Hujan Hanya Menyamarkan Tangismu dan Bukan Menghapusnya

Pernah satu waktu ketika saya dalam perjalan pulang bekerja. Tetiba hujan begitu saja datang tanpa diundang. Begitu deras, begitu keras. Angin kencang beriring di belakang, pun petir menyambar sembarang. Tak mau menantang arang, saya memutuskan untuk berteduh. Di sebuah emperan toko bersama beberapa orang yang juga bernasib sama. Bukan saya tak membawa jas hujan, hanya ngeri saja kalau-kalau petir menyambar bukan kepalang.

Advertisement

Lama berselang hujan belum menghentikan tangisnya. Sebatang rokok saya nyalakan berharap dingin tak lagi hinggap. Dengan suasana yang sama ; kejebak hujan di tengah jalan, berteduh di emperan, bersama seorang perempuan. Bedanya, dulu perempuan itu sayang namun sekarang entah dimana, sama siapa, semalam berbuat apa~

Skip! Skip!! Ngaco -..-"

Hujan itu teman, katanya seraya menengadahkan paras ayunya ke langit, membiarkan rintik hujan membelai mesra wajahnya. Saya ingat, berdiri tepat di sampingnya tentu dengan payung dan payung lain untuknya, sayang dia memilih kuyup di antara hujan sore itu. Sebaiknya kamu pulang sekarang. Badanmu mengigil begitu. Nanti sakit, hanya seulas senyum yang dia lemparkan sebagai jawaban. Nyatanya dia enggan beranjak dari tempatnya.

Advertisement

Dengan begini setidaknya aku bisa sedikit melupakan pahitnya kenyataan hidup, matanya mendelik sesaat lalu kembali dengan aktivitasnya, Hujan. Iya, hujan. Aku percaya, dia selalu mampu memeluk sakitku, menjaga rahasiaku.., dia masih membiarkan hujan membasuh rautnya. Tapi, hujan hanya menyamarkan tangismu bukan menghapusnya, akhirnya kalimat itu mampu mengalihkan perhatiannya, berhenti membohongi dirimu sendiri. Sakit itu akan terus ada tanpa diobati, saya memberikan satu payung lain padanya, bahuku selalu siap menopang lelahmu.

Rupanya hujan sudah merasa lelah dan mulai menghentikan tangisnya. Kini gerimis menyapa ramah orang-orang yang sekian lama menantikannya. Satu per satu mereka mulai meninggalkan saya di emperan toko sendirian. Seraya menarik diri kembali dalam kenyataan. Saya menyakinkan lagi bahwa hujan bukanlah pilihan terbaik untukmu menumpahkan seluruh pilu. Tenggelamkan kesakitmu pada bahu yang begitu siap menghapus segala keluh-kesahmu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecandu kopi hitam pekat tanpa gula. Menurutku, rasanya tak sepahit kenyataan hidup.

CLOSE