Hatiku Bagaikan Kepingan Puzzle yang Tidak Dipersatukan Waktu

Aku, kamu, dan dia. Tidak pernah terbayangkan sedikitpun di benakku dari dulu, saat dengan yakin aku menjawab "Yes, I will marry you", beberapa hari setelah itu aku dipertemukan denganmu, temanku. Potongan puzzle hatiku yang kususun dengannya bertahun-tahun, dengan sengaja kujatuhkan menjadi berantakan, tak berbentuk. Dan aku memaksa untuk mengambil potongan puzzle itu dan menyatukannya dengan potongan puzzle mu. Yah, puzzle kita berbeda.

Advertisement

Tapi kita tetap berusaha untuk menggabungkannya dengan harapan terbentuk puzzle hati yang indah. Yah semuanya berawal dari teman, sampai akhirnya kita sadar bahwa semakin hari level perasaan itu semakin meningkat, walaupun kita tahu apa yang sedang kita jalani ini sia-sia. Kita membuat komitmen untuk membatasinya hanya sampai level 3. Ternyata perasaan itu tidak bisa diajak komitmen dan kompromi ya? Kita malah jatuh sampai level tertinggi.

Cinta datang tanpa disadari. Aku tidak pernah sedikitpun menyalahkan cinta, menyalahkan kamu, menyalahkan waktu ataupun menyalahkan perasaan ini. Aku yakin segala hal di dunia ini tidak ada yang percuma. Walaupun saat ini aku harus sakit dan bersusah payah mengumpulkan hatiku lagi menjadi utuh, setidaknya aku pernah merasa bahagia denganmu toh?

Kita, sesuatu yang impossible. Sebenarnya tidak impossible sih, seperti katamu "Jika kamu tipe orang yang fighter, mungkin kita bisa bersatu." Kenyataannya aku perempuan pasrah, bukan, bukan pasrah. Tapi lebih ke perempuan yang bertindak dengan perasaan. Kamu datang memberiku warna, memberikan dinamika, memberikan nada. Tak dipungkiri adanya kamu, hidupku seperti alunan musik yang indah. Kamu adalah sosok yang kuimpikan, dewasa, menenangkan, menyenangkan dan melindungi.

Advertisement

Menghabiskan waktu denganmu terkadang membuatku amnesia sesaat, bahwa waktuku tidak banyak denganmu. Terkadang saat sebelum aku memejamkan mata di kala malam, pikiranku terus berbicara lirih "Seandainya kamu datang saat aku belum terikat, seandainya dulu aku membuka hati lebih awal, seandainya. Seandainya…" Ah sudahlah, tidak baik berandai-andai.

Bukankah itu artinya aku menjadi orang yang tidak bersyukur? Kamu, iya kamu. Mendeskripsikan tentangmu tidak akan pernah cukup walaupun berlembar-lembar kertas kutulis. Terlalu banyak keindahanmu yang tercipta dari sudut pandangku. Yang sangat aku pahami adalah ketika kamu berkata "I hate in this position". Aku paham tentang posisimu, dan aku juga sangat paham dengan posisiku saat ini.

Kamu bisa mengerti kan, bagaimana rasanya harus rela melepaskanmu orang yang disayang saat ini dan harus menikah dengan orang lain? Kamu bisa mengerti kan, bagaimana galaunya ketika aku bermimpi yang ada malah kamu, bukan calonku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

CLOSE