dengan nama Sulli, yang merupakan mantan member girlgrup f(x). Diketahui salah satu penyebab mendiang Sulli mengambil pilihan untuk mengakhiri hidupnya adalah hate comment yang didapatkan dari netizen. Hate comment yang didapatkannya berupa nyinyiran pedas pada setiap postingannya. Pada setiap foto yang dipostingnya memiliki hate comment yang sangat kejam, tidak pantas, dan bahkan komentar tersebut tidak sesuai dengan foto yang diunggah. Padahal tidak ada yang salah dengan unggahannya.

Dikarenakan maraknya komentar-komentar yang tidak pantas, mendiang Sulli juga mengalami depresi. Hal ini juga turut dihujat oleh netizen. Merasa tidak ada dukungan dari netizen, mendiang Sulli pun mengambil pilihan terakhirnya, yaitu mengakhiri hidupnya. Peristiwa ini menjadi pukulan yang keras untuk netizen. Tidak sedikit netizen yang merasa bersalah atas kejadian ini. Nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi dan tidak dapat dikembalikan lagi.

Dari pengalaman dan salah satu contoh yang sudah saya paparkan, terlihat jelas bahwa hate comment memang banyak ditemukan di sosial media. Mengapa sosial media menjadi tempat berkumpulnya hate comment? Karena kebanyakan orang menganggap media sosial merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk mengutarakan komentar jahat tanpa diketahui oleh penerima.

Diketahui juga sudah banyak artis dalam negeri maupun luar negeri yang mengambil tindakan atas kejadian maraknya hate comment di akun sosial media mereka. Namun, tidak sedikit orang tetap melakukan hate comment, bahkan sampai menggunakan akun sosial media palsu. Sama seperti ibaratnya surat kaleng, hate comment dapat diterima tanpa diketahui identitas aslinya. Penanaman prinsip ini menyebabkan terus bertambahnya jumlah ­hate comment perharinya.

Beberapa orang juga menganggap berkomentar jahat di sosial media tidak memiliki pengaruh apapun dan hanya menjadi angin lalu saja dibandingkan secara face to face. Padahal nyatanya komentar jahat atau hate comment sangat membawa dampak buruk bagi kesehatan psikis seseorang. 

Kemungkinan sudah tidak ada efek jera bagi penulis hate comment atau bahkan kita sendiri tidak menyadari bahwa komentar yang kita tulis itu memiliki dampak buruk bagi penerimanya. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan dari diri sendiri maupun dari luar dalam bermedia sosial. 

Tindakan yang dapat kita terapkan dalam diri sendiri adalah dengan berpikir dua kali atau lebih sebelum menuliskan komentar. Sebaiknya kita memerhatikan kata tiap kata yang kita tulis sebelum kita mengirimkan komentar tersebut. Alangkah lebih baiknya kalau penerima komentar yang kita tulis itu merupakan salah satu dari kerabat kita, karena kita lebih mengetahui sifat asli dan apa saja yang tidak disukai orang tersebut, sehingga kita dapat menghindari kata-kata yang tidak disukai orang tersebut.

Kemudian, tindakan yang dapat diterapkan adalah dengan lebih selektif memilih teman di media sosial. Memilih teman yang memang benar-benar dikenal atau dapat membuat second account khusus untuk teman terdekat dan menonaktikan komentar di akun sebelumnya. Yang terakhir adalah jangan mengumbar privasi kita di media sosial manapun, selain dapat terhindar dari hate comment, dapat terhindar juga dari kejadian buruk yang tidak diinginkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini